Diagon Alley

414 43 0
                                    

Si kembar Potter menghabiskan sisa liburan di Leaky Cauldron. Rasanya seperti mendapatkan kebebasan, mereka bisa bangun kapan saja tanpa mendengar omelan paman Vernon dan bibi Petunia.

Sesudah mengisi kembali kantong uangnya dari lemari besi di Gringotts, Nay dan Harry perlu menahan diri untuk tidak menghabiskan uangnya sekaligus. Masih ada beberapa tahun lagi yang harus dilewatkan di Hogwarts. Tak mungkin jika harus minta uang dari keluarga Dursley untuk membeli buku atau kebutuhan lainnya.

Nay menoleh pada Harry yang sedang menatap sapu keluaran terbaru yang dipajang di etalase, itu adalah sapu Firebolt.

"Regu Internasional Irlandia baru saja memesan tujuh sapu cantik ini," pemilik toko memberitahu kerumunan pengunjung, "dan sapu ini favorit untuk Piala Dunia!"

Harry tidak berkedip sama sekali, ia tergoda dengan semua barang terkait Quidditch sejak mereka sampai di Diagon Alley. Tapi ia sadar, tak mungkin menguras lemari besi untuk membeli sesuatu yang tak begitu dibutuhkan.

"Kau menginginkannya?" Nay bertanya.

Harry menggelengkan kepala, "Aku tidak pernah kalah saat pakai nimbus 2000. Lagipula harganya mahal sekali. Kau pasti mengomel jika aku mengosongkan lemari besi untuk membeli sapu itu." Nay mengedikkan bahu, ia jarang sekali mengomel padahal. Malah justru Harry yang lebih banyak bicara.

Nay melihat Harry setiap hari kembali ke toko itu dan memandangi Firebolt. Sebenarnya ia tidak keberatan jika Harry menginginkannya. Tapi dia tidak mengatakannya, biar saja Harry berpikir sendiri.

Masih ada barang-barang yang harus dibeli dari daftar yang dikirimkan Hogwarts. Nay pergi ke toko buku sementara Harry ke toko bahan ramuan. Sebenarnya Nay sengaja memisahkan diri dari Harry karena ia akan bertemu seseorang.

Nay berdiri di toko buku dan melihat etalase, ada Buku Monster, persis seperti hadiah dari Hagrid tempo hari. Halaman-halaman yang robek beterbangan selagi buku-buku itu saling berkelahi, mengatup-ngatup dengan galak.

"Naida."

Nay menoleh saat seseorang berbisik di samping telinganya. Orang itu berdiri di belakangnya, memakai celana hitam dan sweater hijau yang tampak sangat cocok dengannya.

Nay tersenyum, menyilang tangan di depan dada. "Lama tak berjumpa, Adrian."

Adrian mengeluarkan tangannya dari saku celana lalu menarik Nay dan mendekapnya. "Aku merindukanmu," katanya.

Nay bisa merasakan wajahnya menghangat, ia membalas pelukan Adrian sebentar lalu mendorongnya untuk membuat jarak. Ia menatap sekeliling dengan waspada.

"Kau khawatir saudaramu dan teman-temannya melihat kita?" tanya Adrian dengan nada bicara tak senang.

Nay memutar bola matanya, "Bukan itu." Sebenarnya ia tidak terlalu mengkhawatirkan itu, hubungannya dengan Adrian hanya sebatas teman. Apa yang perlu dikhawatirkan?

"Apa kau mengambil ramalan tahun ini?" Nay berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Tidak, itu pelajaran yang konyol. Kau ambil ramalan?" Adrian menatap gadis berambut sepunggung itu dengan heran.

Nay mengangguk penuh semangat, ia menantikan pelajaran ramalan sejak tahun lalu. "Aku menantikannya sejak tahun lalu. Aku tahu, ini adalah pelajaran paling tidak ilmiah. Tapi kurasa ini akan menyenangkan."

Adrian menggelengkan kepalanya, tak habis pikir.

"Saya perlu buku Menyingkap Kabut Masa Depan karangan Cassandra Vablatsky." Nay bicara pada pemilik toko Flourish and Blotts.

"Ah, mau mulai pelajaran Ramalan, ya?" kata si pemilik toko, ia membawa Nay ke bagian belakang toko. Di sana ada sudut khusus untuk buku-buku ramalan.

"Ini dia," kata si pemilik toko yang telah menaiki bangku bertangga dan menurunkan buku tebal bersampul hitam. "Menyingkap Kabut Masa Depan. Buku panduan yang bagus sekali untuk semua metode dasar ramalan. Membaca garis tangan, bola kristal, isi perut burung dan lainnya." Si pemilik toko menyerahkan buku itu pada Nay. "Ada lagi yang lain?" tanyanya.

Everything is Complicated [A. Pucey x Potter Sister x T. Nott]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang