DIA KEMANA

5 0 0
                                    

Satu bulan sudah jalan kisah cinta naren dan una. Tapi semenjak hari itu mereka belum bertemu lagi karna jadwal keduanya yang begitu padat. Dan hari ini hari yang santai untuk mereka. Jadi semalam mereka merencanakan untuk bertemu hari ini, melepas rindu keduanya, menghabiskan waktu bersama seharian, bukan hanya diwaktu sore seperti biasanya.

Naren bangun dengan semangatnya, tentu saja, ia akan bertemu kekasihnya. Namun ketika naren berjalan ke kamar mandi, ponselnya berdering, panggilan dari kantor. Ada tugas dari kantor yang mengharuskan ia pergi keluar kota hari ini juga, tidak bisa ditunda, karna situasi yang terburu buru. Tapi bagaimana dengan jadwalnya bertemu una? bisa ditunda, una pasti akan mengerti, pikirnya. Setelah mandi, naren menyiapkan kopernya. Tidak membawa banyak, hanya beberapa pakaian saja. Naren akan menginap beberapa hari disana sampai tugasnya selesai, ia akan segera pulang menemui kekasihnya. Naren segera bergegas meninggalkan rumah untuk pergi keluar kota berbeda provinsi. Karna situasi yang terburu buru, ia lupa mengabari una jika kencan hari ini ditunda. Yang naren pikirkan adalah dia harus segera sampai ditujuan, menyelesaikan tugas, dan segera pulang.

Dan sekarang lihatlah, gadis muda duduk termangu di kursi pinggir jalanan kota jogja, sendirian menanti pangerannya datang. Sejak satu jam lalu una menunggu kedatangan naren, namun tak kunjung terlihat batang hidungnya. Pikirnya mungkin naren bangun terlambat.

Katanya pukul 08.00 pagi naren akan menjemputnya disini, dan sekarang sudah pukul 09.12 , satu jam lebih una menunggu naren. Una meyakinkan dirinya untuk bersabar.

Hampir pukul 10.00 , dan naren belum juga datang. Apakah naren lupa? Pikirnya. Una mengeluarkan ponselnya, dan menelepon naren, tidak diangkat. Sekali lagi meneleponnya, sama aja hasilnya. Ia terus berusaha menelepon naren, tapi hasilnya tetap nihil, lalu putus asa memasukan kembali ponselnya kedalam tas kecilnya. Ia kesal mengapa naren bisa sangat terlambat seperti ini, dan telepon darinya tidak diangkat sama sekali.

Hingga pukul 14.00 siang, una tetap setia duduk disana, menahan lapar dan hausnya, tetap menunggu naren datang meski ia tau naren tidak akan datang. Puluhan kali panggilannya juga tidak dijawab. Matanya berkaca kaca, ia kecewa, sangat kecewa sampai akhirnya air matanya jatuh, membasahi pipi mulusnya, tangannya segera menghapus setiap air mata itu jatuh.

Lalu una bangkit dari sana, berjalan pulang, dengan perasaan kecewa. Harapannya untuk bermanja manja melepaskan rindunya hari ini pupus. Langit tiba tiba mendung, seakan tau kesedihan una saat ini dan ikut menangis. Gerimis kecil mulai turun, untung saja una sudah didepan rumahnya. Bergegas masuk sebelum hujan. Ia mengunci dirinya dalam kamar, terjun ke ranjang, memeluk guling menutupi wajahnya, ia menangis hingga tertidur.

Una terbangun hampir pukul 8 malam. Mata yang sedikit bengkak efek menangis tadi. Ia segera bangkit mencari ponselnya dan mengeceknya. Namun nihil, tetap tidak ada jawaban dari naren. Una melempar asal ponselnya ke ranjang, mengacak rambutnya frustasi dan duduk melamun ditepi ranjangnya. Tak lama, pintunya diketuk oleh mamanya, memanggilnya, menyuruhnya makan. Namun una sangat tidak berselera. Una menolak dengan beralasan sudah makan, padahal perutnya belum terisi sama sekali, hanya ketika sarapan pagi tadi saja. Una memilih untuk tidur.

Naren baru sampai pukul 19.00 malam. Langsung menempati tempat yang telah disediakan oleh bosnya. Lelah sekali perjalanan beberapa jam. Segera mandi dan menunaikan sholat lalu merebahkan diri, memejamkan mata. Terlintas wajah una dipikirannya, tersontak mencari ponselnya. Ternyata ponselnya mati, jadi ia tak bisa menghubungi una. Naren segera mengcharger ponselnya. Menunggu terisi, naren merebahkan kembali tubuhnya. Khawatir jika una marah padanya, apakah una menunggunya?, berputar dikepala naren. Namun rasa lelahnya membuatnya tertidur lelap tanpa terasa.

Siapa yang mengira bahwa esok harinya adalah hari ia memulai kesulitannya, sangat sibuk, hingga 3 hari berikutnya. Tidak ada waktu luangnya untuk mengabari una. Bekerja dari pagi hingga larut malam barulah ia kembali ke tempat ia beristirahat. Sampai sana selalu saja rasa lelahnya menang, merebahkan diri langsung terlelap. Begitu siklusnya selama diluar kota.

Una semakin sedih, 3 hari sudah ia menjalani hari tanpa ada kabar dari kekasihnya. Marah, kesal,kecewa itu pasti.

Yang ada dipikirannya adalah, apakah naren melupakannya? Apakah naren meninggalkannya? Tapi apa salah dirinya? Padahal terakhir telepon malam itu baik baik saja.

DON'T LEAVE ME NARENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang