Kekecewaan

206 51 8
                                    


Luvina pernah menjalani taaruf dengan teman dari suami Vindi. Namun, ia tidak melanjutkannya. Padahal, laki-laki itu sudah menerima kondisinya yang menjadi tulang punggung keluarga. Luvina hanya tidak mau, akan ada masalah yang muncul dari keluarga suami jika sudah menikah nanti. Pikiran-pikiran negatif pun bermunculan dalam benaknya. Ia takut dianggap memeras harta suami untuk menghidupi keluarganya.

"Maaf, apa ucapan saya menyinggung perasaan Bu Luvi?" tanya Pratama begitu menyadari air muka Luvina berubah sedih.

Luvina menggeleng sambil tersenyum. "Santai aja, Tam. Oh, iya, niatan kamu bagus, loh. Mending cari yang perbedaan usianya tidak jauh."

Pratama merenung sejenak. Ia mendekati Luvina karena merasa perempuan itu sudah siap menikah dan tentu saja sesuai dengan keinginan hatinya. "Masalah hati 'kan, nggak bisa ditebak juga jatuhnya ke siapa, Bu?"

"Benar sekali. Tapi, menurut saya kamu itu tetap cocoknya sama yang muda-muda," tutur Luvina seraya kembali menikmati makanannya.

Pratama tersenyum tipis. Dirinya bukanlah tipikal laki-laki yang mudah menyerah untuk mewujudkan impian. Saat ini Luvina memang menolaknya, tetapi tidak untuk nanti. 

"Eonni!" Shanum yang baru sampai di lantai dua menghampiri meja begitu melihat Luvina.

Luvina melambaikan tangan menanggapi seruan Shanum. "Kamu itu cocoknya sama dia, Tam."

"Wah, Eonni lagi kencan, ya?" Begitu sampai, Shanum langsung menggoda Luvina. Ia lalu menoleh ke arah lawan bicara Luvina. Gadis itu terperanjat. "Omo! Ada Kim Bum."

Luvina tergelak melihat ekspresi keterkejutan yang alami dari Shanum. Gadis itu masih saja menganggap Pratama sebagai Kim Bum.

Shanum mengulurkan tangannya. "Aku Shanum, nama Oppa siapa?"

"Opa?" Pratama mengernyitkan dahi seraya menerima uluran tangan gadis di sampingnya itu. Ia meminta penjelasan dari Luvina. Perempuan itu hanya menjawab dengan gelak tawa. "Opa apa, Bu?"

"Bentar, saya ada telepon." Luvina melihat nama Fanisa di layar, sedang memanggil. Ia lalu bangkit dari duduknya.

"Shanum, sini aja dulu. Temani Oppa Kim Bum KW seratus ini ngobrol." Luvina mempersilakan Shanum untuk duduk di kursinya. Gadis itu tentu tidak menolak kesempatan tersebut.

Pratama bingung saat Luvina akan meninggalkannya berdua dengan Shanum. Telinganya tidak cocok dengan gaya bicara gadis tersebut.

"Baik-baik sama dia. Shanum itu putrinya dosen pembimbingmu," bisik Luvina seraya berlalu.

Pratama terkesiap. Tentu ini seperti mendapat keajaiban. Bisa mengenal putri dari pembimbing yang terkenal paling killer menurut  hampir seluruh mahasiswa di jurusan Biologi.

"Aku Pratama." Uluran tangan akhirnya bersambut dari pemuda dengan senyum memesona tersebut. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan langka itu.

Shanum dengan senyum lebar menyambut tangan Pratama. Ia bahagia akhirnya bisa berkenalan dengan Kim Bum versi lokal menurutnya itu.

"Maaf, tadi Opa maksudnya apa, ya? Aku aja masih kuliah, masa udah dipanggil kakek?"

Shanum tertawa mendengar pertanyaan polos Pratama.

"Op-pa, bukan Opa. Itu bahasa Korea. Artinya, kakak laki-laki."

"Oh, seperti itu. Berarti kamu cocok saama Bu Luvina, ya. Sesama pencinta Korea."

"Betul sekali. By the way, Oppa pacarnya Eonni?" tanya Shanum hati-hati. Ia sebenarnya tidak yakin dengan kalimat yang meluncur dari bibirnya itu. Dirinya paham, Luvina tidak mungkin berpacaran dengan laki-laki yang lebih muda usianya.

BERBURU SUAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang