Bab 12: Aku, Kamu, dan Badai yang Tak Kita Acuhkan

128 11 0
                                    

Sepertinya akhir-akhir ini aku sering menangis di balik helm dan tak pernah sebelumnya secemas ini pada orang lain. Aku berusaha fokus melaju secepat mungkin, Lampu merah yang menghentikan pergerakanku di setiap persimpangan terasa sangat lama. Orang-orang masih lalu lalang walau tidak seramai lepas magrib tadi. Ingin rasanya menerobos saja semua lampu merah ini. Menurut GPS jalan ke rumah Jonathan lurus saja tapi lumayan jauh dari kosku, tepatnya di pantai ujung sana di dekat Taman Budaya. Berarti lokasi tempat tinggal kami dari ujung ke ujung.

GPS menunjukkan sebuah pertigaan setelah melalui jalan utama selama hampir dua puluh menit, simpang tiga kedua di depan sana adalah lokasi Vibrant, tidak kusangka rumah Jonathan hanya beda satu persimpangan dengan Vibrant. Berarti dia mengantarku sangat jauh waktu itu dan kembali lagi ke sini. Entah kenapa aku tak pernah bertanya dimana rumahnya. Aku baru sadar betapa fokusnya aku dengan sikapnya tanpa mengulik hal-hal mendasar.

Aku sampai di titik yang ditunjukkan GPS, kulihat Jonathan tidak menutup panggilannya sama sekali, ponselku masih menayangkan menit dan detik panggilan yang sedang berlangsung. Aku juga memeriksa pesan Whatsapp-nya yang berisi tiga password: 767801, 767802, dan 200296.

"Halo, Jonathan, kamu masih di situ?" tanyaku tapi tidak ada jawaban. Apa dia pingsan? Ada pagar tinggi berwarna abu-abu gelap di sampingku. Aku segera menuju kontrol akses kunci pagar dan memasukkan password pertama. Pintu pagar terbuka perlahan dan aku segera menaiki motor kembali, membawanya masuk dan memarkirnya di carport di sebelah kiriku di depan garasi. Setelah memastikan pagar tertutup kembali aku segera menuju pintu utama dengan menaiki tiga anak tangga yang lebar dan memasukkan password kedua. Ada momen hening di dalam hatiku saat aku menarik tuas pintu otomatis ini setelah digit angkanya cocok.

Ini kali pertama aku membuka pintu rumah orang lain. Ada perasaan yang sulit kugambarkan saat memasuki rumah bergaya klasik modern ini. Rasanya aku bisa mencium bau kehangatan yang telah pergi. Kupikir akan ada ruang tamu besar di balik pintu utama seperti di rumahku di Bukittinggi. Tapi kenyataannya aku disambut foyer berukuran sedang dengan kabinet panjang di sebelah kiri dan tangga yang dilapis karpet khas gaya Inggris di sebelah kanan. Diantara keduanya ada lampu gantung cantik yang ditahan rantai panjang dari plafonnya yang tinggi.

Tidak ada ruang tamu sama sekali. Atau bisakah aku berkata bahwa tidak ada ruang untuk tamu? Mungkinkah rumah ini tidak memberikan tempat untuk kedatangan orang lain? Tapi aku bisa melihat ada ruangan yang sepertinya cukup besar di depan sana dengan dinding kaca sebagai pembatasnya.

Entah kenapa perasaanku mengatakan bahwa kamar Jonathan ada di atas. Jika aku harus tinggal di sini sendiri, aku akan langsung menuju kamarku setelah membuka pintu rumah. Dan pasti tangga di depan ini yang akan membawaku ke sana. Aku menaiki tangga yang terbagi menjadi dua bagian yang tegas ini dengan berlari, berharap secepatnya menemukan Jonathan.

Setelah sampai di anak tangga terakhir, aku disambut ruangan lapang dengan lantai kayu solid berjenis surian, tepat seperti lantai di depan kamarku! Kemiripan ini benar-benar vibe yang aneh, seperti mengantarkan deja vu. Dinding di depan sana pun juga dinding kaca, bedanya dinding ini menawarkan pemandangan lalu lintas Jalan Samudra dan pantai, sedangkan dinding kaca di depan pintu kamarku di Bukittinggi menawarkan pemandangan Gunung Marapi.
Hanya ada satu kamar di lantai ini, aku yakin ini pintu kamar Jonathan setelah melihat keypad layar sentuh beserta tuas yang menempel di sisinya.

Aku melihat kembali pesan Whatsapp Jonathan karena tidak ingat password ketiga, Aku mulai memasukkan angka satu-satu dan tersentak saat menyadari bahwa 200296 adalah angka kelahiranku, 20 Februari 1996. Tahu darimana dia ulang tahunku? Apa ini kebetulan? Segera kutarik tuas dan masuk ke dalamnya. Tidak ada siapa-siapa, Jonathan tak ada di atas tempat tidur, di lantai, maupun di sofa puff berwarna tosca lembut di dinding sebelah kiri.

M JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang