Calon Ibu Tiri

159 39 2
                                    


Hari yang dinantikan Shanum akhirnya datang juga. Ia sudah tidak sabar mengikuti diklat Foclub yang diadakan di Bumi Perkemahan Bedengan selama dua hari satu malam. Shanum sudah menyiapkan semua keperluan sejak dua hari yang lalu. Dari jaket, baju ganti, hingga perlengkapan mandi. Semua sudah ia masukkan ke ransel besar berwarna magenta.

Sinar mentari masih terasa hangat. Shanum sudah hadir tepat waktu di kampus. Bersama teman-temannya, ia sedang menunggu angkot yang akan membawa mereka ke Desa Selorejo, Kecamatan Dau. Sekitar sepuluh kilometer dari kampusnya.

Shanum duduk di pelataran masjid. Kedua tangannya menopang dagu. Kegelisahan menghinggapi perasaannya. Ia berkali-kali mengedarkan pandang ke seluruh sudut halaman masjid kampus. Sosok yang ditunggunya belum juga muncul. Padahal, kendaraan yang disediakan panitia sudah datang. Transportasi umum itu siap membawa seluruh peserta berangkat ke tempat diklat.

Tiga puluh menit kemudian.

Para peserta sudah sampai di lokasi. Udara sejuk dengan pemandangan hutan pinus dan sebuah sungai yang tidak terlalu lebar turut menyambut mereka. Aliran air yang cukup tenang dan jernih, seakan menambah semangat peserta yang juga merupakan mahasiswa baru itu.

Menunggu pembukaan diklat dimulai, para peserta dipersilakan meletakkan barang bawaan di tenda yang sudah disediakan. Panitia juga mengingatkan tentang perlengkapan pribadi yang harus disiapkan sendiri. Shanum seketika bangkit dari duduknya. Ia seperti melupakan satu benda terpenting selama diklat ini.

Shanum langsung mengecek tas selempang kecil miliknya. Ia menundukkan wajah dengan lemas. Obat alergi yang sudah dikemas kemarin, ternyata lupa dimasukkan ke tas. Gadis itu memiliki riwayat alergi terhadap udara dingin. Jika tidak meminumnya saat malam, bisa dipastikan pagi hari akan terus bersin dan hidungnya pun akan mengeluarkan lendir secara berlebihan.

"Gimana nasib alergi dinginku nanti malam?"

Shanum menghela napas kasar. Ia tiba-tiba merindukan mamanya. Saat masih tinggal satu rumah, semua kebutuhan Shanum disiapkan oleh Yanis meskipun perempuan itu juga sibuk dengan karirnya. Di kondisi seperti ini, Shanum kembali menyesali perceraian kedua orang tuanya.

Shanum tidak punya pilihan lain. Ia harus meminta papanya mengantar obat tersebut. Shanum bergegas mengeluarkan ponselnya, lalu memilih kontak dengan nama Papa.

"Makanya jangan teledor, Num. Disiapin bener-bener. Kamu itu emang nggak disiplin."

Shanum memajukan bibir saat Ganesa menasihatinya. "Namanya juga lupa, Pa. Please, anterin ke sini, ya, Pa."

"Papa nggak tau lokasinya." Ganesa dengan santai menjawabnya. Padahal ia juga khawatir dengan kondisi putrinya jika alergi Shanum kambuh.

"Aku hubungin Eonni dulu, deh. Dia pernah ke sini. Nanti Papa jemput di kosnya. Assalammualaikum."

"Num, Num." Suara di seberang terdengar cukup terkejut.

Shanum langsung mematikan sambungan telepon. Ia terkikik bahagia bisa sekalian mejaili ayahnya. Gadis dengan jaket tebal berwarna putih itu lalu menghubungi Luvina. Beruntung, bawahan ayahnya itu sedang tidak ada kesibukan. Luvina bersedia menemani Ganesa mengantar obat ke Bedengan.

***

Ganesa bergegas mengunci pintu rumah. Ia baru saja dihubungi Luvina kalau sudah siap di indekos. Laki-laki yang mengenakan kaos oblong itu segera mengeluarkan mobil.

Sepuluh menit kemudian, Ganesa sudah berada di depan indekos Luvina. Ia tahu alamat tempat tinggal bawahannya  itu karena sering mengantarkan berkas ke sana.

Luvina ternyata sudah menunggu di depan rumah. Ia paham siapa Ganesa. Atasan yang ingin semua pekerjaan terlihat sempurna. Tidak ada toleransi untuk semua bentuk keterlambatan. Bagi Ganesa, waktu adalah peluang yang tidak boleh disia-siakan. Luvina lalu mendekat ke mobil dan membuka pintu bagian depan, tepatnya di sebelah kiri.

BERBURU SUAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang