The Truth

1.9K 239 16
                                    

Satu hal yang ada dipikiran Jeno saat ini. Yakni mencari ayahnya. Ketika dilihatnya dari atas balkon, mobil ayahnya tidak terparkir dihalaman bawah, segera ia meraih ponselnya, menghubungi Donghae.

••

Ketika mobil Donghae sampai dirumah, Jeno sudah sedari tadi menunggu kedatangannya bahkan didepan gerbang.
"Ya! Apa-apaan kau ini?!" Pekik Donghae yang baru saja keluar dari dalam mobil, melihat penampilan Jeno yang begitu berantakan, ditambah bau asap rokok yang begitu pekat. Ia saja terkejut, apalagi dengan istrinya yang selama ini mengganggap Jeno adalah Jein.

Keduanya melangkah menuju kamar Jessica, dan kompak berhenti sejenak didepan pintu.
"Kau kembali kekamarmu, benahi dirimu. Appa akan menjelaskannya pada Eomma" ujar Donghae sebelum ia masuk kedalam kamar.
Donghae melangkah perlahan mendekati Jessica yang duduk ditepi ranjang, memunggunginya, tatapannya terarah pada jendela yang menampakan langit biru.
"Jess" panggil Donghae. Ia berlutut didepan Jessica agar tubuhnya sejajar, kemudian diraihnya tangan istrinya itu.
"Aku tau kau terkejut karena-"
"Aku sudah tau semuanya, sejak lama"
Kali ini malah Donghae yang terkejut, mendengar penuturan istrinya barusan. Ia terbungkam, cukup lama. Hingga suara Jeno yang sedikit berteriak, memecah keheningan.
"Jadi Eomma sudah tau kalau aku adalah Jeno?!"
Donghae dan Jessica sontak menoleh kearah suara. Jeno sudah berada didalam kamar mereka. Saat Donghae memintanya untuk kembali ke kamar, rupanya Jeno tidak menurutinya, ia memilih mengintip dibalik pintu, ingin tahu reaksi ibunya. Namun malah ia mendapati kenyataan yang juga selama ini Jessica sembunyikan.
Jessica melepaskan genggaman tangan Donghae, kemudian berdiri dan mendekat pada Jeno. Di tangkupnya wajah Jeno, membuat kedua manik mata mereka bertemu.
"Jeno, kau mau kan tetap menjadi Jein, demi Eomma" pintanya.
Jeno menatap tak percaya, apa ia salah dengar?
"Bagaimana bisa-" Jeno mundur selangkah, menjauhi Eommanya.
"Jen, kau sudah menjadi Jein sejak 2 tahun yang lalu. Kau pasti sudah terbiasa. Tidak sulit untuk tetap hidup sebagai Jein" Donghae menambahkan, membuat Jeno semakin tak percaya.
"Orangtua macam apa kalian?!"
Jeno berlari keluar. Diambilnya asal kunci motor yang sudah lama tak tersentuh, yang tergeletak diatas meja ruang tengah.
Sebenarnya Jeno sudah lama tidak mengendarai motor miliknya, yang menjadi saksi kecelakaan 2 taun yang lalu. Motor itu sudah melewati banyak perbaikan dan hanya tersimpan digarasi, namun meskipun Jeno tidak pernah menggunakannya lagi, biasanya supir keluarganya membantunya sekedar menyalakan mesin sebentar, agar motor itu tidak rusak total.
Jeno menghela nafas panjang, ini pertama kalinya sejak 2 tahun.
Pikirannya yang kalut membuatnya tidak pikir panjang, langsung menyalakan motor miliknya itu dan pergi meninggalkan rumah.
Dan satu satunya yang bisa menjadi tujuan Jeno saat ini hanyalah rumah Haechan.

••

Jeno turun dari atas motornya yang terparkir didepan rumah Haechan. Ditekannya bel rumah Haechan berkali kali hingga seseorang keluar dari dalam. Bukan Haechan, melainkan Kyuhyun, ayah Haechan. Cukup mengejutkan Jeno, karena biasanya Kyuhyun tidak ada dirumah pada jam-jam segini.
Jeno membungkukan badannya sopan, kemudian bertanya
"Paman, apakah Hacehan ada dirumah?"
Kyuhyun tampak memperhatikan Jeno dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan tatapan kurang suka. Jangan lupakan penampilan Jeno yang tentu masih sangat berantakan.
"Kau sebaiknya pulang, karena Paman sudah melarang Haechan berteman denganmu"
"Aku-"
"Kau hanya membawa pengaruh buruk untuk Haechan. Paman kira kau akan berbeda dengan Jeno, namun ternyata sama saja"
"Paman-"
"Apa kau tidak kasihan dengan orangtuamu? Kau menjadi satu satunya harapan mereka, tapi lihatlah dirimu"
Kyuhyun benar-benar tidak memberi Jeno kesempatan untuk sekedar berbicara atau menjelaskan.
"Appa!" Haechan yang mendengar suara ayahnya itu segera keluar, menghentikan ayahnya agar tidak melanjutkan lagi perkataannya yang mungkin bisa menyakiti hati Jeno.
Baru saja Haechan akan menghampiri Jeno, saat lengannya ditarik kasar oleh Ayahnya, membuat tubuhnya yang kalah besar itu mau tak mau terpaksa mengikuti langkah ayahnya yang hendak kembali masuk kedalam rumah.
"Maafkan ayahku. Kau pulang saja" hanya itu yang Haechan sempat ucapkan sebelum pintu depan rumahnya tertutup.
Menyisakaan Jeno yang hanya diam. Ia tersenyum miris.
Ternyata memang kehadiranku membawa banyak masalah ya, pikirnya.

••

Donghae dan Jessica kini duduk berhadapan dimeja makan, setelah kepergian Jeno.
"Sejak kapan?" Tanya Donghae lirih. Ia mengusap kasar wajahnya. Jika Jessica sudah tau sejak lama, kapan tepatnya?
"Sejak aku melihat Jein terbaring tak bernyawa. Aku ibu mereka, aku tentu bisa mengenali anakku" ujar Jessica. "Kau mengatakan bahwa Jeno sudah meninggal, tapi yang kulihat adalah Jein" Mata Jessica memanas, kembali mengingat hari dimana ia tak ingin itu semua terulang. Terlalu sakit bahkan hanya dengan mengenang kembali.
"Lalu kenapa kau tidak mengatakan apapun saat itu?" Donghae kembali meminta penjelasan.
"Aku tidak siap kehilangan Jein" jawabnya singkat. Tentu saja, Jein benar-benar dekat dengan Jessica, dibandingkan dengan Jeno.
"Aku pikir, baiklah aku akan mengikuti setiap rencana yang kau buat. Aku pun berharap Jeno bisa menggantikan kehadiran Jein" Jessica menghapus air matanya yang lolos, melesak keluar.
Donghae lantas mendekat pada istrinya, dan menarik tubuh istrinya kedalam pelukannya.
"Ya, kau tenang saja, aku akan memastikan Jeno akan tetap menjadi Jein"

TBC
Jangan lupa Vote nya ya kalo kalian suka 🍁

Bonus foto uri sad boy 🥺

cr : twitter/blackocean_nm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cr : twitter/blackocean_nm

I'm Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang