3 pekan lagi una menikah. Segala persiapan telah dimulai. Mulai merencanakan undangan, menentukan gaun, dekorasi dan lain sebagainya. Tapi perasaan una belum siap sama sekali, malah semakin ragu. Tapi ia tidak mungkin untuk membatalkannya, mungkin hanya perasaan grogi saja.
Keluarga brian dan una berkumpul. Disaat yang lain sedang memilih dekorasi, una hanya melamun saja. Begitu cepat waktu berlalu tanpa terasa ia akan segera menjadi seorang istri dari laki laki yang tidak una cintai. Brian juga tidak disana, katanya sedang ada urusan dengan temannya, jadi tidak hadir saat keluarganya datang kerumah una.
Notifikasi ponsel una berbunyi, membuat tersadar dari lamunannya. Una mengecek ponselnya, kabar dari brian, menyuruhnya datang ke sebuah alamat yang brian kirim, brian bilang ingin memberinya hadiah. Una mengerutkan dahinya. Tumben sekali brian menyurunya keluar, biasanya langsung menjemputnya, batinnya. Una berpamitan pada orang tuanya dan segera bersiap lalu pergi, tidak enak jika membuat brian menunggu lama. Una menunggu taxi di depan rumahnya. Melihat kanan kiri lalu terhenti ketika matanya melihat sebuah mobil yang ia kenali. Mobil itu tak jauh dari rumahnya hanya beberapa meter saja. Una mendekatinya, dari belakang mobil sosok naren muncul berjalan ke arah pintu mobil. Una mematung begitu juga dengan naren saat melihat una disana. Tak lama naren segera mengalihkan perhatiannya.
"mas narenn!!! " teriakan una menghentikan naren ketika akan membuka pintu mobil. Kemudian kembali menatap una yang tengah berlari kearahnya, lalu memeluk dirinya. Naren terdorong hampir jatuh. Una menangis dipelukannya dan terus memanggilnya. Naren tak kuasa, ikut menitihkan air mata, yang tadinya diam mematung kini membalas pelukan, menciumi pucuk kepala una. Banyak sekali rasa rindu yang tersalurkan dalam pelukan yang begitu erat.
"sudah una sudahh jangan nangis, kita ngobrol didalam mobil ya? Gaenak nanti diliat orang" menuntun una masuk ke mobil lalu ia menyusul.
"baiklah, bagaimana kabar una, hmm?" naren mengusap kepala una, gadis itu tak menjawab, langsung memeluk naren kembali.
"una kangen mas naren, hiks" terisak kembali dipelukan naren.
"mas juga kangen kamu una" mengusap usap punggung gadis itu.
"kenapa mas naren waktu itu seakan tidak mengenal una! Kenapa! " masih dengan isakan. Tangisnya tak bisa berhenti sedari tadi.
"aku ga sanggup liat kamu sama orang lain, aku cemburu una!"
Kemudian hening, sampai tangisan una berhenti, mereka tetap berpelukan, enggan untuk melepasnya.
"udah ya jangan nangis, una mau kemana tadi, hmm? " sambil menangkup pipi una. Lalu una memperlihatkan pesan dari brian tadi kepada naren.
"aku antar mau? " tawarnya.
"emang gapapa? " naren mengangguk dengan tersenyum. Meski hatinya perih sekali. Mengantarkan gadis yang naren cintai bertemu orang lain. Naren melajukan mobilnya ke tempat yang dituju.
"mas naren jangan berhenti menghubungi una ya." kata una tiba tiba, memecahkan keheningan.
"memang kenapa? Kan sebentar lagi kamu menikah una, masa iya mas terus gangguin kamu" mengacak pelan rambut gadis itu.
"terus kenapa kalau una menikah, emang kita ga bisa temenan? " naren terdiam sejenak.
"iya sudahh mas ga akan lupakan kamu, tapi kamu harus memaklumi, kamu nanti sudah punya suami, komunikasi kita tidak akan seperti dulu una." una hanya mengangguk pelan. Naren tersenyum, kembali mengacak rambut una. Gadis itu manyun merapikan rambutnya, naren terkekeh, akhirnya ia bisa melihat una manyun manyun seperti itu lagi. Mereka sudah sampai ke tempat yang dituju, naren meminggirkan mobilnya. Di sebuah tempat seperti cafe. Una memeluk naren sebelum akhirnya keluar dari mobil. Setelah una keluar dari mobil, naren akan pergi meninggalkan tempat itu, namun ia melihat ponsel una tertinggal dalam mobilnya.
"hadehhh kebiasaan una belum berubah, selalu meninggalkan barangnya di mobilku." ucapnya mengambil ponsel itu dan keluar ingin mengembalikannya pada una yang masih berhenti di depan pintu kafe. Kenapa dia, bukannya masuk, batin naren.
Saat una akan memasuki kafe itu matanya melihat pemandangan yang begitu menyakitkan. Banyak pemuda pemudi disana berpesta dan ada banyak minuman. Una melihat brian bermesraan dengan wanita lain, didepan matanya sendiri una melihat brian berciuman dengan wanita itu. Una tau siapa wanita itu, dialah yang selalu mengaku pacar brian, apakah benar dia pacar brian? Air matanya jatuh.
"unn.. " belum selesai naren dengan ucapanya, ia berhenti dibelakang una. Naren juga melihat pemandangan itu, ikut mematung tak percaya. Una menghampiri brian dan wanita itu, melepaskan ciuman mereka berdua dan, Plakkkk!!! Tangan una melayang dipipi brian, mata una merah berkaca kaca.
"lun.." plakkkk!!! Sekali lagi una menampar brian. Semua orang terdiam saja menyaksikan kejadian itu.
"hey kenapa kau menam.. " plakkkk!!!! Satu tamparan melayang juga di wajah wanita yang berciuman dengan brian tadi. Wanita itu mendorong una dan akan menamparnya balik, tapi sebuah tangan mencekalnya, itu tangan naren, lalu menghempaskan tangan wanita itu.
" tanganmu terlalu kotor untuk menyentuhnya mbak!" ucap naren, wanita itu mendengus.
"ayo mas kita pergi dari sini, una sudah muak melihat orang orang brengsek seperti mereka!" una beranjak pergi keluar dari sana, dan naren membututinya ikut keluar dari kafe itu. Brian hanya diam melihat kepergian una, pikirannya bertanya tanya kenapa una bisa tau dirinya disini, dan kenapa dia bersama pira itu? Pria yang menabraknya waktu itu
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T LEAVE ME NAREN
Romance" saya pikir kita saling mengerti, tapi ternyata tidak, semuanya berbeda, saya tidak mengerti apa yang naren alami,begitupun baliknya, keadaan terburuk saya sekalipun tidak ada yang bisa mengerti, termasuk orang yang sangat saya cintai, yaitu mas na...