Chapter XXVII

813 133 34
                                    

🖤 Happy Reading 🖤

|•| |•| |•|

Sedikit membelalakkan mata, Sean menatap satu wajah yang berhadapan begitu dekat dengannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedikit membelalakkan mata, Sean menatap satu wajah yang berhadapan begitu dekat dengannya.

“Yibo?”

Bisikannya terdengar sewaktu telapak yang sebelumnya menutup mulutnya kini turun perlahan.

Rasa lega merambati dirinya yang sedari tadi kebingungan, merasa tidak ada siapapun yang bisa ia andalkan disaat terjepit dan situasi bahaya yang melingkupi.

“Yibo, kau tidak apa-apa? Kau pergi kemana? Bagaimana lukamu? Kenapa kau tidak menghubungi – “

Rentetan pertanyaan itu terhenti oleh satu ciuman singkat namun lembut dari si pemuda.

“Aku mengkhawatirkanmu, syukurlah kau selamat,” Yibo mengusap pipi mulus Sean yang memerah karena pengaruh suasana dan kelelahan setelah aksi melarikan diri dari petugas.

“Aku tidak apa-apa. Aku pun tidak ingin tertangkap oleh mereka.”

“Kau sudah menderita,” kedua telapak Yibo menangkup wajah, mendekatkan bibir dan menjalin ciuman mesra selama beberapa saat.

Sean hanya memejamkan mata, meresapi semua rasa dan perlakuan kekasihnya. Memeluk tubuh tegap yang berbalut jaket tebal warna coklat. Hoodie yang lebar dan menutup kepala, menyamarkan perbuatan mereka di tengah-tengah suasana sore yang tegang. Dengan kemungkinan besar akan terekspos karena bisa saja ada yang memergoki keduanya saat itu.

Ciuman mereka terlepas sewaktu samar terdengar suara sirene mobil polisi.

“Kita ke tempat tersembunyi.”

Mata gelap Wang Yibo menatap waspada ke sekitarnya, kemudian menarik tangan Sean berlalu dari tempat itu. Menyusuri jalan berumput, berlindung diantara pohon-pohon yang tumbuh tak beraturan.

Keduanya terus berjalan ke sisi timur sungai sedikit ke pedalaman, memasuki pemukiman sederhana yang terdiri dari bangunan kecil dan minimalis, nyaris kumuh.

Tanah rerumputan kering, pohon dan bunga liar memenuhi tempat yang kini dituju keduanya. Satu rumah kecil hampir menyerupai gubuk dengan dinding yang sudah sedikit lapuk, pintunya yang tidak terkunci didorong pelan oleh Wang Yibo.

Udara pengap langsung menyerbu hidung Sean. Mata jernihnya menyapu ruangan remang-remang, hanya diterangi cahaya lemah dari lampu yang menggantung pada langit-langit, menatap sepasang kursi kayu model lama dan kusam. Cat dinding itu bahkan ada yang terkelupas sebagian, memperlihatkan bekas air mengalir. Reflek Sean mengangkat wajah, mengamati langit-langit yang terbuat dari Eternit dan mulai terlihat bercak-bercak coklat.

“Yibo.. Apa kau – semalam tidur disini?”

Ia tidak bisa menyembunyikan nada prihatin dari suaranya. Merasa ikut sedih dan masygul menyadari bagaimana kekasihnya melewati malam di tempat kumuh dan dingin seorang diri.

𝓜𝓲𝓼𝓼𝓲𝓸𝓷 𝑺𝒉𝒂𝒏𝒈𝒉𝒂𝒊 [𝓔𝓷𝓭] (Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang