Berjalan melintasi beberapa penari di atas fodium, bersama dengan empuh pemilik dari sanggar tari ronggang Dewi Sartika. Rasa senang tak terkira, membuat Srikandi tak henti-hentinya bersyukur.
Dari arah belakang, ia diikuti oleh Bu Aminah yang merupakan wanita berhati mulia penolong perjuangan gadis berusia dua puluh satu tahun itu.
Bu Aminah pun menggendong satu anak sementara Sri menggandeng anak sulungnya. Mereka memasuki perkarangan belakang rumah dengan banyaknya susunan bangunan berjajar rapi, bentuk dari bangunan itu minimalis dan hampir menyerupai pondok.
Di sanalah para penari tinggal, karena empuh tersebut tidak memperbolehkan penari untuk bolak-balik pulang kampung. Sehingga, ia menyediakan fasilitas penuh untuk penari agar lebih gampang ditemui.
Pasalnya, menurut rumor yang beredar bahwa sanggar tari Dewi Sartika milik Empuh Sugiman sangat tersohor hingga pelosok negeri. Sehingga, para penari harus ekstra kerja keras dalam berlatih. Karena panggilan untuk melaksanakan pentas seni datang tanpa diduga-duga.
Sesampainya di bangunan dengan cat berwarna cokelat, mereka pun berhenti. Ruangan yang terletak paling akhir itu dekat dengan aliran sungai entah menuju ke mana. Namun, Srikandi tak memedulikan perihal itu.
Tekadnya sudah bulat untuk mencapai cita-cita, walau ia harus tidur di atas lantai dengan berbantalkan lengan sekalipun. Terlebih dahulu, Empu Sugiman memasuki pondok tersebut. Ia menoleh ke arah Sri dan Bu Aminah tepat di depan teras bangunan tersebut.
"Ayo, kita masuk dulu," celetuk Empu Sugiman seraya mempersilakan Sri dan Bu Aminah.
Akhirnya, mereka memasuki ruangan itu dan Sri saling tukar tatap pada ibu angkatnya. Padahal, mereka baru saja kenal. Namun, wanita paruh baya itu sangat teropsesi untuk menjadikan Srikandi sebagai anak angkatnya.
Tak lama kemudian, mereka pun sampai di salah satu ruangan yang sangat gelap di belakang. Dari suasana yang terlihat bahwa ruangan itu tak lagi terpakai, karena sangat kusam dan kotor.
"Nduk, kamu mau, 'kan tinggal di ruangan ini?" tanya lelaki paruh baya di hadapan.
Secara saksama, Srikandi memandang ventilasi yang telah berdebu. Kemudian, ia juga melirik pintu dan tembok ruangan itu. Sudah sama dengan bentuk gudang, butuh kerja keras untuk bisa menyulapnya menjadi lebih baik.
"Sri, kamu ditanya, tuh?" Dari samping kanan, Bu Aminah menyiku gadis berusia dua puluh satu tahun itu.
"Ah, iya, Pak," sahut Sri spontan, ia juga terbata-bata dalam menjawab. Karena sedari tadi ia melamun dan tak bisa meletakkan pikiran itu lebih akurat.
"Ya, sudah, kalau mau. Nanti, saya akan memberikan kamu peralatan untuk membersihkan ruangan tersebut."
"Iya, Pak. Terima kasih," respons Srikandi seraya mengedarkan senyum semringah.
"Ini kuncinya, Nduk." Lelaki sebagai empu pemilik sanggar itu menyodorkan kunci pintu tersebut.
Dengan menggunakan tangan kanan, Srikandi pun meraih sodorannya dan berkata, "njih, Pak. Terima kasih."
"Saya tinggal sebentar dulu, ya?" timpal Empuh Sugiman.
Kemudian, lelaki yang mengenakan blangkon cokelat itu bergerak meninggalkan ruangan tersebut. Hanya ditemani—Aminah—ibu angkatnya, ia memasuki ruangan yang tidak terpakai itu.
Masuknya mereka berdua, spontan membuat air mata dilekuk pipi Bu Aminah menetes. Entah apa yang ia rasakan saat ini, setelah melihat ruangan itu terasa sangat menyayat ulu hatinya.
Ruangan yang tidak layak dihuni manusia, dengan keadaan amburadul dan udara terasa sangat jorok. Sementara ventilasi di dinding sebelah kiri sama saja, banyak serangga yang mendirikan tempat tinggal di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM TUJUH SAMUDRA
ParanormalRank 1 Ronggeng [ 23 September 2021 ] Rank 1 Budaya [ 23 September 2021 ] Rank 1 Paranormal [ 24 September 2021 ] Rank 1 Movie [ 24 September 2021 ] Rank 4 Horror [ 30 September 2021 ] Rank 1 Budaya [ 13 Oktober 2021 ] Rank 1 Mantra [ 13 Oktober 202...