Tepat hari ini, Bryan harus kembali ke Jakarta lagi. Rencana hanya 3 hari saja di Bali. Namun dirombak hampir satu bulan lamanya. Bryan tidak bisa lagi menunda pekerjaannya yang berada di Jakarta, karena perusahaan di sana membutuhkannya. Dan ada hal penting yang harus di kerjakan nya di sana. Dan dengan berat hati, Ia harus kembali ke Jakarta.
Dan ia harus meninggalkan wanita yang dicintainya dan kedua malaikat kecilnya. Siapa lagi kalau bukan Aluna wanitanya, Varo dan Ara anaknya.
Bryan kini tengah duduk lesehan di atas karpet bulu depan tv, dengan si kembar yang berada di sampingnya sambil memeluk dirinya erat. Si kembar merengek tidak mau Ayahnya itu pulang. Tapi mau bagaimana lagi, tadinya Bryan mengajak Aluna untuk kembali ke Jakarta. Tapi entah ada apa dengan wanitanya itu, Aluna menolak keras untuk ikut pulang bersama dirinya.
"Aro, Ara__"
"Tidak mau! Kita mau sama/ cama Ayah!" pekik keduanya menyela ucapan Bryan.
"Sayang, dengerin Ayah. Ayah harus pulang karena ada pekerjaan. Ayah janji deh kalau pekerjaan Ayah disana selesai, Ayah bakal kesini lagi dan main sama kalian berdua," jelasnya, namun kedua anaknya itu hanya menggelengkan kepalanya tegas. Bryan menghela nafas gusarnya. Berpikir sejenak memikirkan apa yang harus dirinya jelaskan lagi pada keduanya.
"Eemm Twins, sebenarnya Aro dan Ara bisa ikut Ayah. Tapi__"
"Tapi apa Ayah?" tanya kesal keduanya, membuat Bryan terkekeh geli.
Bryan menyeringai menatap Aluna yang tengah memasak di dapur. Seketika otak cemerlangnya menemukan ide untuk bisa memboyong wanitanya dan juga anak-anaknya untuk ikut bersamanya.
"Sebenarnya Ayah mau bawa kalian,tapi..." Bryan sengaja menggantung ucapannya untuk menjahili si kembar. Lalu terkekeh melihat wajah anak-anak nya yang menatapnya serius menunggu kelanjutannya.
"Ayo Ayah apa?" desak Ara menatap sebal sang Ayah.
"Ayah lama ihh!" decak Varo.
Karena tak tega melihat wajah penuh harap kedua anaknya. Bryan melihat ke Aluna lalu menatap kedua anaknya.
"Sini Ayah bisikin," ucapnya pelan. Si kembar pun mendekatkan telinganya ke depan bibir Bryan.
"Apa Ayah?" bisik pelan Varo.
"Kalian sebenarnya bisa ikut sama Ayah. Tapi, Bunda kalian gak mau ikut. Gimana dong? Kalau Bunda gak mau ikut, kalian juga pasti gak di bolehin Bunda untuk ikut Ayah," bisik Bryan dengan nada suara dibuat sedih.
"Oh jadi kalena Bunda. Alo kita haluc cucun lencana bial Bunda mau ikut. Jadi kita juga bica ikut cama Ayah," bisik Ara kepada Varo.
"Iya kamu bener Ara, kita harus susun rencana biar Bunda mau ikut. Tapi apa ya?" jawab Varo sambil mengetuk-getuk pipinya seakan tengah berpikir.
Bryan hanya melihatnya seketika menyeringai senang. Yuuhuuu ini mah gue bakal bisa bawa pulang Aluna berkat si kembar. Pikirnya mesem-mesem sendiri.
"Ahaa.. Ala punya lencana Alo," ucap Ara tersenyum licik.
"Apa?" tanya Varo antusias.
Ara menatap Bryan dan Varo secara bergantian. Lalu mulai menjalankan rencananya.
"Bundaaa.. huhu.. hiks.. hiks!" Ara berteriak sambil berguling-guling di lantai, dan jangan lupakan air mata buaya nya.
Aluna yang tengah berada di dapur, seketika terlonjak kaget mendengar teriakan nyaring Ara yang dibarengi dengan suara tangisan. Aluna yang khawatir langsung saja mematikan kompornya dan menghampiri Ara yang tengah berguling-guling di lantai.
"Ara, sayang kamu kenapa?" tanya Aluna cemas lalu menatap tajam Bryan. Sedangkan yang di tatap hanya mengedikan bahunya acuh, seakan-akan tak tahu.
"Hiks.. Bunda.." panggil Ara.
"Iya, sayang kamu kenapa?" tanya nya cemas mendekati Ara. Namun Ara malah menjauhinya.
"Bunda, Ala gak di bolehin ikut pulang cama Ayah!" adu Ara membuat Bryan melongo tak percaya begitupun dengan Varo.
Seketika Aluna menatap Bryan dengan mata yang melotot.
"Ara—"
"Bunda Ala mau ikut Ayah!" pekik nya semakin kuat menangis.
Aluna menggelengkan kepalanya. "Tidak boleh sayang__"
"Kenapa tidak boleh? Bunda jahat cama Ala! Bunda tidak cayang lagi cama Ala! Kenapa Bunda tidak bolehin Ala ikut cama Ayah? Padahal kan Ala balu ketemu cama Ayah! Bunda jahat!" pekik Ara, membuat hati Aluna berdenyut sakit. Bahkan kini air matanya sudah menumpuk di pelupuk matanya yang kapan saja bisa membasahi pipinya.
"Ala mau ikut cama Ayah, Bunda," ucapnya memelas.
Bryan sebenarnya tidak tega melihat wajah sedih dari wanitanya itu. Namun dirinya juga tidak ingin egois, dirinya tidak bisa meninggalkan Aluna. Karena dirinya merasa takut, kalau-kalau wanitanya itu kabur lagi serta membawa kedua anaknya.
"Kalau Bunda tidak bolehin, Ala akan malah cama Bunda, Ala tidak mau bicala cama Bunda, Ala tidak akan—"
"Oke-oke kita ikut Ayah," pasrah Aluna karena tak ingin membuat anaknya kecewa dan juga bersedih, dan ia tak ingin membuat Ara mengatakan hal-hal yang membuat hatinya berdenyut sakit seakan ada tombak yang menusuk dadanya.
"Benelan Bunda?" tanyanya langsung sumringah.
Aluna tersenyum sambil mengelus kepala Ara. "Iya, sayang. Ara tidak marah lagi kan sama Bunda?" tanya Aluna.
"Tidak, Bunda." Lalu Ara memeluk Aluna, ia mengedipkan matanya genit ke arah Bryan dan Varo.
Bryan seketika terkekeh geli melihat kedipan genit anak perempuannya itu. Ia lalu mengacungkan dua jempol nya, mengapresiasi atas akting yang diperankan sang anak. Varo pun ikut melakukan apa yang Ayah-nya lakukan.
Duh bibit gue emang gak main-main. Kualitas premium ini. Batinnya terkikik geli.
Setelah drama panjang, akhirnya Aluna menyetujui untuk pulang ke kota dirinya tumbuh besar. Saat ini Aluna tengah membereskan keperluan kedua anaknya ke dalam koper.
"Bunda, kita akan tinggal dimana?" tanya Varo sambil memasukkan beberapa mainannya ke dalam tas kecilnya. Aluna hanya mengelus kepala Varo.
"Kamu akan tinggal di rumah Ayah," jawab Bryan datang tiba-tiba sambil menggendong Ara yang tengah makan eskrim.
"Yeaayy," sorak Varo antusias.
Aluna menghembuskan nafasnya kesal, saat Ara makan eskrim. Pasalnya anaknya itu sudah sering makan makanan dingin itu. Ia khawatir, takut kalau anaknya itu sakit karena terlalu sering mengkonsumsi makanan dingin.
Aluna menatap Bryan sebal. "Aku kan udah bilang, jangan kasih Ara makan eskrim lagi. Seminggu ini dia non-stop makan eskrim," ucapnya.
"Ara maksa, aku mana tega," sahut Bryan. Aluna berdecak kesal mendengarnya. Sudahlah tak ada gunanya juga berbicara dengan pria tampan itu.
"Sayang-sayangnya Ayah, kalian main di depan tv dulu ya. Ayah mau bicara dulu sama Bunda kalian," ucap Bryan sambil menurunkan Ara. Kedua anak kembar itu seketika langsung menurut.
Bryan berjalan mendekati Aluna yang menyibukkan diri dengan koper. "Terima kasih, karena kamu mau ikut aku pulang," ucap Bryan tulus.
"Aku melakukan itu hanya untuk anak-anak saja." Aluna menjawab tenang.
Bryan tersenyum. "Iya, aku tau. Tapi intinya terima kasih," ucapnya. Aluna tidak membalas ucapan Bryan lagi. Hatinya sedang tidak baik-baik saja.
"Aku tunggu di luar," ujar Bryan lalu meninggalkan Aluna, dan menghampiri kedua anaknya. Setelah kepergian lelaki yang tak bisa ia lupakan, Aluna menghembuskan nafasnya yang terasa sesak.
"Maafkan aku, El."
.
.
.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ALUNA [REVISI New Version] [TERBIT]
Genel Kurgu[END] dan [LENGKAP] Sebelum membaca jangan lupa follow akun wattpadku. [Ehh tapi bagi yang ikhlas saja] Dan jangan lupa juga untuk di vote dan komen ya! [Tapi aku gak maksa kok] Mohon dukungannya untuk novel ini🙏 [Ambil yang baiknya buang yang buru...