14.Jalan

5.7K 526 15
                                    

Senja menyambut dengan ramah, membiarkan matahari meninggalkan buminya menuju peraduan. Langit yang awalnya biru cerah perlahan memudar menjadi jingga indah. Burung - burung berterbangan kembali ke sangkarnya setelah seharian mencari makan. Lampu tiap bangunan juga mulai menyala menyambut malam yang gelap.

Semua pemandangan tersebut ditangkap benar oleh mata dengan bulu lentik milik Gladis. Bahkan senyum manisnya tak pernah pudar sepanjang jalan. Gladis mengabaikan wajah lelah orang sekelilingnya, juga dengan jalanan kota yang bisa dibilang macet parah.

Artha memenuhi permintaan. Pria itu bahkan mengajaknya berjalan - jalan mengelilingi kota, menikmati senja indah di tengah kota yang padat. Tidak pada tempatnya, namun Gladis tidak mempermasalahkan. Bagi Gladis ini sudah cukup.

"Harusnya gue pake Hoodie"

"Hah?!"

Gladis agak sedikit maju, menepatkan kepalanya dipundak sebelah kanan Artha. Itu ucapan Artha pertama sedari awal perjalanan, mereka belum berbicara sama sekali, masih menikmati perjalanan. Gladis mencoba mendengarkan Artha sekali lagi, tetapi pria itu malah menggeleng.

"Apa?!"

"Enggak"

Ucapan tiba - tiba Artha tadi memang tak tertangkap Gladis dengan baik, karena wanita itu tengah fokus menatap beberapa anak kecil yang berjalan bebarengan menelusuri jalanan. Anak terlantar, Gladis iba.

Gladis kembali menikmati jalanan setelah mendengar jawaban Artha. Namun beberapa saat sesampainya mereka di lampu merah, Artha menyentuh tangan Gladis yang ada di saku jaket kulit miliknya. Agak sedikit menyesal karena tangan Gladis tak bisa leluasa di saku jaketnya yang sempit. Artha mengelus pelan tangan Gladis dari luar saku, bisa dipastikan tangannya yang besar tak bisa masuk sekaligus ke dalam sakunya.

"Sebenarnya..."

Artha menjeda ucapannya menunggu perhatian Gladis teralih padanya. Gladis bisa saja tak menangkap ucapan Artha seperti tadi kan?

"Hm?"

"Sebenarnya gue langsung ke dealer abis kerja, gak sempet pulang" lanjut Artha setelah mendapat perhatian Gladis kembali

"Kenapa beli motor baru? Emang gak punya motor?"

Tak salahkan Gladis bertanya seperti itu? Artha adalah anak pemilik perusahaan properti tersohor, meskipun Gladis bisa melihat Artha yang berusaha sendiri sejak usia remajanya untuk memenuhi keinginannya. Karena Ayah adalah tipe orang tua yang ingin anaknya mandiri, beliau akan menyuruh Artha menabung untuk membeli sesuatu yang dia idamkan sejak kecil. Begitupun Apartemen beserta mobil yang pria itu punya. Apartemen yang mereka tempati murni milik Artha, atas nama Artha. Walaupun tidak mewah, membeli satu unit apartemen di daerah elite tidak bisa dibilang mudah. Harganya pasti fantastis. Maka dari itu, Artha pasti sudah memiliki motor sebelum ini kan?

"Ada satu. Tapi mirip punya Dante"

"Kenapa gak pake itu aja?"

"Gue ngeri aja boncengin cewek hamil pake itu" ujar Artha sambil menjalankan motornya lagi. Lampu sudah berubah warna.

"Masih tiga bulan, belom keliatan banget kok"

Artha mengendikkan bahunya, tak menjawab ucapan Gladis.

Gladis kembali menikmati jalanan yang sudah mulai gelap. Hatinya sedari tadi menyesal karena sebelumnya tak pernah menikmati indahnya kota sepulang kerja. Dulu dirinya hanya fokus menyetir dan ingin segera sampai rumah. Harusnya dia bisa menikmati pemandangan ini sejak dulu. Tapi bila dipikirkan lagi, Gladis selalu menaiki mobil dengan kaca gelap. Percuma saja melihat keluar saat di dalamnya, pasti tak begitu terlihat warna dari pemandangan yang tengah ia lihat.

Akibat Kesalahan Semalam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang