15. (M)

6.3K 486 1
                                    

Walaupun sepanjang perjalanan pulang Gladis mengeluh jika dirinya lelah menyambut event yang akan diadakan bulan ini, Artha tetap meminta haknya. Alasannya sebagai hadiah untuk Artha yang sudah menuruti kemauan Gladis. Maka tak ada lagi alasan Gladis menolak, ia bisa menerima Artha begitu baik.

Martabak manis yang sudah dibeli, tergeletak begitu saja di atas meja. Sedangkan di sofa sebelahnya menjadi tempat dua orang bercumbu intim. Artha yang tak sabaran langsung menyambar tubuh Gladis setelah menutup pintu dan memastikan pintu terkunci rapat.

Mereka duduk di atas sofa, lebih tepatnya Artha memangku Gladis yang menghadap penuh pada dirinya. Tangan besarnya tak berhenti mengelus punggung Gladis, meraba setiap jengkal tubuh yang masih terbalut rapat oleh baju pemberiannya. Sedangkan Gladis nyaman dengan tangan melingkar disekitar leher milik suaminya.

Mulut mereka menyecap satu sama lain, memainkan lidah saling berbelit bertukar saliva. Artha akan mengeram tertahan saat dengan tak sengaja Gladis menyengol area selatannya. Hingga pasokan nafas Gladis habis dan dia menepuk dada Artha pelan, memberi isyarat untuk berhenti.

Keduanya sama - sama memburu oksigen setelah melepas ciuman panas tersebut. Kegiatan mereka berhenti sejenak, Gladis sedikit menunduk sambil mengatur nafasnya hingga menjadi normal kembali. Lantas Artha menatap Gladis kembali dengan senyum menyeringai jail, tangannya kembali menarik wajah Gladis untuk mendekat.

Bukan bibir tujuannya, tapi area leher Gladis. Wanita itu sangat lemah dengan titik ini, Artha mengetahui sejak pertama kali ia menyentuh Gladis. Istrinya akan mengerang keras saat Artha dengan kuat menghisap kulit putih di area tersebut.

"Akhhh Tha!"

Artha tersenyum melihat hasil tanda merah darinya terpampang jelas di leher Gladis, tepat di bawah dagu wanita itu.

"Disini Dis?"

"What?"

"Should we have sex here?"

Mendengar itu Gladis langsung menatap tempat mereka berada, melihat setiap inci ruang bersantai mereka.

"Sure"

Gladis tersenyum miring, kembali menatap Artha dengan senyum menantang. Sudah mulai nakal rupanya.

Maka dengan itu Artha berdiri, mengendong Gladis ala koala lalu mendorong perlahan meja yang ada di depan sofa. Setelah ia memastikan meja jauh dari sofa, langkahnya menuju laci yang berada di ujung ruangan untuk mengambil karpet bulu yang ia simpan. Masih dengan Gladis digendongnya, Artha mengambil dengan satu tangan karpet tersebut.

"Turun dulu Dis" pinta Artha yang dituruti oleh Gladis

Gladis membantu Artha menata karpet berbulu dibawah sofa dan mendorong sedikit menjauh meja yang semula sudah didorong Artha.

"Mau lampu mati apa biarin nyala?"

Gladis kembali melihat setiap inci ruangan. Ruang santai mereka berada tepat di sebelah meja makan dan dapur, tidak ada sekat. Ngeri banget kalo liat dapur.

"Pake lampu tidur bisa?"

"Bisa"

Gladis tak tau jika disudut ruangan ada semacam lampu redup yang berdiri disamping saklar sebelum Artha menyalakannya. Semua ruangan gelap, kecuali Kamar dan tempatnya berada.

Artha memeluknya dari belakang setelah mematikan lampu, perlahan dia membawa Gladis kembali duduk di sofa. Love language Artha adalah sentuhan, semakin banyak lelaki itu menyentuh maka semakin banyak pula kasih sayang yang ia salurkan. Oleh karena itu Gladis selalu nyaman jika Artha memeluknya.

Akibat Kesalahan Semalam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang