Bab 15. Khawatir

1.6K 180 60
                                    

A/N

Haloo terima kasih untuk kesetiaan kalian menunggu cerita ini. Maaf saya meninggalkan proyek ini terlalu lama. Saya tidak tau ini penting atau tidak tapi sebagai penulis yang baik saya akan kasih alasan pada kalian.

Jadi selama saya absen ini alasannya adalah saya dan keluarga sedang mendapat musibah, nenek saya tercinta meninggal beberapa hari yang lalu. "Tapi terlalu lama meninggalkan work ini?" Jawabannya adalah sebelumnya nenek saya sakit, dan saya ikut merawatnya.

Terlepas dari alasan saya yang jujur ini, sekali lagi terima kasih atas kesediaan kalian meluangkan waktu untuk meninggalkan jejak.

Sedikit tambahan, sebenarnya saya tidak terlalu peduli dengan jumlah vote yang saya dapat, tapi sebagai pembaca yang bijak tentu kalian paham cara menghargai sebuah karya.

Ada satu lagi, saya tidak tau ini kabar baik atau buruk karena faktanya beberapa hari lalu 'SELAKSA' dimintai naskah oleh salah satu penerbit untuk diterbitkan. Bahkan sampai sekarang saya belum memberikan jawaban karena menghargai kalian sebagai pembaca setia. Saya tentu paham bagaimana rasanya digantung dalam penantian dan rasa penasaran. Jadi saya memilih untuk menyelesaikan work ini sampai akhir.

Untuk ke depannya saya tidak tau apa yang akan terjadi, sebagai mahasiswi Sastra Indonesia saya jelas bangga dengan pencapaian ini, tapi apa pun itu saya akan berusaha untuk memberikan karya terbaik versi saya.

Salam cinta,
Veloveny

Iya saya ganti uname karena veloveny adalah nama pena saya sejak awal.

.

.

.

Setelah melewati adegan dramatis di mana Jeffran dan Yuda menghadapi Renjana yang meraung, akhirnya wanita yang sedang mengandung itu mau untuk diajak pulang oleh ayah dan suaminya.

Ayah dari Renjana bersikeras membawa sang putri untuk sementara tinggal dengannya, Jeffran pun bisa ikut kalau mau. Hal ini ia lakukan sebagai bentuk tanggung jawab kecil yang pernah ia abaikan dulu sekaligus memberi sedikit pelajaran pada Jeffran.

Meski sudah sampai sejak tadi sore di rumah ayahnya, Renjana masih memilih untuk bungkam di atas ranjangnya. Sesekali ia menggeliat kecil karena pegal. Sementara Jeffran menemaninya dalam hening, memberi waktu bagi istrinya yang mungkin masih marah padanya. Ia tidak beranjak sama sekali sejak malam mulai menyapa, menunggu kesiapan istrinya untuk bicara. Tapi diabaikan seperti ini sangat tidak enak rupanya.

Renjana beranjak duduk, mengalihkan perhatian Jeffran dari buku yang tengah dibacanya. "Kenapa?"

Sebelum menjawab Renjana melirik nakas, tidak ada air minum. "Haus." Cicitnya.

Jeffran tersenyum dan menutup bukunya, ia mendekati ranjang tempat istrinya beristirahat. Sadar Renjana tidak menghindar ia membubuhkan sebuah kecupan di dahi indah itu. "Mau denger penjelasan aku sekarang?" Tanyanya.

Bahkan Renjana tidak berniat mengiyakan, tapi ia juga tidak bisa menolak saat Jeffran duduk di sisinya untuk memberi pelukan hangat. Oh Renjana tidak munafik, ia merindukan kehangatan ini. Meski tak membalas ia menikmati perlakuan Jeffran.

"Aku dan Tari bertemu dua bulan setelah hadir di acara wisuda kamu. Dia gadis yang menyenangkan, aku bahkan gak bosan denger dia mengeluhkan tugas kuliahnya yang menumpuk atau ceruta tentang temannya yang suka sama aku. Kami sering bertukar pesan dan ya, akhirnya menjalin hubungan."

Renjana merasakan jantungnya yang terasa diremat, ia ingin menjauh tapi Jeffran terlalu erat memeluk.

"Denger sampai selesai, Wife." Titah Jeffran. "Beberapa bulan kami pacaran, aku sadar aku benar-benar mencintai Tari. Hubungan kami berjalan lancar sampai suatu hari Tari meminta hal yang nggak masuk akal untuk pertama kalinya. Dia nyuruh aku untuk menikahi sahabatnya." Jeffran dapat merasakan kemejanya diremat kuat oleh Renjana. "Aku jelas menolak, itu adalah permintaan paling konyol sepanjang kami menjalin hubungan. Tari bilang dia akan tetap jadi pacar aku walau aku udah menikah, dengan syarat hubungan kami dirahasiakan. Aku sempat marah dan ninggalin Tari beberapa minggu tanpa kabar."

SELAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang