Mataku nyalang dengan pikiran yang jauh saat lagu Andmesh, Jangan Ubah Takdirku, mengalun selama perjalanan pulang dari Coca-Cola. Jonathan sedang apa saat ini? Minggu pagi kemarin terbayang-bayang di pikiranku: Semua perlakuan lucu dan manis yang ia tunjukkan tanpa beban itu. Sepertinya aku telah salah terlalu dekat dengannya. Kami bertemu di waktu-waktu yang rentan menjadi gosip. Bayangkan saja, pulang malam turun dari mobilnya, setengah tujuh pagi pun juga sudah berada di dekatnya, walau semua itu tak kusengaja, terjadi begitu saja. Tapi kenapa aku menyukai menit-menit bersamanya? Kenapa kesalahan ini datang satu paket dengan kebahagiaan? Kenapa mereka tidak bisa berdiri sendiri-sendiri di tempat terpisah?
Ketidakrelaan mulai kurasa saat mengetahui bahwa dia tidak berada di jalur yang ingin kulalui. Berbeda dengan Haskal yang beberapa bulan lalu menawarkan sebuah jalan yang pasti padaku, tapi aku yang tak mau menapaki jalan itu. Sedangkan Jonathan, aku ingin sejalan dengannya tapi kami berada di jalur yang berbeda.
Ada rasa sakit yang mengagetkan saat tahu bahwa dia belum memilih keyakinan apa pun tentang aturan beragama. Ada rasa perih saat tahu bahwa dia tak sepenuhnya bisa berhubungan baik dengan orang-orang karena telah kehilangan kebahagiaan. Bahkan ada iba saat tahu ia sedang makan sendirian di meja makan rumahnya.
Semua perasaan yang mengganggu itu masih ditambah lagi dengan kegamangan saat mengingat bahwa ia jauh lebih muda dariku. Mungkin ini hanyalah sebuah bab singkat yang hadir sementara sebagai bumbu cerita hidup. Tak ada jaminan bahwa dia juga merasakan apa yang mulai kurasakan. Bukankah dia tak pernah mengatakan secara langsung bahwa dia menyukaiku? Tak ada garansi bahwa apa yang dia lakukan adalah awal dari apa yang bisa kusebut sebagai "kita".
Lagian kalau pun dia mengungkapkannya aku mau apa? Pacaran? Tidak mungkin. Menikah? Lebih tidak mungkin lagi! Tapi kenapa dengan adanya semua kekhawatiran dan ketidakmungkinan itu, aku tak pernah benar-benar ingin mengusirnya? Segala kekesalan hanya di mulutku saja. Dia telah berhasil menarik perhatianku dengan sikapnya hanya dalam hitungan minggu.
"Miss Qayya kemarin pergi sama Jonathan ya?" Tanya Pak Nas tiba-tiba yang membuatku kaget karena beliau bertanya tepat di saat aku sedang memikirkan anak itu.
"Lho kok Bapak tahu?"
"Iya, Adi yang bilang. Dia pergi beli ikan sama istrinya dan katanya lihat Miss sama Jonathan di pantai."
"Lho, memangnya bang Adi kenal Jonathan, Pak? Kan murid baru."
"Kenal, Adi pernah jadi sopir omnya Jonathan itu, Pak Derian. Miss Qayya tahu dokter gigi Derian?"
"Engga Pak."
"Haha, ya iyalah ya, Miss Qayya bukan orang sini," ujar Pak Nas sambil tertawa. Aku tiba-tiba teringat nama "Uncle Derian" di layar ponsel Jonathan waktu dia minta izin mengangkat telepon dulu."Emangnya kenapa dia Pak?"
"Dokter Derian maksud Miss?"
"Iya."
"Dia itu adik dari papanya Jonathan. Dia yang mendaftarkan Jonathan belajar di lembaga kita. Kasihan sih anak itu, orang tuanya sudah bercerai dan masing-masing sudah menikah lagi. Nah, Jonathan ini ngga mau ikut salah satunya. Masa dia tinggal sendiri di rumah sebesar itu. Sepertinya yang mengurus dia ya Derian itu. Kadang si Adi mengantar dokter Derian ke rumah Jonathan. Oh iya, papanya yang punya toko Mercy itu lho Miss."
"Toko Mercy? Yang mana ya Pak?" tanyaku sambil nyengir.
"Itu lho Miss, toko HP terbesar di Padang ini," terang Pak Nas.
"Yang di Padang Barat ya? Haha, tahu sih bangunannya, tapi lupa nama tokonya," jawabku yang memang tak pedulian dengan hal semacam itu.
"Nah iya. Papanya tinggal di sana sama istri barunya. Si Jonathan ini tetap tinggal di rumah mereka dulu. Nah, mamanya Jonathan itu bukan orang Indonesia, tapi orang Singapur. Dia balik ke Singapur setelah cerai dari papa Jonathan ini. Tapi sekarang dia sudah pindah ke Malaysia, tinggal sama suami barunya pengusaha Malaysia, masuk Islam dia." Terang Pak Nas panjang lebar. Aku seperti mendengar acara infotainment."Pak Nas suka ngegosip ya? Kok tahu semuanya?"
"Hahaha, saya juga baru tahu Miss, gara-gara Adi lihat Jonathan sama Miss, dia jadi cerita tadi pagi." Pak Nas berusaha menyelamatkan harga dirinya dengan melimpahkan sumber gosip pada Bang Adi.
KAMU SEDANG MEMBACA
M J
RomansaDia seperti jalan yang lengang, namun aku suka bunga-bunga di sepanjang jalan itu.