Menghadang Rasa

197 46 9
                                    

Tiga puluh menit berlalu. Luvina masih belum mendapatkan kontak mahasiswa Ganesa. Ia pun beralih ke akun Instagram miliknya. Beberapa mahasiswa memang menjadi folowernya. Luvina sedikit bisa bernapas lega saat menemukan akun-akun mereka. Namun, pesan yang ia kirim belum juga mendapat respon.

"Belum ada balasan?"

Luvina hanya menjawab pertanyaan Vindi dengan gelengan kepala.

"Pratama belum balas juga?"

"Belum. Duh, anak ini kalau lagi dibutuhin nggak muncul."

"Kok, bisa Pak Ganesa ngancam bakal liburin bimbingan? Kasihan anak anak."

Luvina menempelkan kepala di atas meja dengan tangan memainkan ponsel. Ia pasrah dengan keadaan. Namun, matanya tiba-tiba berbinar saat melihat Instagram story Pratama. Ia tahu betul tentang mangkuk dan isinya yang sedang diunggah Pratama.

"Vin, aku nyari Pratama dulu." Luvina bangkit dari duduknya. Ia berjalan menuju luar ruangan.

"Hei, ke mana?!"

Luvina tidak mendengarkan seruan Vindi. Ia terus memacu langkah secepat mungkin menuju kedai bakso belakang kampus. Ia yakin Pratama sedang makan di sana berdasar unggahan terbaru tadi.

Benar saja, pemuda dengan topi hitam itu sedang asik menikmati daging yang diolah menyerupai bola bekel tersebut. Luvina mengembuskan napas penuh kelegaan. Ia lalu masuk ke kedai, mendekati meja Pratama. Napasnya terengah dengan tangan memegang kedua lutut. Tak sanggup berbicara, Luvina menepuk punggung Pratama dengan keras saking bahagianya.

"Uhuk." Bakso yang baru masuk mulut Pratama sontak meluncur, kemudian mendarat dengan sukses ke mangkuk orang di depannya.

Luvina tercengang hingga menutup bibir. Tindakannya tadi membawa dampak yang tidak diduga.

"Maaf, Mbak. Maaf, ya." Pratama panik, ia terus meminta maaf. Pemuda itu langsung menoleh ke samping bermaksud mendamprat orang yang menepuk dengan keras punggungnya. "Loh, Bu Luvina?"

"Tam, nggak ada waktu lagi. Entar aja kalau kamu mau marah."

Luvina menarik tangan Pratama. Laki-laki yang lebih muda sepuluh tahun dari Luvina itu hanya bisa melongo melihat reaksi Luvina.

"Maaf, ya, Mbak. Nanti kalau ketemu lagi bakal saya ganti."

Pratama berucap seraya melambaikan tangan pada gadis yang menjadi korban bakso terbang miliknya. Mahasiswi itu hanya bengong, lalu menatap isi mangkuknya yang masih utuh sudah bertambah satu biji bakso.

***

Luvina sudah bisa bernapas lega. Berkat Pratama masalahnya selesai. Pemuda itu pun sudah menghubungi semua teman di bawah bimbingan Ganesa. Beruntung, mereka sedang berada di kampus jadi bisa  datang ke laboratorium dengan cepat.

"Makasih, ya, Tam. Nggak ketemu kamu bisa habis saya."

"Saya nggak mau hanya ucapan terimaksih aja, Bu."

"Terus?" tanya Luvina dan Vindi  bersamaan.

"Tadi bakso saya belum habis, Bu. Masih lapar, nih." Pratama mengusap perut datarnya. "Traktir di Kedai Alhamdulillah, boleh, 'kan?"

Luvina berpikir sejenak. Pratama sudah menyelamatkannya dari amarah Ganesa. Ia lalu manggut-manggut.

Pratama mengepalkan kedua tangan. "Yes!"

Pemuda itu bahagia karena akhirnya bisa makan bersama dengan perempuan yang dikaguminya itu. "Kapan, Bu?"

"Sekarang aja, udah waktunya istirahat."

BERBURU SUAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang