non-baku | history, knowledge, date | 5k words
prompt:
Malam hari di sebuah pub, secara tidak sengaja Irene berkencan dengan seorang wanita muda asing.+++
Di pertengahan musim panas, bagi Irene tidak ada yang lebih menyenangkan selain pergi ke pub dan menghabiskan waktu sampai larut di sana. Walau ramai—bahkan terlalu ramai, Irene selalu datang. Selain murah, pub di sini jadi tempat sasaran orang-orang dewasa untuk berdiskusi.
Setidaknya berbeda dengan Irene, di umurnya yang belum mencapai 20 tahun ini. Terdengar aneh kalau anak remaja menghabiskan waktunya di pub sendirian, apalagi Irene seorang perempuan. Paling tidak Irene sudah legal untuk minum-minum.
Kebiasaannya bukan sesuatu yang disengaja. Waktu itu Irene terpaksa menjemput kakaknya di sini saking sudah larut. Alih-alih membawa kakaknya pulang, Irene malah disuruh menemaninya untuk beberapa jam ke depan. Detik itu juga, Irene langsung paham kenapa pub menjadi tempat terbaik untuk sekedar me time atau bersantai.
Bersama novel yang Irene bawa, dan juga gelas minum di mejanya. Ditemani suara latar belakang seperti gelas bergesekan, bisikan orang dari meja lain, atau langkah kaki pelayan yang bolak-balik melayani meja ke meja. Belum lagi aroma yang tak bisa Irene jelaskan, terkadang dia mencium bau manis, lavender, bahkan vanilla.
Keheningan bukan sesuatu yang Irene butuhkan untuk fokus membaca, tetapi atmosfer ruangan seperti ini yang membuat Irene begitu nyaman dalam hidupnya. Sampai ia mendaratkan tatapannya pada meja di seberang, saat itu juga Irene mulai berhenti membaca novelnya.
"Meski kamu dan bulu lebat indahmu... apa itu bisa membuatmu lebih elegan?"
Meja yang jauh, anehnya Irene mendengar jelas apa yang wanita itu tanyakan. Irene mengabaikan novelnya sejenak demi memperhatikan wanita itu. Ada sebuah buku tebal di atas mejanya, terbuka ditengah-tengah halaman, membuat Irene berpikir sudah berapa lama waktu untuk wanita itu menyelesaikan bukunya.
Dia tidak bisa mengatakan wanita di depannya lelah bekerja, melihat dari setelan pakaian formalnya yang masih rapih, juga rambut hitam tanpa kusut. Hanya saja dari cara dia mengucapkan pertanyaan, baik intonasi atau tekanan, Irene merasa kalau wanita itu telah melewati hari yang melelahkan, atau bisa saja itu adalah kepribadiannya?
"Ah, ini mulai rumit." lirih Seulgi.
Seulgi meraih gelas dengan tangan kiri, dan tangan lainnya mengambil handphone di sisi meja. Satu jari menekan tombol daya handphone, layar menyala cukup terang hampir membuat matanya menyipit.
Kedua alis terangkat. "Oh, masih 10 menit lagi, kah?"
Seulgi meneguk dua kali minumnya sebelum mencondongkan tubuh ke depan sembari memiringkan kepala ke arah pintu masuk pub. Memperhatikan ada orang yang keluar, tapi kemudian ada orang yang masuk.
Beberapa jari Seulgi menepuk halaman buku. "Kira-kira 10 menit lagi, berapa banyak orang yang akan datang?"
Irene bukannya hilang tertarik dengan novelnya. Tidak, dia tidak akan pernah. Tetapi apa yang Seulgi lakukan membuat Irene sangat penasaaran dan bertanya-tanya, mengapa dia seperti itu?
Apalagi sewaktu dia menyalakan handphone-nya, dan cahaya terang muncul seakan membutakan kedua monolidnya. Irene tak berbohong kalau itu mengingatkannya kepada Ibunda tercinta, yang selalu mengatur tingkat kecerahan layar di luar batas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderwall ─ Seulrene
Fanfic⸝⸝ wonderwall (n.) it's someone who is the reason for your happiness; a soulmate; a forever love. [ oneshots; short story ] ©Seulgibaechuu, 2021.