halaman yang hilang

680 59 9
                                    





Di pagi hari yang cerah itu terlihat seorang pemuda sedang memakan sarapannya dengan khidmat, ia tengah memakan sup ayam yang ditemani air mineral karena terlalu malas untuk membuat kopi.

Jemarinya terus bergeser di atas layar iPad, sibuk memeriksa kembali data yang mungkin saja semalam ia lewatkan. Walaupun sudah diselesaikan sejak beberapa hari yang lalu, tapi ia tetap saja harus mengecek kembali, 'kan?


Tepat saat ia menyesap air mineral itu lagi, ponsel yang tak jauh dari jangkauannya berdering pertanda ada telepon yang masuk.

"Ya, halo?"

"Biar aku tebak, pasti masih sarapan, 'kan?"

Orang itu terkekeh sebentar lalu dia mengangguk, "kau benar."

Ia mendengar suara dengusan di ujung telepon, "ini sudah jam berapa sih? Kenapa belum berangkat juga? Sana berangkat! Kau mau diomeli—"

"Santai saja, lagipula gedungnya tidak akan berpindah tempat bukan jika aku belum berangkat sekarang?" Ia mengapit ponselnya di antara pundak dan telinga sembari membersihkan sedikit tumpahan kuah sup di meja.


"Tetap saja! Ah, kau ini bebal sekali. Jangan lupa nanti datang ke pameran lukisanku loh ya? Aku memerintahmu!"


"Eh? Pameranmu hari ini? Aku pikir besok lusa." Ia meraih tas selempang kulit yang tergantung di dekat rak buku sambil mengambil sepatunya di rak khusus yang sudah disediakan.


"Kau lupa lagi? Aku sudah memberikan tiketnya padamu minggu lalu dan kau masih lupa?"


"Iya bawel, nanti aku datang." Kini ponselnya ia pindahkan ke telinga sebelah kanan.



Tangannya disibukkan untuk menekan tombol pin pintu apartemen bermaksud menguncinya, saat mata gelap miliknya melirik pintu yang sangat familiar itu, pikirannya kembali melayang jauh entah kemana.



"Halo? Kau masih di sana?"



"Iya, aku masih. Sudah dulu ya? Nanti aku kabari jika aku akan datang, bye."


Ia tak sadar bahwa ada setitik air mata yang mengalir melewati pipinya.




"Sudah 10 tahun dan kau masih belum pulang juga, sebenarnya kau mau aku menunggu berapa lama lagi?"















































Epoch'
Don't hate someone too much, later you will fall in love with him.

a missing page










































Kopi ekspreso yang ada di genggamnya masih terlihat mengeluarkan uap panas menandakan kopi itu baru saja dibeli, setibanya di halaman tempat kerja sesekali seseorang yang memegang cup kopi itu menunduk membalas sapaan beberapa pasien dan perawat saat akan masuk gedung rumah sakit.


"Selamat pagi, Dokter."


Dokter muda itu membalas dengan senyuman ramah, perawat yang tadi menyapanya langsung tersenyum malu.

"Oi, Dokter Manis!"









Yang dipanggil hanya memutar mata dengan ekspresi malas, "aku punya nama."




epoch' [ nomin ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang