Aluna kini sudah berada di rumah sakit. Ia langsung bertanya pada resepsionis menanyakan dimana letak ruangan sang anak. Setelah mengetahuinya, Aluna berlari menuju lift. Ia naik ke lantai 5 dimana ruangan sang anak. Sebenarnya ia merasa bingung, kenapa anaknya itu berada di ruangan yang tidak sembarang orang bisa ada di sana. Sampai di depan pintu ruangan Varo, Aluna duduk di kursi dengan nafas tersengal-sengal. Ia menatap sekeliling, namun ia tidak menemukan keberadaan seorang pun.
"Ara dimana? Kamu dimana nak?" lirihnya. Terlalu larut pada putranya, Aluna sampai melupakan keadaan putrinya.
Tak lama pintu ruangan terbuka menampakkan seorang dokter. Lantas Aluna berdiri dan segera memberondong dokter itu dengan pertanyaan tentang keadaan sang anak.
"Dokter, bagaimana keadaan anak saya? Anak saya baik-baik saja kan dokter? Anak saya tidak mengalami luka serius kan?"
"Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah, anak ibu telah melewati masa kritis nya. Sekarang kita hanya tinggal menunggu anak ibu sadar. Sebelumnya anak ibu kehilangan banyak sekali darah, sedangkan stok di rumah sakit hanya 2 kantung darah, namun berkat donor darah dari ayahnya anak ibu bisa selamat." Penjelasan panjang lebar dari dokter itu membuat Aluna di setiap mendengarnya merasa tidak bernafas. Namun mendengar nama ayah anak ibu, ia merasa kebingungan.
"Syukurlah. Maksud dokter ayah? Ayah apa maksudnya?" tanya Aluna.
"Ayah pasien, itu dia," jawab dokter itu sambil menunjuk seorang pria yang tengah menggendong Ara. Aluna mengikuti arah tunjuk dokter tersebut.
Deg
Waktu seakan berhenti, Aluna merasa dirinya seakan ada di dimensi lain. Jantungnya berdetak kencang. Ia terlihat shock melihat keberadaan pria yang namanya terus tersemat di dalam hatinya.
"El," gumamnya dengan mata berkaca-kaca. Aluna menatapnya dengan segala perasaan tak menentu.
Begitupun dengan Bryan yang menatap Aluna dengan kaget dan tidak percaya. Jantungnya pun berdetak kencang. Tatapan Bryan menyiratkan sebuah kerinduan yang mendalam. Ia rasanya ingin menangis melihat seseorang yang selalu dirinya cari dan dirinya rindukan setiap saat nya kini berada di depannya.
Pelan tapi pasti, Bryan melangkah mendekati Aluna yang masih diam mematung dengan bulir-bulir air mata yang setia berjatuhan membasahi pipinya. Bryan langsung mendekap tubuh Aluna erat. Ia tidak kesulitan memeluk Aluna walaupun Ara masih ada dalam gendongannya. Aluna terlalu shock hingga ia tidak menyadari Bryan yang sudah memeluknya erat. Bryan membenamkan wajahnya di ceruk leher Aluna. Lalu berbisik pelan tepat di telinga Aluna. "Aku merindukan kamu," lirihnya.
Ara yang melihat Aluna hanya diam saja langsung memanggil sang ibu dan dibarengi dengan mencium pipi Aluna.
"Bunda," panggilnya.
Aluna seakan tertarik lagi ke dunia nyata. Sadar akan posisinya saat ini, Aluna berusaha menjauh dari pria yang tengah memeluknya. Bryan dengan enggan melepaskan pelukannya, ia berdiri tegak menatap wajah yang selalu dirinya rindukan.
"Bunda, gendong," pinta Ara dengan wajah memerah terlihat akan menangis.
Aluna mengambil alih Ara dari gendongan Bryan. Aluna terus menimang Ara hingga membuat anak perempuannya itu tenang.
"Aluna," panggil Bryan, namun Aluna tidak memperdulikannya.
Bryan menghela nafas lelahnya. Ia menatap Aluna dengan pikiran berkecamuk. Dalam benaknya ia bertanya-tanya. Siapakah kedua anak yang ditolongnya. Mungkinkah wanitanya telah menikah? Bryan segera menggelengkan kepalanya menghilangkan pikiran buruk nya.
"Aluna tolong jelaskan," pinta Bryan tegas. Namun sorot matanya memancarkan sebuah harapan.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan," sahut Aluna dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALUNA [REVISI New Version] [TERBIT]
General Fiction[END] dan [LENGKAP] Sebelum membaca jangan lupa follow akun wattpadku. [Ehh tapi bagi yang ikhlas saja] Dan jangan lupa juga untuk di vote dan komen ya! [Tapi aku gak maksa kok] Mohon dukungannya untuk novel ini🙏 [Ambil yang baiknya buang yang buru...