Una diam melamun, duduk bersenderkan naren dibangku taman. Masih tak percaya dengan kejadian satu jam lalu. Naren juga bingung harus bagaimana menghibur una, tidak tega ia melihat una seperti ini. Namun ada sisi baiknya, ada celah untuk mendapatkan unanya kembali, tapi naren tidak berharap banyak. Una tidak menangis, tapi tatapan matanya kosong. Yang bisa naren lakukan sedari tadi adalah hanya mengusap usap kepala una yang bersender di dadanya. Naren bangkit dan berpindah menjadi posisi jongkok didepan una yang duduk di bangku.
"tanganmu sampai merah gini una" naren meraih telapak tangan una.
"sakit ga? " una hanya terdiam saja menatap pria itu, matanya sayu. Naren meniupi telapak tangan una yang merah.
"aku ga nyangka una, tanganmu sehalus ini kalo buat nampar orang keras juga ya, sampe si brian tersungkur gitu." naren tertawa pelan mengusap usap telapak tangan una lalu menatap gadis itu. Una tersenyum walau masih terlihat jelas sekali wajah lemahnya.
"udah ya gaboleh sedih, una ga pantes nangisin laki laki kayak dia yang ga bisa hargain una." naren mencium tangan una lalu bangkit beralih mencium pucuk kepalanya.
"dah yuk mas anterin pulang, terus una bilang ke orang tua una soal ini, ya?" una hanya mengangguk saja lalu bangkit dari duduknya dirangkul naren.
Sedangkan dirumah una, brian datang dengan kondisi yang kacau dan setengah mabuk, mencari keberadaan una. Semua keluarga ikut bingung, pasalnya una tadi pergi dari rumah berpamitan akan bersama brian.
"kenapa kamu mencariku lagi brian, sudah selesai kah pestamu dengan pacarmu itu?" suara una dari ambang pintu.
" apa maksudmu una? Dan siapa laki laki yang bersamamu itu? " tanya ayah una.
"tanya saja pada calon menantu ayah itu! " ucap una menekankan kata calon menantu.
"ada apa ini brian?! " brian hanya diam saja.
"ayah, una baru saja memergoki mas brian berciuman bersama wanita lain, una mendapatkan pesan hanya untuk melihat pemandangan memalukan itu!" jelas una. Ayahnya terkejut tak percaya.
"brian!! Apakah yang dikatakan una itu benar?" ayah brian angkat bicara, brian tetap diam saja.
"itu memang benar!" suara wanita yang baru saja datang. Pacar brian menyusul kerumah una.
"semua yang dikatakan luna, itu benar adanya. Saya adalah pacar brian sejak 2 tahun yang lalu. Dan saya yang mengirim pesan kepada luna untuk datang ke tempat kami berpesta. Saya tidak terima dengan rencana pernikahan ini karna brian sudah menodai saya dan tidak ada tanda tanda akan bertanggung jawab pada bayi yang ada di perut saya ini!" semua orang tercengang, begitu terkejut mendengar pengakuan dari wanita itu. Tidak ada yang menyangka bahwa brian menghamili perempuan yang bukan istrinya. Brian juga tidak tahu jika pacarnya itu sedang mengandung anaknya.
"briann!! Wanita ini bohong kan, katakan nakk!!" tangisan bunda brian pecah.
"maafkan brian bunda, itu semuanya benar!" brian terisak.
Plakkkk!!! Ayah una menampar brian hingga tersungkur di lantai.
"tolong bawa anak anda keluar dari rumah saya!" suara ayah luna menggelegar ke seluruh ruangan. Keluarga brian meninggalkan rumah itu, beserta wanita yang menjadi saksi kebusukan brian juga ikut keluar dari sana. Mama una langsung memeluk una dengan tangisan tersedu sedu.
"una, kamu belum menjawab pertanyaan ayah tadi, siapa laki laki yang bersamamu?" naren baru saja akan pergi namun langkah kakinya terhenti ketika pertanyaan ayah una itu keluar. Una melepas pelukan mamanya.
"ayah, ini mas naren. Pria yang selama ini una cintai. Tapi hubungan kami kandas karna mas brian melamarku dan ayah meminta una untuk menerimanya!lalu sekarang, ternyata seperti ini, mas brian orang yang menyakiti kita ayah! " air mata una mengalir.
"sudahlah una, kedok brian sudah terbongkar, una sudah terhindar dari penderitaan, dan yah om, tante, saya minta maaf jika ikut campur dalam urusan ini, kalau begitu saya mohon pamit, tugas saya disini sudah selesai, permisi. "
"tunggu naren!" satu langkah lagi naren keluar dari pintu rumah itu, ayah una memanggilnya.
"apakah kamu benar benar mencintai una anak saya?" naren berbalik badan.
"sepenuh hati saya mencintai una, saya sangat menyayanginya, rasanya una sudah menjadi bagian dari saya. Tapi una sudah dilamar orang lain. Saya tidak bisa berharap banyak lagi terhadap una, una bahagia saya juga bahagia" hening beberapa saat.
"naren, apakah kamu bisa menemani dan menjaga anak saya?" naren ataupun una terkejut atas kalimat tersebut.
"mak-maksud om?"
"jika kamu bisa menjaga anak saya, saya akan merestui hubungan kalian. Saya lihat kalian berdua begitu sangat saling menyayangi dan saya harap kamu benar dengan kata katamu tadi."
"saya berjanji tidak akan menyakiti anak om, saya akan menjaga una sebaik mungkin." ucap naren mantap dengan senyum yang mengembang, matanya berkaca kaca. Una berlari dan memeluk naren dihadapan orang tuanya.
"ekhemmm!!" mama una berdehem. Una melepas pelukannya. Berbalik badan lalu beralih memeluk orang tuanya.
"terima kasih ayah sudah mengerti una"
"sama sama sayang, una tersenyum seperti ini ayah sudah sangat bahagia" mereka tertawa.
Air mata naren jatuh melihat mereka bertiga, terharu. Akhirnya ia mendapatkan unanya kembali menjadi miliknya seperti dulu. Bahkan ayahnya sendiri yang memintanya untuk mencintai una. Meski tanpa diminta pun naren tetap mencintai una sepenuh hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T LEAVE ME NAREN
Romantik" saya pikir kita saling mengerti, tapi ternyata tidak, semuanya berbeda, saya tidak mengerti apa yang naren alami,begitupun baliknya, keadaan terburuk saya sekalipun tidak ada yang bisa mengerti, termasuk orang yang sangat saya cintai, yaitu mas na...