Decision

2.6K 267 8
                                    

Jeno turun dari motornya. Ia mengedarkan pandangannya pada jalanan yang sepi. Sejak dulu jalan ini tak pernah ramai, karena itulah tempat ini sering dijadikan sebagai tempat ajang balap liar.
Memori tentang malam itu kembali terputar. Tempat ia berdiri saat ini adalah tempat dimana Jein terbaring tak berdaya setelah kepalanya membentur keras batu besar yang membuat kepalanya cedera parah hingga menghilangkan nyawanya. Memang benar itu salahnya. Seharunya ia menuruti perkataan Jein untuk memakai helm.
Hanya karena ia sudah merasa berpengalaman, Jeno langsung merasa sombong. Ia tertawa meremehkan saat Jein meminta untuk mereka memakai pelindung kepala.

Jeno bersandar pada batu besar yang ada ditepi jalan, batu yang membentur kepala Jein itu. Tangannya mengeluarkan sebuah cutter dari dalam sakunya. Ia sudah dipenghujung rasa lelahnya. Lelah hidup dalam penyesalan, hidup dalam bayang-bayang saudara kembarnya, juga tekanan yang orangtuanya berikan.
Jeno bertekad akan menyusul Jein, ia berjanji akan meminta maaf pada Jein ketika mereka bertemu kembali dialam sana.
Perlahan, digoreskan cutter itu pada pergelangannya, menghasilkan garis panjang yang mulai mengeluarkan darah.
Darah, kelemahan terbesar Jeno. Ia dapat merasakan kepalanya mulai pening, dada nya mulai sakit dan sesak. Tapi Jeno tidak peduli, toh nanti ia juga akan mati, pikirnya. Hingga beberapa menit berlalu, Jeno pikir mungkin sebentar lagi ia akan segera bertemu Jein.

"Ya Tuhan! Lee Jeno!"
Jeno dapat mendengar suara ayahnya. Ia mendongak dengan susah payah, dan benar saja, ia mendapati ayahnya juga Haechan sedang berlari menghampirinya.
Tubuhnya sudah terasa lemas, hingga ia terjatuh dipelukan Ayahnya yang segera mengangkutnya masuk kedalam mobil.

Donghae mengemudikan mobilnya cepat, sesekali melihat keadaan Jeno melalui kaca spion tengah, sedang Haechan duduk dibelakang sembari menjadi tumpuan untuk Jeno yang terbaring lemas.
Melihat raut wajah Jeno tampak kesakitan, dan nafas yang tersengal,  Haechan mencoba menenangkannya, seperti yang biasa ia lakukan jika serangan panik Jeno kumat. Padahal dia sendiri juga panik setengah mati, namun tak ingin membuat Jeno ikut terpengaruh.
"Bangun Jen! Buka matamu!" Pekik Haechan saat Jeno mulai memejamkan matanya. "Lee Jeno!"

••

Haechan duduk dibangku taman rumah sakit, dengan baju tidurnya yang sekarang sudah terdapat bercak darah. Ia mencoba menghubungi ayahnya.
"Haechan kau dimana?" Tanya Ayahnya langsung setelah telepon tersambung.
"Appa, hiks" Haechan mulai menangis lagi padahal tadi ia sudah cukup tenang.
"Haechan kau kenapa? Kau dimana? Appa ke situ sekarang" Kyuhyun jadi panik mendengar Haechan menangis.

Tak butuh waktu lama, Kyuhyun sudah sampai dirumah sakit setelah Haechan memberitahunya tadi. Ia tampak terkejut melihat baju Haechan berlumur darah. Dipikirnya Haechan mengalami kecelakaan.
"Haechan! Apa yang terjadi?!"
Bukannya menjawab, Haechan malah berhambur memeluk erat ayahnya.
"Appa. Jeno hiks" lagi lagi Haechan hanya bisa menangis.
Setelah tenang, Haechan baru mulai bersuara.
"Haechan takut" ujarnya. Ia kembali teringat saat ia pikir Jeno meninggal dalam kecelakaan dua tahun yang lalu, itu saja dia sampai mengunci diri dikamar beberapa hari, menghabiskan waktu dengan menangis, kalau ia harus mengulang lagi rasanya ia akan gila.
"Bagaimana jika Jeno tidak selamat, Appa?"
Kyuhyun mengernyit bingung. "Jeno? Siapa yang kau bicarakan?"
Akhirnya Haechan mulai membuka rahasia yang selama ini tertutup rapat.
"Jadi dia adalah Jeno? Bukan Jein?"
Haechan mengangguk. Kyuhyun terdiam beberapa saat, mencerna apa yang Haechan katakan barusan, rasanya seperti drama, mengetahui bahwa selama ini Jeno hidup sebagai orang lain.
"Jeno pasti selamat kan, Appa?" Pertanyaan Haechan membuyarkan lamunan Kyuhyun.
"Pasti, dia pasti baik-baik saja"

••

"Jeno memiliki gangguan panik, semenjak kecelakaan itu"
Ucapan Haechan terngiang dikepalanya.
Donghae mengusap kasar wajahnya, ia tidak pernah tau bahwa kecelakaan itu berefek pada mental Jeno, ia pikir selama ini anaknya baik-baik saja.
Tiba-tiba saja ia merasa sangat menyesal. Seharusnya ia bersyukur dengan kehadiran Jeno, bahwa anak itu masih selamat dari kecelakaan maut, kenapa harus repot memaksanya menjadi Jein. Padahal Jeno sendiri sudah menanggung beban begitu berat karena kehilangan Jein.

Donghae segera bangkit berdiri saat pintu UGD terbuka.
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Donghae pada Siwon, rekannya sesama dokter. Meskipun ia sendiri adalah dokter tapi ia tak sampai hati melihat anaknya harus meregang nyawa dihadapannya. Syukurlah ada Siwon yang kebetulan sedang ada jadwal menjadi dokter jaga di UGD.
"Untunglah kau tidak terlambat membawanya kemari. Kondisinya sudah stabil. Kau bisa menemuinya setelah ia dipindah ke ruang rawat" jelas Siwon.
Donghae bernafas lega. Ia tidak akan memaafkan dirinya jika sampai Jeno kenapa napa.
"Kau bukannya ada jadwal operasi siang ini?" Tanya Siwon memastikan.
Donghae melirik jam tangannya. "Masih 1 jam lagi"
"Kau kembalilah ke ruangmu, tenangkan diri dulu sebelum memulai operasi. Tidak lucu rasanya kau melakukan operasi dengan pikiran dan keadaan kacau seperti ini" jangan lupakan baju putih Donghae yang juga terkena darah saat ia membawa tubuh Jeno.
"Aku akan memantau keadaannya, tak perlu kuatir" sepertinya Siwon dapat membaca kekawatiran rekannya itu.
"Baiklah. Terimakasih banyak, won"
"Ah, kau sudah mengabari istrimu?"
Donghae menggeleng. "Aku akan memberitahunya langsung nanti"

••

Haechan langsung berlari menuju ruang rawat Jeno sesaat setelah mendengar kabar dari Donghae.
Jeno masih tertidur, tapi Haechan bersyukur mengetahui keadaan Jeno yang sudah stabil.
"Kau bodoh ya sampai mau menghilangkan nyawamu sendiri?!" Omelnya, padahal ia tahu, Jeno tidak akan mendengarnya.
"Awas saja kau nanti, aku akan menghajarmu sudah membuatku repot" ucapan Haechan tidak sungguh-sungguh, ia hanya kesal karena Jeno membuatnya ketakutan setengah mati.
"Cepat bangun ya biar aku bisa menghajarmu" Lanjutnya, nyatanya Haechan mengatakan hal itu sambil menghapus airmatanya yang mulai melesak keluar.
"Kalau begitu kita pulang dulu ya. Kau harus membersihkan dirimu dulu" ujar Kyuhyun, tangannya mengusap lembut punggung Haechan, mencoba menenangkan.
"Nanti sore aku kembali lagi, kau sudah harus bangun ya, Lee Jeno!"

TBC

Dont forget to Vote and Comment
Thankyouu 🎉

I'm Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang