07 [Telat]

295 226 49
                                    

RACHEL semakin panik saat ia melihat posisi Matahari yang sudah semakin meninggi. Napasnya terpogoh-pogoh ketika ia sampai di halte bus. Seraya menggigit jari kuku kirinya, Rachel membuka layar ponselnya dan ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 07:55. Itu artinya bel SMA Cakrawala akan bergema lima menit lagi.

Sesekali ia menghirup udara banyak-banyak untuk mengatur pola napasnya agar kembali normal. Rachel membungkukkan tubuhnya dan menopangnya lewat kedua tangan yang ditenggerkan di lutut kakinya.

"Lo mau ikut?" tawar seorang lelaki yang sudah berada di depan Rachel.

Rachel mendongakkan kepalanya. "Lo siapa? Emang kenal sama gue?" tanya balik Rachel yang sudah menegakkan tubuhnya.

Lelaki itu mematikan mesin motornya dan membuka helm full face yang dikenakannya. "Emang harus kenal dulu, baru bisa nolong orang?"

"Kak Dillo?" kaget Rachel dengan mengernyit.

"Lo jadi mau ikut atau enggak? Jangan kelamaan, nanti gue juga ikutan telat."

"Ya udah, kalo enggak mau telat, pergi aja sana!"

Dillo tidak merespons jawaban Rachel yang malah mengusirnya. Namun bukannya meninggalkan Rachel, Dillo justru turun dari motornya.

"Lo ngapain turun?" tanya Rachel dan memundurkan langkahnya.

"Tuh, lihat!" suruh Dillo dengan telunjuknya mengarah ke belakang Rachel.

Rachel mengernyit kembali, karena tak paham maksud Dillo. Tetapi saat ia membalikkan tubuhnya, seketika mulutnya menganga dan matanya membelalak lebar.

"Busnya baru datang jam sembilan nanti?!" tanya Rachel membelakangi Dillo dan fokus membaca informasi perjalan bus.

"Lihat jam tangan lo sekarang!"

Tangan kirinya diangkat dan melihat jam tangan putih yang menunjukkan pukul 08:02. "Ahk! Berarti kita udah telat, dong? Gara-gara lo, sih! Makanya kalo mau ngasih tumpangan, ya langsung aja. Gak usah pake nanya-nanya segala!" gerutu Rachel menyalahkan Dillo.

"Salah gue?" tanya Dillo dengan suara datar dan menatap lekat wajah Rachel.

Rachel hanya menelan salivanya ketika membalas tatapan Dillo. Wajahnya yang begitu mulus dan putih bersih seperti tanpa pori-pori. Ditambah rambutnya yang bergaya two block haircut, mampu membuat tubuh Rachel mematung.

"Te-terus sekarang gimana?" tanya Rachel sedikit menunduk. Ia tak kuat mental menatap wajah Dillo yang membuatnya menjadi insecure. Padahal dia cantik juga.

Tak menjawab pertanyaan Rachel, Dillo justru menjauhi perempuan yang senang menggerai rambutnya itu. Ia menaiki motornya yang berwarna hitam polos tanpa corak, sepertinya itu motor keduanya.

"Ayo naik!" suruh Dillo menunjuk jok belakang menggunakan kepalanya yang sudah berhelm full face.

***

"Lo mau jadi pengecut atau pecundang?" tanya Dillo yang membingungkan Rachel.

Sekarang mereka berdua sudah berada di depan pagar SMA Cakrawala. Sedari tadi keadaannya sangat canggung, Rachel tak tahu harus berbicara apa. Ia hanya menatap pagar sekolah yang telah tertutup. Sedangkan kedua tangannya memeluk helm yang diberikan Dillo tadi.

Untungnya Dillo mau memecah rasa canggung di antara mereka. Walaupun dengan pertanyaan yang membuat Rachel menjadi bingung.

"Emang pengecut sama pecundang apa bedanya?"

"Cepat jawab! Jangan nunggu sampe istirahat baru lo mau jawab!" pinta Dillo seraya mengintip keadaan sekolah lewat sela-sela pagar.

"Lo kira memutuskan pilihan itu perihal yang gampang? Lagian ngapain, sih, lo nanya yang gak masuk akal. Percuma juga, kita, kan udah telat!"

RAFALEONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang