~~***~~
Tiap orang boleh lelah saat menghadapi masalahnya. Namun, jangan pernah mencoba untuk menyerah. Tetap gantungkan harapan dengan doa-doa, karena Tuhan akan mendengarkannya. Tuhan yang menentukan jalan.Kodisinya memang sudah begitu parah, sudah seharusnya untuk mendapat tindakan yang terbaik, apapun hasilnya tergantung bagaimana Tuhan yang menentukan segala takdir. Maka dokter harus mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga agar bisa melakukan tindakan selanjutnya. Tidak boleh asal bertindak, karena sudah bersumpah atas pekerjaannya.
Dokter Jiseok, dokter yang selama ini menjadi dokter tempat Nebula bercerita banyak hal, dokter pria empat puluh tahunan itu sudah banyak tahu kondisi Nebula sejak pertama kali Nebula datang sendiri ke rumah sakit dengan keluhan-keluahan yang ia rasakan, saat itu Nebula datang dengan pakaian sekolahnya, karena kerap merasakan pusing, pada awalnya Nebula berniat untuk berobat saja, siapa yang mengira jika ternyata rasa pusing yang Nebula rasakan disebabkan oleh penyakitnya.
Dokter Jiseok berjalan dengan baju putih kebanggaan yang menunjukkan pekerjaannya, tak lupa dengan steteskop yang menggantung di lehernya. Ia datang ke ruang di mana Nebula terbaring.
"Selamat siang!" sapa dokter Jiseok dengan ramah dan penuh wibawa, tak lupa dengan senyuman khasnya. Dokter Jiseok menyalami kedua orang tua Nebula yang setia menunggu dan menemani di dalam ruangan. Min Vega juga ada di sana.
"Kau, wanita yang waktu itu hampir menabrakku, bukan begitu?" Dokter Jiseok mengingat dengan jelas wajah Min Vega yang tempo lalu menabraknya, ketika Min Vega sengaja mengikuti Nebula.
"Iya. Maafkan saya, Pak. Saat itu sedang buru-buru," Vega masih merasa tak enak hati, tempo lalu belum bisa menyampaikan maafnya dengan tulus, saking buru-burunya, agar tak kehilangan jejak Nebula.
"Iya. Tak masalah."
Dilihatlah oleh dokter Jiseok kondisi Nebula yang terbaring di atas bed. Padahal ia sudah mengatakan sejak dulu-dulu pada Nebula untuk segera melakukan operasi dan memberitahukan keluarganya. Tapi, memang ternyata Nebula sendiri yang terlalu keras kepala untuk menyembunyikan penyakitnya, dan memang ingin mati. Entah sebenarnya apa yang Nebula pikirkan?
"Apakah ada keluarga yang bisa saya ajak bicara empat mata?" tanya dokter Jiseok pada siapapun yang ada di ruangan.
"Saya saja, Dok," Tuan Kim mengajukan diri, membiarkan istrinya bersama Vega untuk tetap tinggal di ruangan. Menemani Nebula.
Tuan Kim mengikuti langkah dokter Jiseok menuju ke ruangannya. Menyusuri beberapa lorong yang terasa sepi.
"Begini, Tuan. Kondisi Nebula memang sebenarnya sudah sangat mengkhawatirkan sejak beberapa bulan lalu, saya sudah menganjurkannya untuk segera melakukan operasi. Tapi, memang anak anda yang memang belum ingin melakukannya. Nebula harusnya sudah melakukan proses operasi sel punca hematopoietik dengan segera untuk bisa sembuh dari penyakitnya," terang dokter Jiseok dengan sangat hati-hati.
"Lakukan apapun yang terbaik menurut Dokter saja." Apapun yang dikatakan dokter tentang kesehatan Nebula. Asalkan Nebula bisa disembuhkan. Kami sebagai keluarganya setuju saja.
"Itu dia masalahnya, Tuan. Untuk melakukan prosedur itu, Nebula harus mendapatkan pendonor yang pas. Harus melakukan tes lebih dulu."
"Apa kami bisa menjadi pendonornya?" tanya Tuan Kim yang tak keberatan untuk menjadi pendonor. Apapun ia siap lakukan demi anaknya. Sekalipun harus bertukar nyawa.
"Bisa, hanya saja kemungkinan kecocokan sel punca dari orang tua sangatlah kecil, hanya sekitar 0,5%, dari orang lain yang bukan keluarga inti kemungkinanya jauh lebih kecil dari 0,5% itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MOON [SUDAH CETAK]
RomanceDia galaksi, lebih luas, lebih besar dari sebuah bulan. Ia terobsesi ingin menjadi seperti bulan yang mampu menerangi bumi dikala gelap malam hari. Tapi, apabila buminya tiada, apa rembulan itu akan tetap bersinar?