Chapter VII

1.2K 160 16
                                    

🖤 Happy Reading 🖤

|•| |•| |•|

Beberapa menit kedua orang yang sedang beristirahat itu dilingkupi keheningan. Hanya terdengar suara-suara lain di sekitar mereka. Dengung obrolan para karyawan, denting sendok yang mengenai permukaan piring.

Sean melirik beberapa pegawai yang sudah kembali keluar kantin menuju ruangan masing-masing. Beberapa karyawan perempuan dan laki-laki yang nampak berjalan sambil bersenda gurau. Penuh keceriaan merasakan kebebasan bekerja, menerima gaji sendiri, bahkan mungkin mereka memiliki rencana masa depan di kemudian hari.

Seperti dirinya kini, ia memiliki keinginan untuk masa depan. Keinginan untuk kebebasan tak terbatas namun memiliki segalanya. Itulah kenapa ia berjuang selama ini. Menjadi seorang reporter tak kenal takut demi mengejar ambisi sampai ia memiliki segalanya sendiri.

Namun seperti perkataan Yuchen, dirinya tidak memiliki masa depan dalam masalah hati.

Yah – mungkin, bahkan ia sendiri tidak yakin dengan hubungan yang ia jalani hingga menyebabkan semuanya kandas dalam waktu singkat tanpa banyak meninggalkan kenangan indah.

“Hei! Jangan melamun,” Yuchen mengibaskan tangan di depan wajah Sean yang termangu.

Sedikit masam, Sean berusaha mengulas senyum. Ia mendadak teringat kejadian tadi malam.

Seorang pemuda.

Reflek Sean mengangkat jari dan menyentuh bibir. Rona mukanya sontak berubah menjadi merah tanpa ia sadari.

Yuchen sedikit mengernyit melihat perubahan wajah teman mudanya. Ia kembali menggelengkan kepala sambil mengulum senyum melihat pemuda yang sedang dilanda kegalauan.

“Lebih baik kita menemui Mr. Feng. Bukankah kau ingin ikut ke lapangan?” ia berkata setelah menghabiskan minuman lemon.

Sean manggut, berusaha menepis bayangan yang mendadak muncul tanpa diduga. “Ayo!” ujarnya sambil beranjak bangkit dari tempat duduk.

Keduanya kini berada di ruangan direktur. Duduk menghadap Mr. Feng, mendengarkan penjelasannya dalam mengungkapkan peristiwa yang terjadi.

Mr. Feng memperlihatkan tayangan kejadian di Tashkent, Uzbekistan, dimana para wartawan Amerika yang sedang berada di pasar senjata terlihat ditodong oleh beberapa orang bersenjata.

Kelompok bersenjata itu menutup wajah mereka dengan kain hitam yang dibelit ke belakang kepala. Mereka menggiring nyaris sepuluh wartawan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ke dalam sebuah mobil.

Sean sedikit terkesiap saat melihat satu orang wartawan yang ditembak langsung di tempat oleh sosok yang mukanya tertutup kain hitam serta baju yang juga seluruhnya hitam.

Mr. Feng melirik penuh kepuasan pada Sean yang sempat memundurkan kepala karena terkejut. “Berita ini langsung kita dapatkan secara eksklusif. Kau terlihat kaget, Sean,” ia tersenyum tipis.

Sean berusaha menampilkan senyum. “Hanya tidak menyangka kalau media ini selalu mendapat berita paling pertama.”

Senyuman Mr. Feng kembali tersungging sambil menatap penuh kekaguman pada karyawan barunya. “Aku telah banyak mendengar tentangmu, mereka mengatakan tak akan ada seorang pun yang percaya sesuatu telah terjadi, sampai seorang Sean Xiao menyampaikan berita lewat Tianyi Media.”

Sean mengulas senyum, sedikit bangga dan juga merasa tersanjung. Senyumannya terlihat puas sambil menatap balik pada direkturnya.

“Tidak jauh berbeda dengan disini, mereka juga bilang bahwa Oriental Pearl telah banyak menutupi berita. Namun disaat berita itu muncul, itu berarti teroris benar-benar bertindak sesuai dengan kabar yang disampaikan.”

𝓜𝓲𝓼𝓼𝓲𝓸𝓷 𝑺𝒉𝒂𝒏𝒈𝒉𝒂𝒊 [𝓔𝓷𝓭] (Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang