Help Me

71 14 5
                                    

~~***~~


Lyra sepertinya kesulitan untuk menutup mulutnya kembali, karena ia sedang terpesona pada kakaknya, ia sampai di buat menganga. Seirios khawatir nanti akan ada lalat yang masuk kedalam mulut Lyra yang terbuka lebar.

"Kau kenapa?" tanya Seirios sambil melipat lengan kemejanya hingga sampai ke siku. Otot-otot lengannya tercetak jelas di balik kain kemeja, pastilah ketika ia melintas di depan hadapan banyak wanita, akan membuat mereka menjerit dan merasa geram karena ingin sekali untuk bisa menyentuh otot yang kekar itu.

"Kakak mau kemana?" pada akhirnya Lyra berhasil berkata-kata.

"Aku ada keperluan di luar. Mungkin akan kembali agak lama."

"Seberapa lama?"

"Aku belum tahu."

"Aku boleh ikut, ya? Boleh, ya? Ya?" bujuk Lyra dengan sikapnya yang manja. Seperti biasa.

"Tidak, Lyra. Kau tetaplah di rumah, atau jika kau merasa bosan saat berada di rumah, kau bisa pergi berbelanja. Cuma kau harus ingat apa-apa yang aku larang untuk kau lakukan."

"Baiklah," jawab Lyra dengan wajah lesunya. Tapi, hatinya mungkin saja berkata lain. Lyra memiliki rencana.

***


Bukan Lyra kalau tak melanggar aturan dan keras kepala.

Lyra mengikuti langkahnya untuk membuntuti Seirios.

Lyra memesan taksi untuk mengikuti kemana perginya Seirios.

Yang paling Lyra tak percaya pada akhirnya adalah ketika ternyata mobil Seirios berhenti di tempat yang tak asing baginya. Makam kedua orang tuanya.

Gadis yang memiliki nama rasi bintang itu berdiri cukup jauh dari tempat Seirios berdiri. Tapi, ia masih bisa menangkap dengan jelas semua keluh kesah yang coba kakaknya sampaikan pada nisan ibunya. Kenyataan yang membuatnya seperti terkena sambaran petir di tengah hari yang panas. Lyra merasa dunianya hancur, dimana ia juga merasa dirinya hancur berkeping-keping bersama dunia yang ia pijak.

"Ibu, harus sampai kapan? Sampai kapan aku akan mencoba menyembunyikan segala kebenaran ini? Aku tidak tega melihatnya, Bu. Tiap kali aku melihat wajahnya aku akan selalu merasa sangat bersalah. Aku mohon tunjukkan apa yang harus aku lakukan, Bu!" Seirios tak kuasa untuk tidak menangis di depan makam ibunya.

"Apakah aku harus merelakannya? Tapi aku tak bisa, Bu. Sungguh. Hanya dia yang aku miliki sekarang ini. Sejak dulu aku ingin memiliki seorang adik, aku tak rela jika harus kehilangan adikku." Tangan Seirios mencoba mengusap nisan hitam yang bertuliskan nama ibunya.

"Aku harus bagaimana ketika sekarang ia menyukai orang yang tak harusnya ia sukai. Katakan padaku bagaimana cara aku mengatasi segalanya! Aku juga tidak akan mungkin membiarkannya menyukai kakaknya sebagai seorang pria. Lyra menyukainya, Bu. Kakak kandungnya. Aku juga tidak bisa melihat untuk melihat betapa terpukulnya Lyra ketika ia tahu salah satu dari kakaknya sudah tiada."

Lyra terjatuh, tersimpuh di tanah, isakannya tak bisa di tahan.

"Apa maksudnya? Jelaskan padaku! Katakan padaku! Apa maksud semua ini?" teriak Lyra yang sungguh mengejutkan Seirios, pria tampan itu memutar badannya, menemukan Lyra ada tak jauh darinya, menangis.

Seirios berlari ke arah Lyra, mencoba merengkuh bahu gadis itu untuk mengajaknya berdiri.

"Lepaskan aku!" Mungkin Lyra terlalu syok hingga ia merasa begitu marah pada keadaan.

Sepertinya memang Seirios sudah harus mengungkapkan segalanya, memang lubang rahasia itu sudah tak bisa lagi untuk ia tutupi, makin hari rahasianya terasa makin banyak, semakin meluap hingga membuat bendungannya retak dan akhirnya pecah.

MOON [SUDAH CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang