Misteri Penemuan Tusuk Konde

539 35 0
                                    

Musik gamelan dan seruling bermain seirama, serta gerak kaki para penari mengikuti secara saksama, tepat pada pagelaran Tari Ronggeng yang diadakan tepat di hari Senin. Para petinggi di desa Merapi turut hadir menyaksikan tarian yang sedang berlangsung, diikuti dengan para petinggi luar daerah pun juga berhadir.

Satu persatu lokasi yang tersedia menjadi sangat ramai, setelah sebelumnya hanya berjumlah benerapa orang saja, di antara dari mereka mayoritas lelaki, akan tetapi setelah Tari Ronggeng berlangsung para istri pun duduk di samping suami mereka.

Ternyata pageralan seni tidak dinikmati kalangan dari para sesama penari saja di desa terssbut, tamu juga merupakan orang awam yang masih merindukan budaya Ronggeng itu dilaksanakan. Alasan utama mereka berhadir adalah ingin melihat para penari yang konon, terssohor hingga pelosok negeri.

Setelah sebelumnya pernah menjadi juara pertama pada ajang lintas budaya tingkat provinsi yang dibawa oleh Darmi dan yang lainnya. Keingintahuan masyarakat seputar tarian semakin klimaks, apalagi formasi kali ini dipimpin oleh Srikandi, penari berbakat yanh terbilanh masih muda dan baru saja menggabungkan diri di sanggar Dewi Sartika.

Jemari lentiknya menyatu pada alunan musik, seruling memancarkan bunyi khasnya pun membawa hentakan-hentakan kaki Srikandi untuk lincah bergerak. Gamelan juga tak kalah, pemain alat musik itu bernama—Samudro yang merupakan anak tunggal dari Empu Sugiman dan Ibu Karmila.

Samudro adalah lelaki yang sudah lama bergelut pada ajang pementasan seni, bisa dibilang bahwa ia adalah pesona tertanpan di sanggar tersebut. Selang beberapa menit berlangsungnya penari menjalankan aksi, biskinan maut datang lagi memasuki lubang telinga Srikandi.

Sebuah kata-kata asing yang ia sendiri tak tahu apa artinya, walaupun ia bersuku Jawa dengan campuran Sunda, perihal bahasa halus seperti itu Srikandi tak memahaminya.

Sehingga sedari tadi ia hampir kehilangan konsentrasi dengan memekik gelisah, sementara dari arah samping dan belakang, Hanon turut senyum semringah ditimpali gadis jemawa berperawakan bengis bernama Darmi, ia adalah dalang dari semua yang terjadi.

Sebisa mungkin Sri harus tetap tenang apa pun yang terjadi, hingga saat tarian selesai barulah ia bisa berbuat sesuka hati dalam menggerakkan badan.

"Srikandi ...."

'Suara apa itu? Kok, bulu kuduku merinding gini?'

"Srikandi ...."

'Astaghfirullah ... datang lagi, Gusti ... lindungi hamba dari hal-hal gaib yang ingin merasuki tubuh ini.'

"Srikandi ...."

Asma Allah telah Srikandi ucapkan, akan tetapi bisikan itu terus datang menghantui, kalaupun itu memang sebuah mantra aneh seperti sebelum-sebelumnya, pasti ia telah memahami. Namun, kali ini suara itu berbeda dari biasanya.

Selang beberapa menit bersenandika, acara Tari Ronggeng pun telah selesai, para penonton memberikan tepuk tangan dan berdiri di depan kursi masing-masing. Tampak jelas dari wajah Empu Sugiman dan Bu Karmila membuang ekspresi sangat semringah, ia tak menyangka kalau petinggi dari desa Merapi dan desa lain memberikan apresiasi pada mereka.

"Karmila, saya mau tanya sama kamu," panggil Dasima salah satu penikmat Tari Ronggeng yang berasal dari sanggar tari desa sebelah.

"Iya, Das, ada apa?" jawab Karmila lembut.

"Wanita yang di depan itu namanya siapa? Kok, saya baru lihat hari ini ada penari seperti ia di sanggarmu?"

"Hmmm ... i-iya, Das. Namanya Srikandi, ia adalah murid baru di sanggar kami. Sekitar tiga minggu begitulah, aku juga tidak begitu paham. Soalnya ... suami saya yang menerimanya ketika itu. Emang kenapa, Das?" Setelah berkata, Karmila pun bercokol berdua di posisi belakang pengunjung lainnya.

DENDAM TUJUH SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang