Chapter XXVI

802 136 26
                                    

🖤 Happy Reading 🖤

|•| |•| |•|

Sesuai rencana, Sean akhirnya mengikuti perkataan Alina, membiarkan gadis itu mengantarnya ke stasiun Shanghai. Sengaja memilih waktu pagi untuk memasuki gerbang parkiran, Alina kini hanya bisa duduk tertegun diatas motornya. Belum sempat menembus pintu keamanan parkir karena disana sudah standby petugas polisi untuk memeriksa setiap orang yang masuk.

“Sial! Mereka benar-benar tidak memberi celah!”

Gadis itu mendengus jengkel.

“Bagaimana kalau menaiki bus?” Sean ikut mengamati polisi yang berada di setiap pintu palang parkir.

“Hmm, kita coba.”

Alina memutar motornya kembali ke arah jalan sebaliknya. Mulai pelan-pelan melajukan motor dengan tatapan waspada ke setiap orang yang berpapasan dengannya.

Tiba di terminal, Alina kembali memutar pandangan. Merasa sedikit aman, ia menurunkan Sean sejauh lima ratus meter dari pintu terminal.

“Hati-hatilah. Kalau ada masalah, kabari aku,” dia berkata setelah melihat Sean memakai jaket hitam dan topi.

“Jangan khawatir,” sambil menyelipkan kacamata pada saku jaket, Sean mengangguk ringan dan berjalan sambil memasukkan dua tangan ke dalam saku.

Meskipun sedikit cemas, Sean mencoba bersikap santai. Dia pun tidak kembali menoleh waktu mendengar motor yang dikendarai Alina menjauh dari tepi jalan.

Sekian menit ia berjalan, merasakan jantungnya seakan tak berhenti melompat-lompat karena tegang dan panik. Mata jernihnya terus waspada mengamati sekeliling hingga ia berhenti jarak dua meter dari pintu terminal. Keringat dingin bermunculan waktu melihat beberapa petugas patroli dan polisi baru saja tiba di gerbang pintu.

Selama beberapa saat ia merasa bingung dan tegang hingga tubuhnya kaku untuk bergerak, tidak menyadari ada seorang ibu-ibu yang sedang duduk di bangku tepi jalan bersama suaminya memperhatikan dirinya yang membeku.

Tatapan nyonya berpotongan sederhana dengan rambut lurus itu terus memelototi, sedikit menyelidiki seolah mengingat-ingat. Suaminya yang fokus membaca surat kabar sama sekali tidak menyadari perilaku istrinya hingga ia merasakan goyangan pelan pada lengannya.

Sang suami melirik terheran-heran pada si istri lantas mengikuti tatapan matanya yang tertuju pada pria yang hanya membeku kebingungan di tempatnya berdiri.

“Ada apa?” ia mengernyit.

“Bukankah pemuda itu yang ada di gambar ini?” jari sang istri menunjuk tiga foto yang tercetak pada lembaran koran.

Laki-laki itu mengikuti arah yang ditunjuk. Sedikit memperhatikan lantas kembali mengarahkan tatapan pada pria yang mulai tersadar.

“Kau benar. Dia buronan yang dicari polisi,” gumam sang suami.

Mengikuti insting seorang penduduk yang baik, sang suami berpaling pada petugas polisi yang berdiri tidak jauh dari gerbang pintu terminal.

Si pria manis yang menjadi bahan pembicaraan segera tersadar menyadari tatapan curiga yang terarah padanya. Mengurungkan niat yang tadinya hendak memasuki terminal, Sean segera berbalik menjauh. Seraya membenahi jaket dan topi untuk menutupi sebagian wajah, ia tergesa melangkah lebar melihat gelagat tidak baik dari tempat yang ia tuju.

Jarak tiga meter ia melihat satu halte dan segera menuju kesana. Bertepatan dengan bus dalam kota yang tiba untuk mengangkut penumpang, terdengar teriakan samar dari belakang dirinya.

𝓜𝓲𝓼𝓼𝓲𝓸𝓷 𝑺𝒉𝒂𝒏𝒈𝒉𝒂𝒊 [𝓔𝓷𝓭] (Dibukukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang