Santet Gondo Mayit

582 35 0
                                    

Pepohonan yang semampai berdiri rapi di sekitar teras sanggar tari Dewi Sartika, tapat pada pagi yang cerah itu kelima wanita jemawa memasuki area kamar gedung satu. Tempat peristirahatan para penari Ronggeng yang terbilang masih baru menggabung diri pada sanggar tersebut.

Siapa lagi kalau bukan Darmi dan para cecunguknya, mereka seakan tiada jera untuk membuat onar dan keributan. Padahal beberapa hari yang lalu mereka telah mendapatkan teguran dari Bu Karmila, empu pemilik dari sanggat tari di desa Merapi. Namun, sepertinya kelima dari mereka tetap tak ambil pusing perkataan itu, mata hati seakan telah tertutup benang merah tipu muslihat dunia percintaan.

Darmi dan Vitaloka berjalan menuju ke arah kamar Srikandi, sementara ketiga sahabat lainnya menunggu di posisi pintu awal masuk. Karena gelagat aneh itu, Putri yang merupakan sesama penari memergoki aksi kedua dari seniornya.

"Hei! Kalian mau ngapain di sini?" tanya Putri, kedua dari pelaku itu mengubah posisi berdiri dan menatap ke arah orang yang tadi sedang memukul.

"Enggak, kami enggak ngapa-ngapain," titah Vitaloka.

"Pasti kalian mau berbuat jahat, kan, sama Srikandi? Hayo ngaku!" pekik Putri lagi, kemudian ia melipat kedua tangannya.

Karena Darmi tak mau memperpanjang pertikaian, ia pun menarik tangan Putri dan membawanya menuju ke kemar mandi. Tepat di ruangan sepetak itu, Darmi mencengkeram lawan bicara yang sedari tadi mulai berani melawan senior.

"Kalau kami ingin berbuat jahat kenapa? Kau tidak suka? Ingat, ya, Put, kalau kau berani memberitahukan hal ini pada siapa pun, aku enggak akan segan-segan membunuhmu. Mengerti!" pekik Darmi seraya mendelik ke arah lawan bicara.

Karena sangat takut dan tubuh bergetar hebat, Putri hanya mengangguk sembari mewakili perkataannya yang tak mampu untuk diutarakan. Seketika Darmi dan Vitaloka meninggalkan Putri di kamar mandi, mereka berdua memasuki koridor kamar.

Dari ambang pintu, kedua dari wanita jemawa itu mendapati siluet korban sedang keluar dari lokasi. Srikandi tampak buru-buru berjalan menuju kamar milik Mantili dan Lasmini, berjarak tak begitu jauh dari kamarnya.

Ketika Sri telah memasuki kamar Lasmini, para pelaku pun memasuki kamar tersebut dan membuka nakas yang terletak di atas lemari. Nakas itu adalah tempat penyimpanan empon-empon dan bedak untuk merias wajah, serta selendang hijau milik Srikandi juga ada di sana.

Karena wasiat dari Ratu Ulo hutan Merapi beberapa hari lalu berkata, kalau ingin menyingkirkan Srikandi harus membuang isi dari empon-empon tersebut. Dengan sigap, Darmi mengeluarkan seisi kantong empon-empon, lalu meletakkan jarum, kaca, paku, dan satu delima putih di selendang milik mereka.

Setelah semua benda dalam empon-empon habis, Darmi memgambil bedak milik Srikandi dan membuka bedak tersebut. Sesekali Darmi menatap samping kanan tubuhnya, di sana sudah ada Vitaloka yang sedari tadi senang dan semringah.

Perbuatan yang saat ini mereka lakukan telah berada batas wajar, dengan mengambil milik orang lain dan membacakan jampi-jampi di bedak tersebut, tujuan itu adalah semata-mata untuk membuat wajah Srikandi rusak dan semua orang akan membencinya, bahkan mengusirnya dari sanggar tari Ronggeng Dewi Sartika.

"Lihat ini, Vita. Sebentar lagi Srikandi akan tersingkir dan kau tau apa yang akan terjadi selanjutnya?" tanya Darmi.

Spontan Vitaloka mengangguk, ia juga membuang cengir senang. "Iya, perempuan ganjen itu tidak akan lagi ada di sini. Dasar lonte, beraninya dia mengambil Samudro darimu, Dar."

"Ha-ha-ha ... kau adalah sahabat terbaikku, Vit." Setelah memuji sahabatnya, Darmi pun merogoh secarik kertas di dalam kantong roknya.

Dengan sigap, Darmi membuka kertas itu dan membaca dari awal tiap bait yang telah terdapat kata-kata ajian pemberian dari Ratu Ulo penunggu hutan terlarang desa Merapi, siapa pun yang terkena kutukan itu tidak akan bisa disembuhkan.

DENDAM TUJUH SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang