🖤 Happy Reading 🖤
|•| |•| |•|
Gedung reruntuhan teater itu berada di jalan Guowei. Masuk ke jalan kecil dan berseberangan dengan bangunan lain yang juga terbengkalai. Jalanan kering di depan gedung, pecahan tembok dan bata berserakan, pohon kering dengan daunnya yang kekuningan.
Bangunan itu cukup besar dan panjang, bergaya kolonial bercat putih. Tiang tinggi dan besar. Jendela kaca yang pecah sebagian, cat tembok yang terkelupas. Bahkan sebagian dinding sudah ditumbuhi lumut hijau kehitaman.
Besi berkarat yang masih menempel pada dinding kasar. Tiang-tiang persegi yang menopang bangunan. Ada bara api yang menyala-nyala, merah dan menguarkan suasana panas sewaktu Sean memasuki bangunan.
Disambut dua sosok yang menodongkan pistol, Sean menaiki tangga kotor berdebu. Dua senjata api itu mengiringi langkahnya karena terus ditodongkan di belakang punggung. Tiba diatas, seorang penjaga memeriksa seluruh tubuh Sean. Setelah yakin pria manis itu tidak membawa senjata, ia menggerakkan dagu ke samping.
Sean melangkah lambat, berpaling ke arah kanan, ia melihat Maggie yang terikat pada kursi kayu.
Beberapa penjaga berdiri di setiap sisi tiang, di dekat jendela kaca yang pecah sebagian. Lantai berdebu dan dipenuhi banyak tanah kering. Sinar matahari menerobos melalui pecahan jendela yang sebagian tertutup kain usang dan lusuh.
Mr. Feng duduk diatas meja kayu, didekat laptop yang menyala. Anak buahnya duduk menghadap laptop untuk bersiap-siap menginstall lagi pen drive yang hendak ia ambil dari Sean.
Sementara di depan Maggie, duduk di kursi kayu, A Li nampak menyeringai memelototi wajah cantik Maggie.
Dengan mata membelalak, Sean bergegas melangkah, menghampiri sang mantan yang menatap terkejut padanya.
“Maggie!”
Sean hendak mendekati gadis yang ketakutan.
“Sean?!”
Kepala Maggie menggeleng samar dengan wajah bersimbah airmata.
Sean nyaris berlari ke arah Maggie. Namun belum tiba di dekat gadis itu, mendadak satu pukulan yang sangat kuat dari kepalan tangan A Li yang bangkit berdiri, mendarat ke perutnya.
Rasa mual langsung menyergap. Sean nyaris tersandung namun lengan kekar A Li menahan tubuhnya. Memelintir sebelah tangan, dan membalikkan posisi hingga dirinya kini terhempas pada kursi kayu. Tepat ketika pantatnya mengenai kursi, sikut A Li menyodok dadanya sekuat tenaga.
“Tidak! Sean?!”
Dilingkupi rasa panik dan takut, Maggie membelalak khawatir. Menggerak-gerakkan anggota badan, dengan sia-sia berusaha melepaskan diri.
Kepala Sean tertunduk, tidak berdaya ketika kedua tangannya diikat pada kursi kayu. Ia merasakan dadanya sesak dan sakit. Berusaha menarik nafas dalam-dalam, mengisi paru-parunya yang kesulitan bernafas, Sean mengangkat wajah. Sorot matanya yang bening diliputi kekhawatiran.
“Bagaimana keadaanmu, Maggie?” susah payah ia berkata lambat.
Airmata Maggie mengalir tak tertahan, merasa tak sanggup melihat pria yang dicintainya kini tak berdaya dan tersakiti gara-gara dirinya yang mudah terprovokasi hingga datang ke Shanghai.
“Aku benar-benar menyesal, Sean..”
Suaranya terdengar lirih diiringi gelengan kepala. “Kedatanganku kesini, menambah masalah untukmu..”
Berusaha mengulas senyuman, kepala Sean ikut menggeleng lemah.
“Tidak.. Itu bukan salahmu.. Justru aku yang membawamu ke dalam masalah..”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝓜𝓲𝓼𝓼𝓲𝓸𝓷 𝑺𝒉𝒂𝒏𝒈𝒉𝒂𝒊 [𝓔𝓷𝓭] (Dibukukan)
ActionSean Xiao, seorang reporter yang sangat ambisius. Bahkan mau melakukan apa saja demi keinginannya yang bisa mengangkat namanya menjadi reporter paling ternama, hingga ia memasuki perusahaan komunikasi terbesar di Shanghai. Namun sayang, di balik sem...