Chapter XXVIII

906 136 49
                                    

🖤 Happy Reading 🖤

|•| |•| |•|

Kedua orang yang menghabiskan malam di tempat tersembunyi, kini mulai bersiap-siap untuk melarikan diri. Merasa dirinya sudah kembali fit, Wang Yibo memutuskan untuk mengantarkan sang kekasih bagaimanapun caranya. Nyaris semalaman ia memikirkan cara aman, meskipun pada akhirnya tetap ia memilih jalan darat.

Sosok Lu Yi yang membantu mereka pagi itu kembali tidak terlihat batang hidungnya. Entah apa pekerjaan dia sebenarnya. Laki-laki itu hanya menyediakan pakaian buat keduanya.

"Lu Yi sangat baik, dia sampai memberikan baju ganti untuk kita," sambil mengenakan pakaian, Sean bergumam, merasa kagum pada kebaikan sosok asing pada mereka yang sama sekali tidak dikenalnya.

"Hidup dalam kemiliteran membuat rasa empati kita akan meningkat. Itu sudah melekat di jiwanya."

Menanggapi perkataan kekasihnya, Wang Yibo ikut merasakan kekaguman terhadap laki-laki asing yang mengaku sebagai seniornya.

Dia nampak menyelipkan senjata api ke balik punggung. Memeriksa perlengkapan lain yang diperlukan selain uang dan data diri. Setelah semalaman ia membeberkan uang kertas diatas meja karena dompetnya basah waktu tercebur ke dalam sungai. Beruntung ponselnya masih bisa dipakai setelah seharian mati, selain kehabisan baterai juga karena terkena rendaman air sungai.

"Kau sudah siap?"

Tatapannya tertuju pada Sean yang mengalungkan flashdisk pada leher, menyembunyikan ke balik kemeja.

Sambil mengangguk, Sean meraih ponsel. Kakinya melangkah mengikuti si pemuda yang keluar dari pintu kamar.

Satu langkah lagi keduanya mendekati pintu utama, Sean merasakan ponsel di saku celana itu bergetar. Tanpa curiga ia merogoh ke dalam saku, membuka satu pesan yang masuk ke nomornya.

Namun langkahnya mendadak berhenti, nyaris mundur tak seimbang waktu menatap satu foto pada layar ponsel.

"Yibo..?"

Si pemuda berbalik mendengar suara panik Sean. Kerutannya tercipta melihat wajah pucat sang kekasih seraya memelototi ponsel yang menyala.

Tanpa bertanya, Wang Yibo mengambil ponsel dari tangan Sean. Wajahnya kini berkerut geram seiring kilatan ganas pada mata gelapnya.

"Brengsek!"

Desisannya terdengar sewaktu ia memperhatikan satu foto.

Sosok Maggie yang terikat pada kursi dengan dua penjaga di belakang yang siap menyiksa gadis itu.

Masih dilanda emosi membakar, satu pesan lagi kembali berbunyi.

[Datang kesini dan bawa pen drive jika masih menginginkan pacarmu bernafas]

Wang Yibo menggeram penuh kemarahan, mencengkeram ponsel cukup kuat dengan mata berkilat-kilat.

Tangan Sean bergerak mengambil ponsel untuk melihat pesan yang masuk. Mata beningnya membelalak makin lebar sedetik setelah membaca pesan.

"Mereka menahan Maggie! Yibo! Mereka mengancam nyawanya untuk mendapatkan kembali pen drive!"

Otak Wang Yibo seketika berputar mencari jalan keluar. Menyandarkan punggung pada daun pintu, berusaha tidak terbawa emosi dan terpancing provokasi musuh. Benaknya mulai dipenuhi rencana untuk bisa lolos sekaligus menyelamatkan gadis yang mereka sandera.

"Yibo! Maggie dalam bahaya!"

Melihat si pemuda hanya berdiam diri, Sean merasa kesal, jengkel, marah dan takut. Dia mengkhawatirkan gadis itu meskipun sudah bukan berstatus sebagai kekasih. Otaknya seketika buntu, tidak memikirkan kemungkinan lain yang mungkin saja direncanakan pihak musuh.

𝓜𝓲𝓼𝓼𝓲𝓸𝓷 𝑺𝒉𝒂𝒏𝒈𝒉𝒂𝒊 [𝓔𝓷𝓭] (Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang