Bab 5: Jupiter: Aku Suka Dia

119 14 13
                                    

Dalam hidup ini kau akan menemui betapa kuatnya karakter orang lain yang akan memperjelas kelemahanmu. Selama ini kau bisa mengatur semuanya, kau bisa menyeimbangkan diri di atas tali panjang yang kau titi itu. Tapi ternyata ada orang yang lebih besar darimu, ia datang dengan penuh luka dari peperangan yang lebih berat. Tiba-tiba duniamu yang hebat itu bukan apa-apa, kau terlihat kecil di hadapannya.
🍂🍂🍂

Sore ini sepulang kuliah seperti biasa aku berjalan ke Masjid Raya untuk menunggu adzan magrib dan menunaikan sholat. Tadi siang aku menerima surel dari profesor Brown. Ia menanyakan keadaanku dan bagaimana paruh semester pertamaku. Ia tak lupa untuk mengingatkan agar aku banyak membaca jurnal dan menyelami isu-isu yang sudah diangkat peneliti lain selama ini, agar aku bisa mulai menentukan bidang topik untuk thesis dan melihat celah kebaruan riset dari limit penelitian orang lain. Tantangan ganda! Aku bertekad merunutnya satu-satu dengan baik.

Adzan berkumandang di dalam masjid yang berdiri kokoh di atas topografi rawa ini. Aku duduk di pojokan kanan di pinggir dinding roster khas nuansa islami. Aku sampai memejamkan mata demi menghadirkan ruang lapang di dalam pikiranku untuk mendengarkan panggilan suci ini, berusaha menurunkan gelombang otak dari beta ke alfa agar aku lebih tenang dalam menghadapi keriuhan dunia sebelum menjawab panggilan Allah.

Setelah menunaikan ibadah sholat magrib, aku segera menuruni teras masjid yang melandai ke arah jalan raya Khatib Sulaiman. Aku sedikit berlari kecil menyusuri rumput tipis di sepanjang halaman masjid. Kemudian berjalan santai di trotoar menuju lembaga sambil menenteng mukena tosca berbunga sulam klasik favoritku. Malam ini adalah kelasnya Jonathan. Aku penasaran bagaimana dia bersikap nanti. Semoga sesuai dengan harapanku bahwa ia akan belajar dengan baik setelah ketegangan antara kami sedikit mereda. Apakah dia akan mulai memanggilku dengan sebutan miss?

Angin malam ini cukup kencang, sepertinya akan ada badai sebelum tengah malam nanti. Aku mempercepat langkah agar segera sampai di lembaga. Untuk sesi malam ini kami akan belajar tentang periklanan. Aku sudah menyiapkan beberapa kode bar dua dimensi yang akan kutempel di dinding kelas agar bisa mereka pindai dengan aplikasi pembaca kode QR. Kode dengan pola piksel hitam putih tersebut akan mengantarkan mereka pada URL beberapa video komersial yang akan dianalisa berdasarkan teknik periklanan.

Sesampainya di kantor guru aku segera mengambil beberapa kertas kecil yang berisi hasil cetak kode QR. Jam baru menunjukkan pukul 06:35. Waktu magrib yang datang lebih cepat membuatku bisa punya waktu luang untuk mempersiapkan kelas setelah sholat. Dan sebaliknya, kalau waktu magrib lebih lambat, aku akan menyiapkannya sebelum beribadah.

Kulihat lampu kelasku sudah menyala. Sambil menenteng tas tangan besar rajut berwarna maroon, map daftar hadir, dan juga dispenser selotip kecil, aku membuka kenop pintu dengan siku. Semua barang kutaruh di atas meja kemudian mengeluarkan kertas-kertas kecil kode QR dan membawanya menuju dinding bersama dispenser selotip.

"Sibuk Qayya?" sebuah suara mengagetkanku.
"Oh my God," ucapku sedikit kaget sambil menoleh ke sumber suara yang kukenal dengan baik. Dan Oh My God! Dia sama sekali tidak memanggil dengan sebutan miss seperti ekspektasiku. Dia malah sudah biasa saja menyebut Qayya. Dan entah sejak kapan aku mulai mengalah dengan kepala batunya itu. Sepertinya aku takkan pernah dianggapnya guru.

"Jonathan, bikin kaget saja," jawabku yang sama sekali tak melihatnya dari awal masuk. Ia duduk sendiri di sebuah bangku yang tepat berada di sudut ruangan. Tumben dia datang lebih awal dari teman-teman sekelasnya. Ia memakai kaos polo abu-abu misty dan jaket berbahan gore-tex berwarna navy. Aku punya firasat bahwa dia tahu betul kalau warna navy sangat cocok untuknya, membuatnya tiga kali lipat lebih glowing. Ia tiba-tiba mengeluarkan sebuah kotak panjang dari dalam ranselnya, sepertinya lebih panjang beberapa senti dari rol 30 cm. Kemudian berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arahku.

M JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang