We Were Both On The Brink

1.6K 168 19
                                    

non-baku | coming of age, drama | 10k words

prompt:
Seulgi dan Joohyun sama-sama mengalami kegagalan di jalan hidup mereka. Dikira tersesat, nyatanya mereka saling menemukan.

+++

Seulgi duduk di pojokan dengan semua napasnya yang ditahan. Siapa yang tidak menyukai kejutan? Seulgi pun karena ia pikir kalau orang-orang memang mempedulikannya.

Sekarang adalah kejutan yang paling berkesan untuknya. Hanya saja, hawanya berbeda. Kali ini Seulgi sama sekali tidak tertawa menikmati kejutan ini.

Untuk ruangan ber-AC, Seulgi sama sekali tidak menggigil sebab perasaannya terpaku di dadanya. Ia tidak pernah dipukul di situ, namun sekarang Seulgi tahu seperti apa rasanya.

Bahkan lebih. Rasanya seperti disayat. Seakan tubuh Seulgi sedang diautopsi. Dihancurkan segala isi tubuhnya seperti isi pikirannya saat ini.

Seulgi tersenyum. Dirinya tersenyum remeh saking tidak percaya. Ruangan ini sangat sunyi, tapi entah kenapa Seulgi bisa mendengar suara teriakan.

Mungkin, teriakan itu dari kepalanya.

"Dinyatakan tidak diterima..." Seulgi mendengus ke samping, diakhiri tawa pahitnya. "Kamu bercanda, kan?"

Bolak-balik Seulgi membaca tulisan yang muncul di layar komputer. Mau berapa kali Seulgi mencoba me-refresh situs web, kata-kata menusuk itu kembali muncul.

Seulgi menggeleng. Dipijat keningnya sembari berpikir bagaimana bisa ia mengatakan ini ke orang tuanya, kalau putrinya tidak berhasil melewati tes perguruan tinggi.

Seulgi menghela napas, "Diantara semua hari, kenapa yang ini datang tiba-tiba?"

Dia tidak habis pikir. Harus berapa kali Seulgi dijatuhkan sampai dia kembali cukup kuat untuk membuktikan kalau Dunia itu salah? Seulgi berdecih kesal memikirkan itu.

Cepat-cepat ia mengambil jaket hitam bergaris jingga yang digantung di kursi. Seulgi memakainya sembari berjalan keluar dari ruang komputer.

Langkahnya sempat terhenti ketika melihat pintu tiba-tiba dibuka dari luar. Terlihat sekilas wajah panik Seulgi, ia pun menundukkan kepalanya ketika pas-pasan dengan murid yang masuk.

Seulgi berhasil menyembunyikan wajahnya saat memakai lengan jaket. Sebenarnya Seulgi bukan murid yang terkenal, harusnya ia tak perlu khawatir karena orang tidak akan mengenalnya.

Namun, yang ini berbeda. Yang barusan lewat adalah orang yang Seulgi sukai sejak entah kapan. Tidak mungkin Seulgi bisa tersenyum tulus menyapanya jika keadaan hati dan pikirannya berantakan, maka dari itu dia memilih untuk bersembunyi. Lagi.

Seulgi memegang sisi pintu dan melirik ke arahnya. Kemudian Seulgi keluar disaat yang sama gadis itu berbalik menatap ke arah pintu.

Seulgi menghela napas. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Seulgi membuka pengumuman lebih awal itu karena kesengajaannya.

Saking sakitnya, Seulgi tidak bisa mengekspresikan lagi perasaannya. Dia kebingungan harus berbuat apa. Seperti ia telah kehilangan semua kesempatan emas.

Tadinya ia ingin kembali ke ruang kelas kalau tidak ada tepukan di pundaknya. Seulgi yang malas cuma memberikan tatapan datar.

"Kemana aja kamu?"

Seulgi memaksa untuk tersenyum. "Kabur."

"Lagi? Kamu tau kan harusnya kita selesaikan muralnya sebelum pulang sekolah."

"Kenapa kamu gak bisa santai, sih? Lagian kita kan bagian bawah."

"Justru karena itu aku mencarimu, bodoh."

Wonderwall ─ SeulreneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang