Bab 13. Mencari

1.3K 163 32
                                    

Ah sudahlah, terima kasih untuk komentar yang lebih dari satu kali

***

Renjana menyesap teh manis hangat di dalam cangkir, perlahan cairan itu membuat tenggorokannya terasa lebih baik setelah meraung lebih dari satu jam.

Sementara di hadapannya duduk seorang wanita rimpuh yang setia mengiringi tangis Renjana dengan kata-kata penenang. Sedikit banyak ia sudah mendengar apa saja yang terjadi dalam keluarga Nandito, bahkan Renjana juga sudah menceritakan tentang Jeffran.

Mbok Yun benar-benar tidak menyangka, gadis kecil yang dulu disia-siakan oleh orang tuanya kini dipatahkan hatinya oleh suaminya sendiri. Ia merasa bersalah karena meninggalkan Renjana saat itu, berpikir bahwa Renjana akan bahagia bersama pria yang dicintai. Tapi mengapa yang ia lihat kini di hadapannya hanya seorang wanita malang yang terluka berkali-kali?

Mulanya ia niat datang ke Jakarta karena ingin mengunjungi kontrakan cucunya yang merantau. Tapi beberapa hari di sini rupanya ia dipertemukan dengan gadis kecil yang sudah ia anggap seperti cucu sendiri. Rupanya ada banyak hal yang ia lewatkan. Rasa bersalah seketika meluap di dalam dadanya.

"Mbok, ajak aku pergi."

Ucapan Renjana membuat Mbok Yun terkesiap, sebenarnya ia memang berencana mengajak Renjana pergi. Tapi- "apa kamu ndak mau menyelesaikan permasalahan ini dulu?" Tanyanya dengan logat Jawa yang kental.

"Nggak, Mbok. Aku gak mau ketemu mereka lagi...." Renjana menangis lagi.

Merasa iba, Mbok Yun memegang tangan Renjana. "Nduk, Mbok bisa saja membawa kamu sekarang juga. Tapi lari dari masalah itu bukan hal yang baik."

Renjana terdiam, ia lupa di hadapannya ini adalah Mbok Yun, wanita yang memiliki prinsip kuat dan pemikiran yang matang. "Aku pasti akan selesaiin ini, Mbok. Tapi gak sekarang, aku butuh waktu."

"Kamu yakin? Memangnya kalau Mbok boleh tau, apa rencana kamu ke depannya?"

Cerai? Renjana baru memikirkan hal itu sekarang. Tapi mengapa rasanya sesak sekali? Mengapa ia masih tidak siap berpisah dari Jeffran? Padahal ia tahu dirinya hanya sebuah beban. Sebenarnya Renjana terlalu bingung tentang posisi dirinya sendiri saat ini. Ia tidak membenci Tari mau pun Jeffran, ia marah pada dirinya sendiri yang terlalu naif, tapi ia juga marah pada semua orang yang membohonginya.

"Kalau belum mau bertemu mereka, kamu bisa di sini dulu, sama Mbok. Sampai pikiran kamu lebih tenang." Mbok Yun menyarankan. "Nanti kalau sudah siap, Mbok antar ke mereka. Jangan merasa sendiri, walaupun sudah keriput begini Mbok masih bisa jagain kamu, Nduk."

Renjana mengangguk, ia merosot ke lantai untuk memeluk Mbok Yun. Wanita rimpuh itu balas memeluknya dengan erat, menyalurkan semangat lewat sebuah dekapan. "Yang sabar. Ujian pernikahan orang itu berbeda-beda, kamu harus kuat."

Diberi semangat seperti itu membuat Renjana semakin sedih, tangisnya pecah lagi.

***

"Diangkat?"

Jeffran menggeleng untuk pertanyaan ibunya. Ia terus mencoba menelepon Renjana, namun tidak juga mendapatkan jawaban.

"Ini udah malem, loh. Ke mana kira-kira istri kamu?" Kirana melirik jam dinding. "Ke rumah Pak Yuda, kamu udah tanya mertua kamu?"

"Udah, Ma. Aku telepon ke rumahnya, ART yang angkat, katanya Renjana gak ke sana hari ini." Jeffran gelisah, ekspresinya tidak bisa berbohong.

Kirana menghela nafas berat, "temen Renjana selain yang tadi siang, kamu ada yang kenal?"

"Juwita, Hera udah nanyain ke dia tapi Renjana gak ke sana." Jawab Jeffran seraya menghubungi seseorang, "gimana?"

"..."

SELAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang