Jatuh Sakit

149 39 0
                                    


"Dia calon ibu tiriku."

Pratama sontak menoleh dengan ekspresi terkejut. Alis matanya lantas saling bertaut.  Besar harapannya bahwa apa yang didengarnya salah.

"Bu Luvina adalah calon ibu baru aku." Shanum mengulangi ucapannya dengan lebih meyakinkan.

Pratama berkacak pinggang. Bibirnya terkatup rapat. Ia menatap Luvina yang sedang berlari menuju tempat parkir dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Sudahlah, Oppa. Jangan berharap lagi dengan Bu Luvina. Aku paham dia seperti apa. Apalagi tentang tipe laki-laki idamannya."

Pratama hanya terdiam. Ia menghela napas panjang. Ucapan Shanum sangat menyayat perasaannya. Namun, ia harus tetap terlihat tegar. Pratama menoleh ke arah Shanum yang berdiri di sampingnya.

"Kamu yakin masuk Foclub?" tanya Pratama mengalihkan pembicaraan.

Shanum mengangguk sambil tersenyum manis. Ia lalu membuka tas untuk mengambil kamera. "Aku udah beli kamera sesuai rekomendasi dari Oppa."

Pratama terpesona melihat benda putih di tangan Shanum. Kamera mirorless yang menjadi impiannya. Ia masih berjuang mengumpulkan uang untuk bisa membelinya.

"Boleh pegang, nggak, Num?"

Shanum manggut-manggut, kemudian menyerahkan kamera tersebut pada Pratama.

Pratama tidak bisa menahan rasa takjubnya pada benda yang sedang dipegangnya itu. Ia mengamati seluruh bagian pada alat utama penunjang fotografi tersebut. Pemuda itu seolah lupa dengan berita yang baru didengarnya.

Shanum tersenyum bahagia melihat Pratama begitu semringah setelah tadi wajahnya sempat mendung saat melihat Luvina. Sikap dingin pemuda itu terhadapnya seolah menghangat dengan instan.

"Oppa mau pakai kamera itu?"

"Apa? Enggak, cuma lihat-lihat aja." Pratama sadar dari euforia yang dialaminya. Ia lalu menyerahkan kembali kamera tersebut ke pemiliknya.

Shanum menggoyangkan kedua telapak tangan. "Maksudku, kalau Oppa mau pakai, silakan. Pinjam aja dulu."

Kelopak mata Pratama terbuka sempurna mendengar tawaran menggiurkan dari Shanum. "Boleh?"

Shanum mengangguk mantap. Tidak ada keraguan sama sekali untuk meminjamkan benda yang harganya tidak murah itu ke Pratama.

"Makasih, ya, Num." Pratama langsung menggunakan benda mungil itu untuk memotret. Ia mengarahkan lensa pada Shanum yang berdiri sambil menatap sungai. Pemuda itu tersenyum hangat melihat obyek yang menurutnya bisa memberi hasil tangkapan gambar menjadi sempurna.

Shanum tersadar jika Pratama mengarahkan kamera ke wajahnya. "Oppa ngambil gambarku, ya?"

Pratama menjadi salah tingkah karena ketahuan. Ia akhirnya memperlihatkan foto yang baru saja diambilnya ke Shanum. Gadis itu menjadi tersipu.

"Cantik, Num," ucap Pratama tiba-tiba. Ia langsung merapatkan bibirnya. Kata itu meluncur tanpa sempat disaringnya.

Shanum terkesiap. Hatinya sontak bergetar mendengar pujian dari Pratama. Suasana pun menjadi canggung. Tidak ada yang berbicara lagi. Mereka serempak menunduk dengan tangan memainkan benda yang dipegang. Pratama pura-pura fokus dengan kamera sedangkan Shanum bersama ponselnya.

***

Ganesa mengemudikan mobil dengan baju basah. Bibirnya terus bergetar karena udara cukup dingin. Beruntung, lapisan jok mobil terbuat dari kulit sehingga tidak masalah terkena tetesan air dari kaus dan celana Ganesa.

Luvina menatap Ganesa dengan iba. Ia memalingkan muka ke belakang, berharap menemukan sesuatu untuk menyelimuti tubuh atasannya itu.

"Anda cari apa?" Mata Ganesa tetap fokus ke jalan. Sudut matanya sempat menangkap kegelisahan Luvina.

BERBURU SUAMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang