Chapter IX

1.1K 172 29
                                    

🖤 Happy Reading 🖤

|•| |•| |•|

Rasa penasaran yang nyaris semalaman menghantui, beribu pertanyaan yang berputar di benaknya membuat tidurnya tidak menentu. Saat bangun di pagi hari dengan pikiran yang masih sangat linglung, ia memutuskan untuk datang ke tempat itu. Rasa ingin tahu yang besar membuatnya mengikuti yang tertulis diatas kertas tersebut.

Ingin mengetahui apa benar pemuda itu yang memintanya datang.

Kalau memang iya, lantas siapa dirinya?

Dan apa hubungannya dengan semua yang terjadi?

Bermodal tekad dan rasa penasaran yang kuat, Sean kini berada di dalam bus yang membawanya ke kawasan Huangpu. Tempat yang ia tuju berada di Inner Ring Road, tepat di bawah jalan layang yang memanjang.

Sambil melirik jam tangan, Sean berjalan ke tempat tujuan setelah ia turun dari bus. Garden Lishe itu berada jarak 200 meter di depannya. Membenahi dasi dan sedikit membetulkan letak kacamata ia mencoba untuk santai melangkah ke arah bangunan putih yang berada tepat di sisi sungai Huangpu.

Bola matanya bergerak waspada ke semua arah. Ia pun memasuki bangunan mencari kafe yang tertulis di kertas. Sesaat kemudian ia melihat nama tersebut. Berada tepat di tepian sungai, seakan tempat itu mengapung diatas air.

Sean memasuki kafe dan bertemu salah seorang pelayan laki-laki berseragam hitam putih dipadu rompi dan jas. Pelayan itu seolah membimbing dirinya dan menunjukkan satu meja persegi di sisi kaca yang terbuka, dan sepasang kursi kayu warna coklat muda dibatasi pagar pendek putih.

Sambil mencoba untuk tenang, Sean menempati salah satu kursi. Menatap ke seberang sungai, ia melihat bangunan tinggi yang menjulang. Jauh di sisi barat deretan rumah dan penduduk serta perumahan mewah lainnya terlihat memadati tata kota.

Pelayan itu kembali membawakan minuman dan sedikit camilan yang ia pesan untuk berdua.

Sean merasa gelisah, merasakan dadanya berdebar cepat seolah akan bertemu seseorang yang ia rindukan. Berkali-kali menarik nafas dalam, ia sesekali berpaling ke arah pintu masuk. Angin musim panas berhembus menggerakkan rambut depannya yang sedikit menutup kening.

Kepalanya kembali menoleh ke arah pintu, rasanya ia menunggu sudah sangat lama padahal baru beberapa menit. Dia sengaja datang sebelum tepat jam 10. Hembusan nafasnya kembali terdengar, berusaha menenangkan diri seiring debarannya yang terus meningkat.

Tatapannya beralih memandangi sungai Huangpu yang beriak, dilewati beberapa kapal kecil. Sedikit mengernyit, matanya yang silau menyipit seiring sinar matahari yang jatuh pada permukaan air.

Menyadari satu gerakan di dekatnya, serentak Sean menolehkan kepala ke arah sumber suara.

Sosok tampan itu tiba-tiba sudah duduk di kursi seberang meja. Tampilan rapi dan elegan, kemeja putih dilapisi blazer panjang selutut warna coklat muda. Kacamata hitam masih bertengger manis menghias wajahnya yang menawan.

Sekian detik Sean merasa berhenti bernafas. Sedikit melebarkan mata melihat pemuda tampan itu tersenyum begitu manis. Entah kenapa senyuman itu begitu mengenai sesuatu di dalam hatinya. Saat itu juga ia merasa yakin kalau senyuman itu akan selalu membekas di benaknya.

“Akhirnya kau datang,” suara berat itu mulai terdengar.

“Hmm,” Sean masih berusaha menguasai diri.

“Kau terlihat gelisah,” pemuda itu kembali berkata.

Sean menghela nafas, sebelum melontarkan pertanyaan serius. “Siapa kau? Kenapa bisa mengenalku? Kenapa mengajak bertemu dan apa maksud perkataanmu kemarin?”

𝓜𝓲𝓼𝓼𝓲𝓸𝓷 𝑺𝒉𝒂𝒏𝒈𝒉𝒂𝒊 [𝓔𝓷𝓭] (Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang