Matahari sudah naik sejak dari tadi. Bahkan cahayanya menyorot masuk ke dalam kamar inap ini melewati kaca jendela. Aluna kini tengah mencoba membangunkan Ara yang masih asik tertidur pulas.
"Ara, Sayang. Bangun yuk, nak," ucap Aluna sambil menciumi pipi bulat Ara.
Ara mengeliat lalu membenamkan wajahnya pada dada sang ibu. Aluna menggelengkan kepalanya saja. Lalu tangannya bergerak mengelus wajah Ara. "Kasihan, pasti kemarin kamu ketakutan melihat Kakak kamu kecelakaan. Maafin Bunda ya, Bunda gagal jagain kalian." Aluna berbisik pelan lalu mencium kening Ara.
"Bunda tidak akan sanggup bila harus kehilangan salah satu dari kalian."
Aluna lalu membiarkan sang anak tertidur kembali. Ia tidak tega melihat wajah sayu anak gadisnya itu. Aluna lalu menyelimuti Ara sampai sebatas dada. Ia kini melihat pada Varo yang masih belum sadarkan diri sejak dari kemarin.
"Cepat bangun, nak. Bunda kangen sama Varo," ucapnya mengecup kening Varo yang terbalut perban.
20 menit kemudian, Ara terbangun dari tidurnya. Ia memanggil sang ibu. Aluna yang duduk tak jauh dari Ara langsung saja menghampiri anak gadisnya itu.
"Bunda, di sini, nak."
Ara merengek lalu merentangkan tangannya meminta dipeluk.
"Kenapa? Masih ngantuk?" tanya Aluna merapihkan poni yang menghalangi kening Ara.
"Kangen, Alo. Bunda, Alo kapan bangun?" tanyanya lesu.
Aluna tersenyum tipis, lalu mengecup kening Ara. "Ara berdoa ya, semoga Kakak Varo cepat bangun. Dan bisa main lagi sama Ara." Anaknya itu mengangguk dengan isakan kecil. Aluna buru-buru menenangkan Ara.
"Pagi, kenapa ini? Kok Princess nangis?" tanya seseorang yang tak lain adalah Bryan.
"Ayah!" panggil Ara melepaskan pelukannya dari sang ibu.
"Halo Princess nya Ayah. Princess udah bangun, tapi kenapa belum mandi? Bau tau," kelakar Bryan membawa Ara ke dalam gendongannya, lalu menciumi wajah Ara secara brutal hingga membuat anaknya itu risih namun tertawa secara bersamaan.
"Ala wangi Ayah!" ucapnya memberengut marah.
"Masa sih? Coba sini Ayah cium." Bryan semakin menjadi menjahili Ara.
Ara mencebikkan bibirnya tanda akan menangis. "Bunda, Ayah jahat cama Ala. Maca Ala bau, tidak kan Bunda?" adu Ara pada Aluna.
Aluna tersenyum tipis melihat tingkah Bryan yang menjahili anak nya itu. "Iya, Ara tidak bau. Anak Bunda ini selalu wangi," sahutnya.
"Tuh, Ala itu celalu wangi. Ayah yang bau, wleeee," Ara menjulurkan lidahnya pada Bryan.
Aluna yang melihatnya seketika melotot. "Ara, tidak sopan," tegurnya memperingati.
"Maaf Bunda," cicitnya pelan.
"Minta maaf sama Ayah!" titahnya tanpa sadar mengakui Bryan sebagai Ayah dari anaknya itu.
"Maaf Ayah," ucapnya menatap wajah sang Ayah.
Bryan tersenyum lalu mengecup bibir mungil Ara. "It's Ok, tapi jangan diulangi lagi ya," ucapnya.
"Bunda, Ala mau mandi," ucap Ara pada Aluna.
"Iya, tapi Ara pulang ke rumah ya. Bunda akan telpon Aunty Fi untuk jemput Ara."
"Tidak mau, mau cama Bunda," tolaknya.
"Ara pulang sama Ayah aja yuk,"
"Tidak!" Aluna menolaknya tegas.
"Luna, tapi kasian Ara kalau terus di sini. Rumah sakit bukan tempat yang cocok untuk Ara," ucap Bryan sedikit kesal.
"Atau kamu pulang sama Ara, Varo biar aku yang jaga."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALUNA [REVISI New Version] [TERBIT]
Genel Kurgu[END] dan [LENGKAP] Sebelum membaca jangan lupa follow akun wattpadku. [Ehh tapi bagi yang ikhlas saja] Dan jangan lupa juga untuk di vote dan komen ya! [Tapi aku gak maksa kok] Mohon dukungannya untuk novel ini🙏 [Ambil yang baiknya buang yang buru...