Kebengisan Senior Penari Desa Merapi

784 48 0
                                    

Selesai melaksanakan salat magrib, kedua wanita yang sama-sama mengenakan mukenah putih itu melintasi koridor dan akhirnya mendapati musala.

Bangunan dengan cat warna kehijauan itu menjadi tempat satu-satunya untuk mereka beribadah, sebelum akhirnya kembali ke dalam sebuah asramah.

Sanggar tari Dewi Sartika tidak memungut biaya makan, perlengkapan, hingga biaya latihan. Karena sanggar tari itu bergerak untuk menuangkan bakat kaula muda Desa Merapi, meski pesertanya ada yang berasal dari luar daerah. Sama halnya dengan Srikandi, ia adalah mojang Bandung yang berminat dalam kesenian tari ronggeng.

Lasmi dan Sri memasuki ruang musala dan melaksanakan salat magrib berjamaah, diimami oleh empu pemilik sanggar yang senantiasa memberikan mereka ilmu. Di luar dari itu, pemilik sanggar juga melatih para penari untuk bersikap lemah lembut pada penonton maupun orang yang lebih tua.

Akan tetapi tidak dengan lima kelompok yang tergabung dalam penari ronggeng senior diketuai Darmi. Ia adalah orang pertama yang berlatih di sanggar Dewi Sartika, sehingga sikapnya membuat peserta lain sangat muak.

Tak hanya itu, ia juga senang mengadu domba pada empu dan rekan penari lainnya untuk saling bermusuhan. Namun, di sanggar terssbut tak ada yang berani melawan kesemena-menaan mereka. Tampaknya penari sudah mengetahui kalau ia seperti itu, dan sebisa mungkin untuk tidak mencari perkara pada Darmi.

Selesai dari salat, Lasmi pun menggandeng tangan Sri untuk kembali ke asramah. Tanpa disengaja, Darmi dan keempat sahabatnya sedang mengintrogasi Mantili di dalam sebuah ruangan.

Mantili adalah penari yang punya bakat lumayan bagus, bahkan lebih bagus dari Darmi. Karena ia sering menjadi bahan pertimbangan oleh empu, sehingga Darmi merasa tersingkirkan menjadi seorang senior.

Saat melintas di depan pintu kamar, kawanan dari geng Darmi pun menarik rambut Mantili.

"Heh! Kau kalau dekat sama empu jangan kegatelan, ya. Apalagi kalau kau berani mendekati Samudra. Yang paling cantik di sanggar ini adalah aku, dan penari terbagus juga aku!" hardik Darmi seraya menarik selendang yang mengikat di leher Mantili.

"Aku enggak mendekati empu, apalagi Mas Samudra," jawab Mantili lirih. Tampak dari wajahnya bahwa ia terlihat gemetar dan takut, nada suara yanh ia keluarkan juga terseok-seok.

"Halah ... jangan banyak alasan kamu, semua penari juga tahu kalau kau adalah penari yang ganjen. Enggak tahu diri. Ingat, ya, kalau aku melihat kau mendekati Mas Samudra lagi. Aku gak akan segan-segan membuat wajahmu hancur," tegas Darmi sambil marik kuncir lawan bicara.

"Udah Dar, kita habisin aja. Buat apa kau memberikan ia waktu untuk tobat, karena manusia ganjen seperti Mantili akan merusak hubunganmu dengan Mas Samudra," ujar Rengganis.

Sahabat dari Darmi itu seakan menjadi kompor untuk emosi ketua mereka bangkit, karena sedari tadi ia selalu memasang wajah sinis ketika berhadapan dengan wanita yang terbilang lebih muda dari mereka.

Karena tak kuat menahan air mata, akhirnya Mantili—sahabat dekat Lasmi pun menangis. Ia menutup kedua bola mata dengan tangannya, pandangan senjurus menatap meja.

Dengan tangan kanan, Rengganis pun merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Rupanya, ia mengambil gunting dan menyodorkan benda tajam itu pada Darmi.

"Ini, potong aja rambut perempuan jalang ini," timpal Rengganis.

Kemudian, Darmi pun saling tukar tatap pada keempat sahabatnya. "Kalian tarik rambutnya, biar aku yang potong."

Keempat wanita yang tergabung dalam satu geng itu pun menarik rambut Mantili.

"Jangan lakuin ini sama aku ...," rengek Mantili seraya menepis tangan dari Darmi.

Ketika mereka hendak memotong rambut Mantili, dari ambang pintu Srikandi berteriak. Ia merasa sangat iba dan kasihan pada Mantili yang diperlakukan demikian.

DENDAM TUJUH SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang