12. Kecewa

965 107 5
                                    

Jangan lupa vote!
Okeeee!!!
Jangan jadi makhluk gaib 😭
Vote itu gak susah kok!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Hiks, hiks ...."

Castarica memandang Aliyah tajam, dingin, dan menusuk. Sengaja agar perempuan cantik itu semakin tidak menyukainya dan tidak lagi berpikir untuk berteman dengannya. Sebenarnya Castarica merasa sedikit bersalah telah membuat gugur air mata Aliyah, melihat Aliyah hanya lah gadis baik, polos, dan lugu, yang hanya ingin berteman dengannya, bagaimana mungkin Castarica tidak merasa tersentuh. Lagi pun dari semua ingatan yang ia dapat tentang Aliyah terhadap Castarica, tidak ditemukan sedikit pun ada niat Aliyah ingin menjahatinya. Dan dari yang Castarica simpulkan, Aliyah ini real 100% benar-benar ingin berteman dengannya.

Namun, kenapa?

Maksud Castarica kenapa Aliyah ingin berteman dengan perempuan jahat sepertinya? Padahal semua orang berbodong-bondong ingin menjauhi Castarica, tapi perempuan cantik ini malah bersikap sebaliknya, bahkan semakin memperkuat keinginannya berteman dengan Castarica.

"Karena bagi saya Anda itu matahari. Hangat ...."

Lagi, Aliyah mengucapkan kalimat itu. Ia mengusap air matanya dengan ke dua punggung tangannya, bergantian. Lalu mengumbar senyum hangat tanpa beban, seakan kejadian yang menyakiti perasaannya tadi tidak pernah ada.

"Saya akan berusaha membuat Anda menyukai saya. Saya akan usahakan itu," ucap Aliyah tanpa melunturkan senyum manisnya. Kemudian setelahnya, ia berlari meninggalkan Castarica yang terdiam mematung. Kaget.

"Astaga ... apa yang ada di kepala perempuan itu? Apa dia memang terlahir tanpa emosi?" Castarica berujar, antara kagum dan heran kenapa Aliyah bisa memiliki hati sebaik itu. Jika saja Castarica di posisinya, tak akan Castarica berusaha berteman dengan perempuan sejahat dirinya ini, lebih baik memilih hidup sendiri dan tenang.

"Nyonya." Elice tiba-tiba muncul dari luar. Sepertinya pelayan itu telah mendengar semuanya dan memilih berdiam di sana sambil mendengarkan apa yang telah terjadi.

Pandangan Elice yang begitu datar, Castarica paham arti tatapan itu. Penuh benci dan dendam mendalam.

"Kenapa?" tanya Elice dingin. Meski hanya satu kalimat yang keluar, Castarica tahu makna ucapan itu.

"Apa kamu tidak mengerti, Elice? Terkadang kita harus bersikap kejam pada sekitar agar kita terhindar dari bahaya," jelas Castarica di akhiri dengan helaan nafas. Castarica membungkuk, memungut lembaran kertas yang berjatuhan.

"Kenapa?!" tanya Elice lagi. Kali ini dengan nada membentak. Tampak lah mukanya memerah padam, alisnya berkerut marah. "Kenapa Anda bisa sejahat itu pada orang sebaik Nona Aliyah?! Padahal dia berniat baik pada Anda!" Elice semakin memberang. Ia tak mengerti dengan jalan pikir Castarica yang kejam. Sangat kejam tanpa belas kasihan.

Castarica menghela nafas lagi. Ditatapnya Elice dengan tatapan datar. "Hidup ini kejam, Elice. Jika kita tidak berlaku kejam, maka kita akan tersingkirkan dengan cepat. Layaknya bidak catur tanpa arti. Apa kamu pikir aku juga ingin hidup seperti ini?" Castarica menggeleng dua kali. "Tentu tidak, tapi situasi lah yang memaksaku. Situasi lah yang merubah dan membuatku kejam. Andaikan kalian mengerti ... ah, tidak perlu mengerti. Karena kalian tidak akan pernah paham dengan apa yang aku alami."

"Nyonya Duchess ...." Elice memandang Castarica semakin dingin. "Anda tidak akan pernah bisa dipahami dengan sikap Anda yang seperti ini. Ketahui lah itu."

Jiwa PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang