//6-Diamnya Dika

4 1 0
                                    

Tak henti-hentinya Dika menatap bingung kearah Leo yang sedari tadi diam.

Thaka, Nauval, Vaka pun sama halnya dengan Dika. Mereka heran, kenapa Leo terus diam sedari pagi.

Ditengah ramainya kantin tak membuat Leo bersuara. Sungguh, teman-temannya mulai takut terhadap Leo.

"Jangan-jangan Leo kesambet," lirih Dika.

"Atau kesurupan?" Tanya Nauval.

"Sama aja bego!" Sentak Vaka.

"Jangan-jangan kena santet?" Tanya Thaka yang mulai menatap Leo dengan kasihan. "Kasian, mana masih muda." Thaka geleng-geleng kepala melihat Leo.

Plakk. Segera Nauval menggeplak kepala Thaka yang ucapannya nyeleneh.

"Yang kalem, kalo mau gaplok gue." Lanjut Thaka melirik Nauval.

"Fiks harus di ruqyah nih Leo." Ujar Vaka yang akan menelpon seorang ustadz untuk datang ke sekolahnya.

"Lo mau ngapa njir?" Tanya Nauval yang sedikit waras.

"Awas! Gue mau nelpon ustadz tetangga gue," ujar Vaka yang sedang mencari kontak seorang ustadz.

"Gak usah sekarang juga njer! Ini sekolah!" Tegur Dika.

"Pren ... kalian tau kan, kalo gue phobia badut?" akhirnya yang ditunggu pun berucap. Leo.

Sontak semua menoleh kearah Leo. "Ya terus? Apa hubungannya dengan diem dari pagi?"

"Sumpah, tau nggak? Semalem ada badut komplek sebelah ngejar-ngejar gue pas pulang solat dari masjid." Jelas Leo dengan bayangan kejadian semalam. Dimana orang gila yang selalu berlagak jadi badut di komplek sebelah mengejarnya karena Leo tak sengaja melemparinya dengan batu kerikil.

Yang lainnya menatap datar Leo. Lalu menghela napas panjang.

"Gue udah ngira lo kena guna-guna ... ehh," gumam Nauval yang masih bisa didengar yang lain.

"Rasanya ... rasanya mau mati semalem," ujar Leo sambil memegang dadanya sok dramatis.

"Sumpah, rasanya pengen hempas lo ke dimensi lain! Dasar Leo!" Kesal Vaka menatap garang Leo yang terlihat sudah lebih baik dari sebelumnya.

••——♥——••

Suara alunan piano terdengar memenuhi ruangan. Seorang gadis berambut hitam itu begitu menghayati alunan musik yang ia mainkan.

Tak ada ekspresi khusus pada wajahnya yang cantik. Hanya ada wajah datar segudang misteri. Hatinya begitu sulit ditebak, dan tatapannya ... kosong.

Ruangan kecil itu seketika hening saat melodi terakhir selesai.

Barulah, satu tetes air mata mengalir dari sudut matanya. Entah apa arti dari air mata tersebut. Segera ia langsung menghapusnya, dan berdiri lalu meninggalkan ruangan kecil dengan lampu yang remang itu.

Berjalan keluar lalu duduk di salah satu kursi yang berada disebelah kanan Bina.

"Val! Senyum dikit kek," suruh Bina sambil memakan kuaci di tangannya.

"Tau. Suram amat hidup lo," sambung Arka yang langsung mendapat tabokan dari Sandy. "Kalo ngomong,"

"Emang suram." Balas Valyn singkat lalu mengikuti Bina memakan kuaci.

"Ehh, nggak gitu maksudnya," elak Arka merasa ucapannya memang sedikit menyindir kenyataan.

"Eh, ngemall yuuuk!" Ajak Lia ketika suasana mulai hening diantara mereka.

"Nanti pacar gue yang traktir makan. Sultan gitu lohhg," ujar Bina membangga-banggakan pacarnya—Aldan.

"Aing sultan!" Sahut Aldan berteriak saat mendengar kata sultan. Ah, Aldan dan Bina memang pasangan sultan.

"Mall yuk Beb!" Balas Bina berteriak juga.

"Nggak usah teriak-teriak juga!" kesal Panca yang sedang bermain game, namun terganggu dengan teriakan pasangan sultan itu.

"Dahlah." Lirih Lion melihat mereka.

Anggota Rainzors yang lainpun hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh, mereka sudah cukup lelah jika meladeni pasangan itu.

"Dan lo!" tunjuk Bina pada Valyn. "Lo harus ikut!" perintahnya menatap tajam Valyn agar gadis itu menurut.

"Gue nggak bisa." Valyn menggelengkan kepalanya.

"Harus bisa! Gue mau dandanin lo jadi cewek!" Tegas Bina tak mau ditolak.

Dalam hati Valyn sudah ancang-ancang akan kabur seperti sebelum-sebelumnya. Memang Bina sering mengajak Valyn untuk jalan-jalan dan berkata ingin mendandaninya.

"Eits, nggak semudah itu buat kabur," tepat saat Valyn beranjak akan keluar dari markas, Lia dan Jihan menghadang didepannya.

Ah, sepertinya ini hari yang sial bagi Valyn.

••——♣——••

Bina, Lia, dan Jihan terus saja memperhatikan Valyn. Seolah mereka takut gadis itu akan kabur seperti sebelumnya​. Tak lupa tangan mereka yang saling bertautan.

"Pertama, mari beli baju dulu." Titah Bina yang diangguki yang lainnya.

Mereka berempat berjalan menuju toko baju mahal langganan Bina. Sesampainya disana, langsung saja Bina memilih-milih baju terbaik untuk Valyn.

Sementara Bina memiliki baju, Lia dan Jihan memegangi erat tangan Valyn seperti seorang tahanan yang harus dijaga.

"Gini Val, selama ini gue liat lo tuh gak pernah pake rok selain rok sekolah. Makanya, nurut aja! Awas lo, kalo kabur!" tegas Lia menatap Valyn tajam. Yang ditatap hanya diam dengan wajah datar.

"Woy! Sini!" teriakan Bina langsung membuat Lia dan Jihan menyeret paksa Valyn.

Sial. Batin Valyn saat melihat baju yang disodorkan Bina untuknya.

Baju lengan pendek berwarna ungu dengan pasangan celana jeans selutut berwarna hitam. Dan apa-apaan itu! Sepasang sandal jepit dengan motif katak. Sungguh, itu bukan gaya Valyn.

"Yuu pake Val!" Ajak Bina tersenyum sangat manis.

Siapapun ... tolong Valyn.

.

.

.

To be continued

Update lagi setelah Mas Doy Ensiti nikah sama aing. Makasi🙏🏼

Miss Ice (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang