Suara Hati Shanum

317 56 8
                                    


Penampilan Luvina sore ini sangat memesona. Ia terlihat modis dengan kerudung segitiga yang bagian depannya dililitkan pada leher. Celana panjang coklat muda dan blazer berwarna senada semakin mempercantik penampilan mantan guru SMA tersebut. Perempuan bertubuh langsing itu mengecek kembali bibirnya. Warna lip cream yang dipilih kali ini varian Saturdate Night, cocok dengan wajahnya yang bersih. Luvina memang tidak pandai memoles wajah. Make up andalanya hanyalah lip cream, eye liner, dan bedak tabur.

Luvina mengecek ponsel. Sudah lebih dari lima belas menit, tapi Nizar yang bilang sedang menuju indekosnya belum tiba juga. Jarak kontrakan laki-laki yang merantau dari ujung timur Pulau Jawa itu tidak lebih dari sepuluh menit untuk bisa sampai di tempat Luvina.  Perempuan kembali merapikan riasan matanya.

Tin ... tin ... tin.

Suara klakson membuyarkan konsentrasi Luvina di depan cermin kecil berbentuk buah Strawberry yang tidak pernah ketinggalan berada di tasnya. Rupanya, Nizar sudah datang.

"Bener-bener endel—centil." Nizar tertawa melihat tingkah Luvina yang masih saja sibuk dengan cerminnya. "Buruan, Ndel. Udah laper, nih."

Luvina segera merapikan tasnya. Ia lalu menuju ke arah Nizar. Namun, langkahnya terhenti saat melihat penampilan laki-laki yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di salah satu instansi yang bergerak di bidang olahraga di Kota Malang itu.

"Kamu yang bener aja, Zar. Katanya kemarin siap pakaian rapi. Nggak jadi, deh."

Wajah Luvina berubah cemberut. Ia tidak mungkin menghadiri pesta Shanum yang dihelat di Resto Taman Indie, bersama Nizar yang hanya mengenakan kaos oblong.

"Mau makan bakso aja ngapain ribet?"

"Ke pesta, Dodol! Mesti lupa." Luvina memukul lengan Nizar. "Kita mau makan bakso di Taman Indie."

"Hah? Taman Indie?" Pikiran Nizar langsung tertuju pada salah satu restoran mewah di Kota Malang yang memiliki suasana bertema alam nan asri. "Kamu nggak ngomong mau ke sana. Ya udah, aku ganti baju dulu."

Nizar sudah bersiap melajukan motornya untuk kembali ke kontrakan. Namun, Luvina mencegah sahabatnya itu.

"Kemejamu masih ada di tempatku."

Luvina kembali ke dalam rumah. Untungnya masih ada kemeja Nizar yang baru kembali dari laundry. Laki-laki dengan tubuh sedikit berisi itu memang kerap menumpang cuci baju ke Luvina.

Tidak lama kemudian, Luvina sudah muncul dengan kemeja berwarna marun di tangan. "Cepet pakai."

"Iya ... iya, Ndel." Nizar menurunkan standar motor. Ia bergegas membuka jaket, lalu memakai kemeja yang dipegang Luvina.

*

Luvina dan Nizar sudah sampai di resto. Undangan yang datang mayoritas remaja, teman-teman dari Shanum. Pesta ulang tahun yang digabung dengan syukuran kelulusan diadakan di ruang terbuka. Shanum memilih konsep garden party. Tentu bisa diprediksi berapa dana yang dihabiskan. Namun, itu tidak masalah karena kedua orang tuanya sama-sama memiliki karir yang bagus. Ibu dari Shanum adalah kepala bagian di salah satu instansi pemerintahan.

"Bocah-bocah semua di sini. Aku jadi kelihatan tua , Ndel."

"Emang tua!" seru Luvina sambil berlalu.

Nizar berdecak kesal. Ia segera menyusul Luvina yang berjalan ke spot dengan dekorasi balon berwarna biru muda bertuliskan SHANUM.

"Eonni!"

Shanum memekik bahagia melihat kehadiran Luvina. Ia berlari kecil menyambut bawahan ayahnya itu.

Luvina memeluk Shanum seraya mengecup kedua pipi gadis yang mengenakan gaun berwarna pink taffy tersebut.

"Eonni nggak lupa bawa kado spesialnya, kan?"

BERBURU SUAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang