A Fight

1.9K 235 12
                                    

"Memangnya aku yang minta semuanya jadi seperti ini ya, Hyung?" Jeno berdialog sendiri, mata sendunya menatap foto Jein yang terpajang didinding kamarnya. Ia mulai terisak kecil.
"Aku lelah, hyung. Lelah sekali rasanya aku tak sanggup" ujarnya lirih, sebelum akhirnya tangisnya pecah.

Donghae merubah posisi tidurnya, dan kembali memejamkan mata berharap dirinya cepat masuk kealam mimpi, namun tak juga berhasil. Ia membuka matanya, dan menghela nafas panjang. Ia merasa bersalah dengan ucapannya pada Jeno. Sebenarnya ia tak bermaksud mengatakan hal itu, ia hanya terbawa emosi saja karena Jeno sangat sulit diatur padahal Donghae pikir ia melakukan semua ini juga untuk kebaikan Jeno seorang.
Donghae akhirnya memilih untuk bangun dan turun dari atas ranjangnya, kemudian perlahan melangkah keluar agar tak membangunkan Jessica yang sudah terlelap.
Donghae menaiki lantai 2 rumahnya, berjalan mendekat pada kamar Jeno masih dengan mengendap-endap, nampak pintu kamar Jeno sedikit terbuka, sehingga Donghae bisa melihat jelas Jeno yang terduduk dilantai kamarnya, dengan membelakangi pintu kamar, tangannya memeluk kedua kakinya, wajahnya ia sembunyikan di atas lututnya, punggungnya bersandar pada sisi ranjang. Bahu Jeno tampak bergetar, nafasnya sampai tersengal, ia menangis hebat.
Donghae terlihat kaget mendapati Jeno sedang menangis. Itu pertama kalinya Donghae melihat Jeno menangis, karena selama ini Jeno adalah orang yang keras.
Hatinya ikut sakit, menyadari bahwa kemungkinan alasan Jeno menangis adalah dirinya.
Donghae hingga akhirnya hanya terdiam terpaku tak bergeming didepan kamar Jeno untuk beberapa saat.

••

Kini Jeno tampak terbaring diruang UKS. Bukan karena dia sakit, namun ia tidak sedang dalam mood yang baik untuk mengikuti pelajaran sekolah, sehingga terpaksa ia berbohong, mengatakan pada guru yang sedang mengajar bahwa ia sedang kurang sehat.

"Jeno ya~" suara Haechan sudah terdengar bahkan saat ia baru masuk kedalam ruang UKS. Jika Haechan berani memanggil nama Jeno dengan nama aslinya, itu artinya sedang tidak ada orang disekeliling. Hari ini dokter jaga memang sedang absen, sehingga Jeno sedikit bersyukur ia tidak perlu merasa sungkan tinggal sejenak diruang UKS.
"Aku membawakanmu Latte" tangan Haechan terulur, memberikan segelas latte pada Jeno.
"Gomawo" ujar Jeno.
"Jeno, bolehkan sore ini aku ikut menemani mu lagi untuk ikut pelatihan?" Tanyanya, sembari tubuhnya naik keatas ranjang kosong dan duduk disana.
"Aku sudah memutuskan untuk tidak lanjut" sahut Jeno singkat.
Haechan mengerutkan keningnya, wajahnya tampak kebingungan. "Kenapa?" Tanyanya ingin tahu.
"Bosan" Jeno sedang tak ingin menjelaskan panjang lebar pada Haechan.
"Alasan macam apa itu? Kau baru saja berkata akan mewujudkan mimpimu dan tak akan menyerah. Tapi baru sekali saja kau sudah bosan" omel Haechan. "Ayolah Jeno. Jangan mengecewakan Jein"

"Memangnya kau tau apa tentang ku? Kenapa aku harus melakukan semuanya untuk Jein?" Nada Jeno mulai meninggi.
Haechan yang sedang menyeruput capucino miliknya, mendadak berhenti.
"Kau sedang badmood ya? Sensitif sekali" ujarnya. "Jein juga kan mendukungmu, jadi-"

"Berhenti membicarakan Jein. Aku muak!" bentak Jeno

"Kau gila ya?!"

"Sudahlah kau pergi saja, jangan menggangguku!" Usir Jeno.

"Sialan kau Lee Jeno, kau benar-benar sudah gila" Haechan melompat turun dari atas ranjang, dengan langkah lebar meninggalkan Jeno, tak lupa ia membanting pintu ruang UKS, untuk menandakan bahwa ia benar-benar sedang marah.
Jeno merutuki dirinya sendiri, kenapa ia jadi menumpahkan kekesalannya pada Haechan padahal bocah itu tak salah apa-apa. Semalam ia ribut dengan ayahnya dan pagi ini ia sudah ribut dengan Haechan.

Kali ini Haechan pasti benar-benar marah. Buktinya saat Jeno kembali kekelas, Haechan yang biasa duduk disebelahnya, sekarang sudah bertukar tempat dengan Lucas. Ia tampak membuang muka saat Jeno menatapnya. Awalnya Jeno ingin meminta maaf, namun ia sedikit gengsi. Sifat keras kepala Jeno memang mirip dengan Donghae. Mereka sama-sama enggan meminta maaf ketika melalukan kesalahan.
Mungkin nanti saja, pikir Jeno. Lagipula sekarang dia sedang ingin sendiri.

••

Siang ini Haechan langsung pulang kerumahnya, padahal rencana awalnya ia ingin mengajak Jeno makan siang bersama dikedai tteokboki kesukaan Jeno yang sudah buka kembali pasca renovasi selama 2 bulan. Tapi ia mengurungkan niat karena sedang kesal dengan Jeno.
"Haechan" Haechan sedikit terkejut mendengar suara ayahnya memanggilnya saat ia baru saja masuk kedalam rumah. Ia terbiasa dengan rumah yang sepi sehingga tak menyangka Appa nya sedang ada dirumah.
"Tumben Appa dirumah jam segini?" Tanyanya sembari melepas sepatu dan kaus kakinya.
"Ganti dulu seragammu, lalu temui Appa di ruang kerja" ujar Lee Kyuhyun, ayah Haechan.

Haechan bergegas menemui Ayahnya setelah berganti pakaian dengan kaus santai berwarna putih.
Ayahnya duduk disofa, dan didepannya tampak ada sebuah plastik yang didalamnya terdapat beberapa putung rokok.
"Appa menemukan ini di rooftop"
Matilah aku, gumam Haechan
"Awalnya Appa pikir kau mulai merokok lagi, jadi Appa memasang cctv untuk memastikan. Dan kau tau apa yang Appa temukan?" Kyuhyun meraih ponselnya, dan menunjukan layar handphonenya pada Haechan. Disitu terlihat jelas ia dan Jeno sedang asyik menghisap rokok sembari duduk-duduk santai di rooftop.
"Mulai sekarang Appa minta kau berhenti berteman dengan Jein. Ia tidak jauh beda dengan Jeno yang membawa pengaruh buruk untukmu"
"Tapi Appa-" Haechan baru saja akan protes saat Kyuhyun menatapnya tajam seakan ingin menerkamnya.
"Jangan bantah Appa, atau kau ingin dikurung dikamarmu?!" Tegas Kyuhyun. "Kau mengerti, Lee Haechan?"
Haechan meneguk salivanya susah payah. Ia tak mau mengambil resiko. Akhirnya ia hanya menggangguk pasrah.

••

Sudah beberapa hari berlalu sejak pertengkaran Jeno dengan ayahnya maupun Haechan. Suasana dirumah juga disekolah menjadi canggung.
Saat makan malam, Jeno hanya akan berbicara pada ibunya, dan sebisa mungkin menghindari kontak dengan ayahnya. Dia hanya akan menjawab singkat pertanyaan ayahnya yang ia tahu, ayahnya menanyakan itu hanya basa-basi agar ibunya tidak curiga dengan pertengkaran mereka. Dan disekolah, jujur Jeno merasa sepi. Ia harus pergi kekantin sekolah sendiri, dan memilih menggunakan gudang sekolah yang sudah terbengkalai, untuk melepaskan penatnya dengan merokok.

Jam menunjukan pukul 4 sore, kelas tambahan baru saja selesai, mengingat bulan depan mereka sudah masuk ke ujian akhir. Sebenarnya Jeno tidak ingin langsung pulang kerumah, namun Jessica baru saja menghubunginya dan memintanya segera pulang kerumah dengan alasan langit sudah mendung, tanda hujan akan turun.

Jeno masuk kedalam rumahnya, mendapati Jessica sedang sibuk diruang makan.
"Jein, kemarilah" Jessica tersenyum lebar, mendapati anaknya sudah dirumah. Tangannya melambai, memberi isyarat agar Jein mendekat.
"Ada acara apa, Eomma?" Tanya Jeno bingung. Pasalnya, dimeja atas meja makan, sebuah kue tart cukup besar baru diletakan oleh Jessica setelah dikeluarkan dari dalam box.
"Untuk merayakan keberhasilanmu. Selamat Jein, kau berhasil masuk diuniversitas impianmu" Jessica kemudian memberikan pelukan untuk Jein, yang tampak kebingungan.
Ia menatap Donghae yang juga ada disana, seakan meminta penjelasan, namun Donghae hanya diam seribu bahasa.

To Be Continued . . .

Jangan lupa vote & comment kalo kalian suka :)
Thankyouuu✨

I'm Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang