Chapter III

1.5K 201 24
                                    

🖤 Happy Reading 🖤

|•| |•| |•|

Kepulan uap dari cangkir yang ia pegang menari-nari ke arah wajahnya. Sean berdiri di balkon kamar lantai 13, Gymnasium Apartment. Menatap langit biru yang kontras dengan awan putih cemerlang. Bangunan tinggi lain berdiri tegak seolah menantang langit. Ia menghembuskan nafas lantas kembali menghirup kopi dari cangkir di tangannya.

Langit pagi yang cerah dengan gumpalan awan putih membawa semangat baru bagi Sean. Walaupun berat, ia harus mengambil keputusan itu. Menjauh sementara dari kotanya, dari lingkungan pekerjaan lama dan dari mantan kekasihnya.

Dengan pergi ke tempat lain, ia berharap bisa mengobati perasaannya walaupun masih tetap menghubungi Maggie meskipun cuma mengirimkan kabar.

Dia baru saja menghubungi Yuchen, produser senior di Oriental Pearl yang nama serta nomor teleponnya tertulis di surat penawaran kemarin. Sebelumnya dia hanya ingin tahu tentang kebenaran penawaran tersebut serta batas waktu yang diberikan.

Produser itu hanya mengatakan kalau dirinya akan diuji sementara selama masa orientasi dalam waktu tiga bulan.

Yah – hal itu memang wajar.

Hampir semua pekerjaan awal akan selalu di orientasi dalam waktu tertentu. Ke depannya, dia bisa saja seterusnya bekerja disana atau memilih kembali ke Wuhan. Tapi dia juga harus mempunyai persiapan dan ia perlu berbicara pada editornya di Tianyi Media.

Sean segera menghabiskan kopi paginya dan masuk ke dalam kamar untuk bersiap-siap. Dalam waktu sepuluh menit, ia sudah mengemudikan sedan biru miliknya menuju distrik Jianghan.

Dalam tampilan kemeja biru tua dan jaket sporty serta kacamata bening yang menghalangi keindahan matanya, ia melangkah memasuki pintu kaca gedung setelah berkendara selama tiga puluh menit. Langkahnya begitu anggun melewati lobi, menaiki tangga dan menuju ke ruangan wartawan.

Ruangan besar yang dipenuhi meja dan komputer serta alat-alat lainnya terlihat ramai oleh para karyawan yang sudah datang. Para reporter wanita pagi itu saling berebut mengucapkan sapaan.

“Hai, Sean. Selamat pagi..”

“Sean, apa kita akan sarapan bersama lagi?”

Sean menampilkan senyuman manisnya sambil menyapa mereka.

“Pagi semua..”

“Pagiiii, Sean..”

Nyaris seluruh ruangan mengucapkan sapaan sambil menatap sosok menawan yang muncul di antara mereka.

Sean melebarkan senyum sambil melangkah mendekati mejanya sendiri.

“Sean, apa kau mau kubuatkan kopi?” salah seorang reporter wanita terlihat mendekat.

Sean berpaling dan menatap satu gadis yang cukup cantik berdiri di dekatnya. “Terima kasih, Merry. Tapi aku sudah minum kopi,” ia mengedipkan mata.

Gadis bernama Merry itu memutar bola mata. “Sayang sekali,” ia mendesah kecewa sambil berlalu.

Kepala Sean menggeleng seraya mengulum senyum. Belum lama ia duduk, satu gadis lagi yang menghampiri dan menyodorkan sepotong roti panggang padanya.

“Ambillah. Kau pasti belum sarapan,” Er Xi, salah satu reporter disitu, berambut hitam panjang, bentuk wajah bulat serta mata hitam yang berbinar.

Sean menghadapkan kursi pada gadis itu. Tangannya menyambut roti panggang yang masih utuh dengan isian potongan sayur dan keju.

“Kau baik sekali, Er Xi. Tahu saja aku belum sarapan,” Sean langsung menggigit ujung roti.

“Bukankah itu kebiasaanmu,” desis Er Xi lantas meninggalkan meja kerja Sean. “Aku akan menagih bill padamu,” suaranya terdengar dari balik bahu.

𝓜𝓲𝓼𝓼𝓲𝓸𝓷 𝑺𝒉𝒂𝒏𝒈𝒉𝒂𝒊 [𝓔𝓷𝓭] (Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang