Special part : After accident

1.8K 163 7
                                    

Hari ini tubuh Lee Jein akan dikremasi. Jessica menolak keras untuk datang melihat proses kremasi. Ia memilih tinggal dirumah. Ibu mana yang tega melihat proses itu. Dimana tubuh anak kesayangannya akan dihanguskan hingga tersisa abu dan tulang belulang? Membayangkannya saja membuat Jessica mau gila.

Jeno berdiri didepan ruang kremasi. Semalam ia meminta ijin pada Donghae untuk melihat proses kremasi saudara kembarnya itu. Dengan langkah berat ia mulai masuk, mendekat pada peti dimana tubuh Jein dibaringkan. Jeno memang meminta agar peti tak terlebih dulu ditutup. Ia mau melihat Jein untuk terakhir kalinya.
Jeno berlutut, agar sejajar dengan peti itu. Tangannya terulur mengusap pelan wajah Jein yang tampak seperti tertidur baginya.
"Hyung-" panggilnya pelan. Bibirnya bergetar menahan tangis. "Pasti sangat sakit ya?" Kini tangannya menyentuh pelan bagian kanan kepala Jein yang terbalut perban dengan rapi.
"Maaf hyung, maaf" rapalnya. "Maafkan aku"
Jeno menghapus cepat airmatanya yang lolos begitu saja membasahi pipinya. "Hyung, kalau hyung pergi-" Jeno mulai menangis sesengukan, kemudian dengan susah payah mencoba melanjutkan perkataannya. "Aku- aku akan sendiran. Bagaimana- aku bisa hidup?"
Jeno sungguh-sungguh dengan perkataannya. Jein tempatnya berkeluh kesah ketika ia sedang kesal dengan kedua orangtuanya. Jein yang selalu memberinya nasihat meskipun kadang ia tak mendengarkannya. Meskipun Jeno memiliki banyak teman tapi ia tidak bisa terbuka seperti itu terbuka pada Jein. Karena bagaimanapun ia memiliki ikatan darah, ikatan tak terpisah dengan saudara kembarnya itu.

"Nak, maaf, sudah waktunya" seorang bapak tua menepuk pelan baju Jeno. Lalu dua orang lagi yang lebih muda, membantu mengangkat tubuh Jeno agar berdiri dan sedikit menjauh dari peti Jein yang hendak ditutup.
Jeno mengangis pilu, mendengar setiap ketukan palu pada peti yang mulai ditutup dan dipaku.

Jein takut gelap. Ia pasti ketakutan didalam peti. Pikirnya.
Jeno baru akan kembali mendekat pada peti Jein saat tubuhnya dihadang oleh Donghae yang baru saja menyusul masuk.
"Appa- Hyung pasti ketakutan didalam. Keluarkan dia- keluarkan, Appa!" Jeno bahkan mulai berteriak pada ayahnya. Tubuhnya mulai memberontak, tapi apa daya, ia masih belum pulih benar, tubuhnya masih terasa lemas hingga tak bisa melawan kekuatan Ayahnya yang menahan tubuhnya.
Perlahan peti itu didorong masuk kedalam sebuah ruang yang dipenuhi nyala api. Hingga peti itu masuk sempurna, pintu besi itu ditutup, namun melalui kotak transparan kecil, Jeno bisa melihat peti itu mulai dilahap api.
"Tidak! Hyung! Hyung cepat keluar!" Teriak Jeno.
"Appa, kumohon keluarkan hyung. Kumohon. Hyung pasti ketakutan didalam" tubuh Jeno tersungkur dihadapan Donghae, terus memohon agar ayahnya mengeluarkan Jein dari dalam sana.
"Sadarlah Lee Jeno!" Donghae berjongkok, mengguncang keras bahu Jeno yang masih terus mencoba memberontak dan berteriak.
"Bawa dia kembali ke ruang rawat" perintahnya pada dua pemuda tadi yang ada disana.
"Aku mau disini. Aku harus mengeluarkan Jein Hyung!" Dua pemuda itu lantas membawa paksa Jeno untuk keluar dari dalam ruang kremasi.
Bahkan sampai didalam ruang rawat, Jeno masih terus berteriak memohon agar Jein diselamatkan. Hingga terpaksa, Siwon menyuntikan obat penenang pada Jeno. Perlahan Jeno berhenti memberontak, tubuhnya melemah, matanya mulai tertutup, dan tak lama ia terlelap, efek dari obat itu. Siwon mengambil selembar tisu, menyeka wajah Jeno yang penuh keringat, kemudian menyelimuti tubuh Jeno.
"Lee Jeno, kau harus kuat ya. Cepatlah pulih" ujar Siwon.

"Puas kau membuatnya seperti ini?" Sindir Siwon saat Donghae baru saja masuk kedalam ruang rawat setelah menyelesaikan urusan kremasi Jein.
Donghae mendekat pada Jeno yang masih terlelap diatas ranjangnya. Wajahnya masih terlihat pucat, bahkan lebih pucat dari kemarin saat ia meminta ijin untuk melihat Jein.
"Dia sudah hancur tanpa kau buat. Sebagai seorang Ayah, apa yang kau lakukan untuk meringankan bebannya?" Tanya Siwon, membuat Donghae mendongak, menatap tajam kawannya itu.
"Ini kesalahannya. Jadi ia pantas menanggungnya"
"Kau gila. Benar-benar gila"

••

Jein pernah mengatakan "suatu saat kau akan sadar, ketika kau mendapat masalah, keluargamu akan menjadi pertama yang menolongmu. Bukan teman-temanmu itu"
Dan itu terbukti. Semenjak kecelakaan yang menewaskan Jein, semua teman Jeno seakan ditelan bumi.
Chenle, langsung pindah ke kampung halamannya di China.
Vernon, juga memilih pindah sekolah.
Joshua dan Wonwoo yang memang tidak satu sekolah dengan Jeno, langsung memblokir semua kontak dengan Jeno.

Ditambah lagi semenjak itu hidup Jeno berubah total karena ia harus hidup sebagai Lee Jein.
Jangan tanya betapa hancur hidup Jeno, tapi ia tak pernah mengungkapkannya pada siapapun.

TBC
Jangan lupa vote comment nya ya 😍

I'm Jeno [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang