Tepat di malam satu suro, Darmi dan para cecunguknya ingin menjalankan aksi yang mereka rencanakan tadi siang. Rumor seputar pemuja setan mengatakan, malam satu suro sangat rakral dan paling ampuh menjalankan ritual.
Kelima dari mojang yang tergabung dalam sanggar tari ronggeng Dewi Sartika itu menggerompok dan menulusuru jalan setapak hutan Merapi. Konon, hutan tersebut banyak menyimpan kisah mistisnya.
Sehingga siapa pun tak diperbolehkan untuk memasuki kawasan tersebut. Semua telah terpampang jelas di atas portal ketika awal masuk pintu hutan itu, dengan rantai besi tajam mengelilingi pusat lokasi.
Akan tetapi tidak dengan kelima penari yang tersiar sangat menyukai ilmu hitam itu, mereka pun sengaja membawa sesajen di atas nampan terbuat dari kendi. Sementara Darmi membawa Keris Nogo Abang, benda tersebut ia dapatkan ketika bersemedi beberapa bulan lalu di sebuah gua.
Menggunakan tangan kanan, Darmi pun membuka pintu dengan portal bertuliskan 'Hutan Terlarang.' Mereka secara bergantian memasuki wilayah itu tepat tengah malam, desas-desus hiruk pikuk menyergap kedua telinga.
Suara burung hantu juga ambil andil dalam bagiannya, mereka melangkah menyibak semak belukar dan mengikutu jalan setapak hutan itu.
Hutan Merapi adalah pilihan mereka, karena di sana telah hidup wanita legendaris dalam mitologi Jawa. Wanita itu mampu merubah wujud menjadi tujuh hewan denawa. Bahkan, ada pula yang pernah melihat dengan mata telanjang perihal sosok wanita tua membawa tongkat.
Tanpa ada rasa takut, kelima dari mojang penari itu duduk di sebuah pohon besar yang bersanding dengan gua. Kemenyan pun telah disabur di atas nampan yang berisikan bara api, bunga setaman lengkap dengan minyak duyung orisinal telah sistematis mengitari tempat duduk mereka.
Dengan membaca ajian dan mengeluarkan keris nogo abang, Darmi mulai menjalankan ritualnya dalam memanggil Nyi Ratu penunggu hutan Merapi.
"Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno"Tak berapa lama, Keris Nogo Abang pun mengeluarkan cahaya merah seperti laser. Ketika benda itu telah berinteraksi dengan keadaan sekitarnya, maka semburat merah langsung menyala.
Suasana yang tadinya terdengar sangat riuh, seketika menjadi hening. Burung hantu pun tak lagi mau membunyikan nyanyiannya, tersisa bunyi berdesik seolah datang dari dalam gua itu.
Ritual yang mereka lakukan malam ini tidaklah main-main, karena dalam satu kali pembacaan mantra pusat tujuan mampu ditembus melalui tiap kata ajian itu.
Tepat di hadapan, sosok denawa hadir—hampir menyerupai seekor ular. Namun, kali ini sisiknya berwarna hijau dengan mahkota yang menghias di atas kepala.
"Kulannuwun, Nyi ...," sapa Darmi diikuti dengan keempat cecunguknya.
"Monggo," respons ratu berwujud ular itu.
'Sepertinya, ia adalah Nyi Ratu Ulo Ijo yang banyak dikatakan masyarakat. Wajahnya sangat ayu dan memesona.' Darmi bermonolog.
"Jangan kau puji aku dengan gombalan itu, untuk apa kalian datang tengah malam membawa sesajen seperti ini?" titah Nyi Ratu Ulo sekenanya.
"Jadi begini, Nyi. Saya datang ke mari ingin meminta bantuan kepadamu," cetus Darmi spontan.
"Perihal memberikan pelajaran pada peserta baru sanggar tari Ronggeng Dewi Sartika?" tebaknya seraya membuang pertanyaan.
Karena lawan bicara telah mengetahui maksud dan tujuan kelima mojang penari itu, tatapan ketua tim pun seraya menoleh ke arah samping kiri dan kanannya. Ia seakan tak habis pikir kalau Nyi Ratu mengetahuai masalah mereka tanpa berkata terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM TUJUH SAMUDRA
ParanormalRank 1 Ronggeng [ 23 September 2021 ] Rank 1 Budaya [ 23 September 2021 ] Rank 1 Paranormal [ 24 September 2021 ] Rank 1 Movie [ 24 September 2021 ] Rank 4 Horror [ 30 September 2021 ] Rank 1 Budaya [ 13 Oktober 2021 ] Rank 1 Mantra [ 13 Oktober 202...