ARE YOU OKAY?

5 0 0
                                    

"alhamdulillah beres" una menjatuhkan dirinya di sofa karna kelelahan membersihkan rumah dan memasak untuk suaminya yang sebentar lagi pulang.
"mas naren bentar lagi pulang, mandi dulu ah" ia berjalan menaiki tangga rumahnya, pergi ke kamar, tak lama kemudian naren datang.

Ceklek

"unaaa, mas pulang sayang"

"iya mass" una muncul di pintu kamar berdaster serta rambut yang tergulung handuk, lalu berlari kecil menuruni tangga menghampiri suaminya, mencium tangannya seperti kebiasaanya setiap hari.

Una menggandeng tangan naren lalu menuntunnya duduk di sofa. Una cekatan melepas sepatu suaminya dan menyimpannya di rak sepatu. Lalu berlari ke dapur mengambil segelas air untuk suaminya.

"nih minum dulu ya" ucapnya seraya menyerahkan gelas isi air itu.

"cape yah?" Tangannya mengusap usap kepala suaminya yang sedang minum. Setelah airnya tandas, naren mengangguk lesu menyenderkan dirinya pada senderan sofa.

Naren tersenyum menatap istrinya, meraih tangannya dan menariknya agar duduk pangku padanya.

"makasih ya sayang" naren memeluk pinggang istrinya.

"makasih untuk apa mas?"

"makasih udah jadi istri yang pinter urus aku" seraya menenggelamkan wajahnya di dada istrinya.

"mas itu udah wajibnya istri, una yang harusnya makasih sama mas naren, kalo ga ada mas naren buat jaga una, una gatau nasib una sekarang kayak gimana, mungkin... " seketika naren menatap wajah una.

"sssttt udah yaa, mas itu sayang sama kamu, bukan cuman sayang tapi mas cinta sama una, makanya mas cepet cepet nikahin kamu, mas gak rela kalo sampai una jatuh ke tangan orang lain lagi, mas gak mau kehilangan kamu lagi sayang, una itu udah jadi bagian dari hidup mas, cukup sekali waktu itu aja una jauh bahkan hilang dari tangan mas" naren memotong pembicaraan una tadi. Una menunduk, menitihkan air matanya.

"hei... Sayang, jangan nangis, gak gak gak, kamu gak boleh nangis" naren memeluk istrinya erat. Una juga membalas tak kalah erat sambil terisak. Adegan itu cukup lama hingga tangisan una mereda, hening diantara mereka.

"udah yaa, mas mau mandi nihh, badanku udah lengket semua" istrinya tetap tak melepas peluknya.

"sayang.....  Hei udah dong, kamu kenapa sih tiba tiba melow banget, biasanya juga istriku itu galak loh, tumben banget biasanya aku pulang langsung di suruh mandi, ini malah mau mandi gak mau dilepas peluknya. " una tetap diam saja.

Naren menghela nafas, lalu menggendong istrinya ala koala pergi ke kamarnya dan menurunkannya ke ranjang. Una tetap tak melepas peluknya pada leher suaminya, mau tak mau naren ikut merebahkan dirinya dengan posisi diatas istrinya, menindihinya, posisi yang meresahkan bagi naren, membuat gairahnya naik. Tak berselang lama naren mendengar dengkuran halus una, istrinya itu telah tertidur. Naren melepaskan pelan pelan tangan yang melingkar di lehernya. Kemudian bangkit lalu menyelimuti tubuh istrinya. Ia duduk di tepi ranjang, mendekatkan pandangannya terhadap wajah istrinya, menatapnya lekat, tersenyum melihat istrinya begitu manja padanya. Naren mencium pipi una, membuat sang empu terusik karna kumis naren, rapi cepat cepat naren mengusap dahi istrinya agar kembali tenang dalam tidurnya.

"emang udah jadwalnya aku cukur kumis" naren terkekeh meraba kumisnya yang terasa seperti menusuk nusuk. Ia bangkit lalu bergegas mandi.

==================================

Pukul 8 malam, una tengah asik menonton tv sendirian, suaminya tengah menyelesaikan pekerjaannya di kamar. Ia terbangun saat magrib tadi, suaminya yang membangunkannya. Wajahnya datar dan serius, padahal yang ditonton adalah kartun. Satu jam kemudian, ia melirik ke atas ke arah pintu kamarnya, belum ada tanda tanda naren selesai. Sepi, hanya ada suara kartun di tv yang ditontonnya. Hatinya tiba tiba jengkel, entah mengapa ia ingin sekali marah marah.

Una mematikan tv lalu berlari menaiki anak tangga. Ia masuk ke kamar dan menutup pintu agak keras mengagetkan naren lalu mematikan lampunya. Una bergegas masuk ke dalam selimut. Suaminya menatap una bingung.

"sayang, aku belum selesai ini, kok dimatiin lampunya?"

"una ngantuk!" jawabnya ketus.

"tapi kan.." biacaranya terpotong karna una bangkit menyalakan lampunya kembali, lalu mengambil bantal dan selimut dari lemari setelah itu berjalan keluar.

"sayang mau kemana!" teriak naren, una tak menjawabnya.

Naren kebingungan ada apa dengan istrinya itu tidak seperti biasanya. Ia menutup laptopnya lalu menyusul istrinya keluar. Naren mengecek kamar tamu, dan benar saja istrinya telah tergulung selimut di atas ranjang lalu ia mendekatinya.

"unaaa..., kamu kenapa sayang?" una terdiam saja memejamkan mata. Naren mendekatkan wajahnya, mencium pipi istrinya, mengusap usap kepalanya. Una membuka matanya sayu, menatap mata naren.

"ayo tidur kamar kita, kenapa tidur disini?" una menggelengkan kepalanya pelan lalu memalingkan wajahnya.

"hei... Una sayang...,kenapa? Kamu pengen sesuatu?atau una marah sama mas? " istrinya kembali menatapnya sayu.

"ayo bilang sama mas, pengen apa? Hm?" tangannya masih setia mengusap usap kepala istrinya. Tiba tiba una mengalungkan kedua lengannya pada leher naren.

"unaaa" panggilnya lembut.

"badan una gaenak, lesu, terus pengen marah marah aja" rengek una pelan.

"loh sayang, kenapa? Bangun dulu bangun dulu" naren menuntun una agar merubah posisinya menjadi duduk.

"kenapa sayang? Una sakit?" naren panik menempelkan punggung tangannya pada dahi istrinya, una menggeleng.

"badanmu gak panas, kamu ngapain aja seharian sayang? Kecapean ya?" una begitu lesu sekali.

"yaudah kita istirahat ya, ke kamar kita aja yuk jangan disini" tanpa diperintah naren mengangkat tubuh istrinya meninggalkan kamar tamu dan kembali ke kamarnya sendiri.

DON'T LEAVE ME NARENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang