Jeno kembali mengendarai motor nya setelah tertolak dirumah Haechan, dan kini tujuan terakhirnya hanyalah krematorium, tempat abu saudaranya itu disimpan.
Langit sudah mulai gelap saat motor miliknya berhenti tepat didepan bangunan krematorium. Jeno melangkah masuk kedalam salah satu ruangan, lalu menuju lemari yang berada disudut ruangan. Sebuah guci tersimpan didalamnya, dengan namanya yang terukir disana. Bahkan figura foto yang terpasang disana juga menampakan foto dirinya.
Pikirannya melayang, kalau saja ia yang tak selamat dari kecelakaan malam itu, mungkin kehidupannya keluarganya akan lebih bahagia, begitu juga dirinya mungkin sudah tenang dialam sana, ia tidak akan merasakan sakit, penyesalan, dan trauma seperti sekarang ini.
"Hyung-" nafasnya tercekat, menahan tangis yang mungkin akan pecah. "Seharusnya aku yang ada didalam sini kan?" Jarinya mengetuk pelan lemari kaca dihadapannya.
Beberapa menit Jeno tenggelam dalam keheningan, hingga akhirnya ia berkata pelan.
"Hyung maaf aku harus egois, tapi aku akan mengembalikan semuanya ke awal mula"••
Jeno menuruni tangga rumahnya menuju lantai bawah. Semalam ia sengaja pulang dini hari, menunggu orangtuanya tertidur sehingga ia tidak perlu berhadapan dengan mereka. Dan pagi ini Jeno sudah siap untuk pergi kesekolah, meskipun suasana hatinya masih berantakan, namun ia pikir akan lebih baik ia menenangkan diri disekolah.
"Jein, sarapanmu sudah siap" suara Jessica terdengar dari luar ruang makan.
Jeno tersenyum miris. Bahkan ibunya bersikap sekolah tidak ada yang terjadi kemarin. Ia memutuskan untuk melewati ruang makan tanpa mengindahkan ibunya. Namun suara ayahnya membuatnya menghentikan langkahnya.
"Kau tak punya mulut huh?!"
Jeno menggepalkan tangannya, mencoba mengatur emosinya. Ia berbalik menatap kedua orangtuanya bergantian.
"Aku Jeno, bukan Jein. Jein sudah mati, kalau kalian lupa" ujarnya sarkas. Setelah berkata seperti itu, Jeno segera mempercepat langkahnya meninggalkan Donghae yang sudah siap mengamuk jika saja Jessica tidak memberi isyarat agar Ia membiarkan Jeno sendiri.••
Semua mata menuju pada Jeno, beberapa dari mereka tampak berbisik-bisik membicarakannya. Haechan yang baru saja sampai dikelas bingung dengan keadaan kelas yang tampak sepi, namun ketika dilihatnya Jeno yang sedang duduk diatas bangkunya, matanya terbelalak sempurna. Siapa yang tak terkejut melihat perubahan penampilan Jeno. Dua kancing teratas seragamnya terbuka, rambutnya yang biasa rapi kini menggunakan gel rambut dibuat keatas, belum lagi posisi kedua kakinya yang dengan santai dinaikan keatas meja.
Haechan langsung menarik Renjun untuk kembali bertukar tempat duduk dengannya.
"Ya! Kau gila?!" Pekik Haechan dengan berbisik tepat ditelinga Jeno.
Yang diajak bicara malah sibuk memainkan ponselnya, seakan tak menganggap keberadaan Haechan.
Karena kesal tak dijawab, Haechan lantas menjitak kepala Jeno cukup keras.
"Aw! Ya! Sakit, sialan!" Umpatan Jeno kembali membuat teman-teman sekelasnya saling berbisik, rasanya ini pertama kalinya Jein yang mereka kenal itu melontarkan umpatan kasar.
"Kalau begitu jawab pertanyaanku!"
"Apa lagi?"
"Kenapa penampilanmu seperti ini? Kau gila?!
"Apa yang salah dengan penampilanku? Dari dulu juga seperti ini"
Haechan baru saja akan menjawab saat Yuta, wali kelas mereka masuk kedalam kelas untuk mulai mengajar.••
Jeno memilih pergi ke minimarket yang berada tepat disebrang sekolahnya, saat bel istirahat berbunyi. Sebelum Haechan kembali bertanya macam-macam, Jeno sudah terlebih dulu kabur. Ia masih belum siap untuk bercerita pada Haechan, ditambah lagi perkataan ayah Haechan yang memintanya untuk menjauh dari anaknya, rasanya ia tak mau lagi menarik Haechan masuk dalam permasalahannya, biarkan kali ini ia menyelesaikan sendiri.
Jeno menyesap rokok yang terselip dijarinya, tak peduli dengan tatapan murid lain yang kebetulan juga sedang berada disana.
Tiba-tiba saja lengan Jeno ditarik, tanpa sempat melawan, langkahnya ikut terseret mengikuti seseorang didepannya yang masih terus menarik tubuhnya menjauh. Hingga akhirnya orang yang tak lain adalah Haechan itu berhenti didalam gang sempit. Setelah memastikan tidak ada orang disana, Haechan baru buka suara.
"Jen, kau ada masalah ya?" Tanyanya.
"Tidak"
"Bohong! Kalau begitu untuk apa kemarin kau datang kerumahku?"
"Aku hanya lewat saja" sanggah Jeno.
"Kau pikir aku baru mengenalmu satu dua hari? Kau tak bisa membohongiku, Lee Jeno!" Suara Haechan mulai meninggi.
"Dengarkan aku ya, sebaiknya kau mengikuti apa kata ayahmu dan berhenti mengurusiku" Jeno menatap tajam Haechan. Jeno menabrakan bahunya pada bahu Haechan, membuat kawannya itu sedikit terhuyung ke samping, memberi jalan untuk Jeno melanjutkan langkahnya.
Tapi sialnya, ia berpaspasan dengan Yuta yang menatapnya tak percaya melihat rokok yang masih terselip dijarinya."Lee Jein! Ayo ikut ke kantor sekarang!"
TBC
Jangan lupa vote & commentnya ya :)Btw 4 atau 5 part lagi "I'm Jeno" bakal tamat jadi aku mau mulai post cerita lain wkwkk tapi kayanya castnya bakal Jeno lagi soalnya Jeno asik buat di bully 🤗🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Jeno [END]
Ficción GeneralLee Jeno, dipaksa untuk hidup sebagai saudara kembarnya Lee Jein. Dengan sifat yang berbeda jauh. Mampukah Lee Jeno?