Bab 2: Michael Jonathan

240 22 12
                                    

Kota Padang hanya berjarak tiga jam perjalanan dari Kota Bukittinggi, walau begitu bentang alamnya sudah sangat berbeda. Kota Padang terletak di pinggir pantai dengan suhu rata-rata harian sekitar 31-32 derajat Celsius. Sedangkan Kota Bukittinggi mempunyai wilayah geografis berbukit-bukit dengan udara sejuk cenderung dingin. Perbedaan suhu yang kentara antara Padang dan Bukittinggi membuatku membeli es krim dan minuman dingin hampir setiap hari.

Sepulang dari Masjid Raya magrib tadi, aku hanya makan es krim dan roti abon di lembaga karena tak terlalu lapar untuk makan nasi. Jam 4 sore tadi beberapa teman sekelasku mengajak jajan kerupuk mie dan telur gulung di pinggir pantai belakang kampus setelah diskusi panjang untuk tugas kelompok yang akan dipresentasikan minggu depan. Grup kami kebagian materi perkembangan kurikulum nasional di beberapa negara berdasarkan perspektif sejarah. Harus memahami sesuatu yang terjadi sebelum kita lahir itu memang membuat lapar. Jadi segera saja kami menuju gerobak-gerobak pedagang kaki lima terdekat untuk memakan sesuatu. Sampai-sampai ikut nimbrung dengan anak-anak SMP yang mengelilingi gerobak telur gulung.

Sepuluh menit lagi kelas akan dimulai. Seperti biasa para siswa sudah lalu lalang. Kendaraan para orang tua yang mengantar anak-anaknya ke sini selalu sukses membuat macet parkiran lembaga yang tidak terlalu besar dan langsung berbatasan dengan jalan raya. Orang-orang yang pulang kerja dari kantor mereka masing-masing yang memang banyak berpusat di lokasi ini harus sabar melewati jalan raya di depan lembaga, ditambah lagi tak jauh dari sini lampu merah bersiap menguji kesabaran mereka dua kali.

Aku melangkah santai ke kelas 05 dimana siswa intermediate telah menunggu. Lima menit lagi kelas akan dimulai. Beberapa siswa bahkan berbarengan denganku memasuki kelas. Mereka berjalan terburu-buru. Aku segera duduk di kursiku sambil menyapa. Tampak raut wajah mereka siap menerima materi-materi yang sudah kuramu alur penyampaiannya. Topik malam ini cukup berat karena kami harus membahas tentang child labor.

Sebelumnya aku sudah mengirim di grup Whatsapp kelas sebuah video yang harus mereka tonton tentang materi tersebut, kemudian mengerjakan sebuah latihan kosa kata di Google form yang diperlukan untuk bisa membicarakan topik terkait. Aku memilih video dari Nasreen Sheikh, seorang child labor survivor yang berasal dari sebuah desa di perbatasan India dan Nepal.

Rencananya malam ini akan kututup dengan permainan beer pong walau tentu saja tidak ada bir di dalam gelasnya, tapi kuganti dengan kertas berisi pertanyaan yang harus mereka jawab kalau mereka berhasil melempar bola ping-pong ke dalam salah satu gelas.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menuntut jawaban solutif berbalut imajinasi, seperti "jika kamu adalah pemerintah, apa yang akan kamu lakukan terhadap child labor?" atau "seandainya kamu terlahir di keluarga yang sangat miskin, apa yang akan kamu lakukan untuk tidak terjebak child labor?"

Tiba-tiba ada ketukan di pintu kelas yang tadi kututup setelah memastikan semua siswa sudah masuk. Tampak di kaca kecil pintu kelas kepala Jonathan melongok dengan tatapan datar. Dia terlambat lagi? Ini kali kedua aku tidak sadar kalau jumlah siswa di kelas belum tujuh belas orang. Jam menunjukkan pukul 7:15, aku tidak terima kalau dia harus selalu datang jauh setelahku seperti ini. Dengan menahan sedikit kekesalan aku menyuruhnya masuk. Dia membuka pintu dan melangkah pasti bak model ke mejaku.

Tidak ada boxer kali ini, tidak ada sendal rumahan, dan tidak ada tote bag Sherlock Holmes. Walau kutahan pergerakan mataku untuk tidak me-scan dirinya dari kepala sampai kaki, tapi aku berhasil menangkap penampilan keseluruhannya.
Ia datang dengan branded fashion items dari kepala sampai kaki, yang membuatku melengos di dalam hati namun tetap menunjukkan eskpresi biasa saja saat berhadapan dengan anak yang satu ini.
"Gini?" tanyanya singkat sambil menunjuk penampilannya.
"Iya," jawabku juga singkat yang sebenarnya di dalam hati aku berujar, "iya kayak gini, tapi ngga gini-gini juga kali maksudku. Kamu dandan? Shopping dulu gitu sebelum ke sini?"

M JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang