21. TLA || Demam

8 6 0
                                    

Mark membaringkan tubuhnya di kasur dengan keadaan terlentang. Kepalanya berat setelah mendengar penjelasan dari orang tuanya tadi. Hatinya terasa hancur seolah tidak memiliki harapan untuk mencintai Alex dan mengapai gadis itu lagi. Dia bingung harus mengambil keputusan apa. Apakah harus backstreet dalam hubungannya? Atau menjauh dari Alex? Tapi dia sudah terlanjur jatuh cinta dengan gadis manis itu.

"Argh... gue ngak bisa ambil keputusan," ucapnya frustasi sambil mengacak-acak rambutnya kesal.

"Disisi lain gue ngak bisa biarin keluarga gue termasuk sepupu dan sahabat bunda terluka. Di sisi lain gue ngak bisa lupain Alex dengan mudah. Gue ngak bisa buat jauhin dia. Dia cewek pertama yang isi hati gue. Ngak semudah itu gue lupain," ucap Mark lirih sambil menatap langit-langit kamarnya.

"Kenapa? Kenapa hati gue jatuh cinta sama orang yang salah? Gue ngak suka berada dalam posisi bimbang kayak gini? Posisi kayak gini nyiksa diri gue sendiri," lirihnya kembali.

"Gue mau lo Lex. Tapi gue takut sama keluarga gue yang bakal terluka karena lo," ucapnya lirih sambil menutup matanya perlahan karena rasa berat di kepalanya semakin parah.

Mark terlelap dengan keadaan kepala yang terasa pening. Pikirannya bercabang kemana-mana sehingga membuat dirinya tidak bisa berpikir dengan jernih. Antara memilih keluarga atau memilih gadis pujaan yang dia sayang.

***
Tok! Tok! Tok!

Ethan berdiri di depan pintu kamar Mark sejak 2 menit lalu. Tidak ada yang membukakan pintu untuknya. Dia khawatir kakaknya kenapa-napa.

"Dia kemana ya? Apa belum bangun?" tanya Ethan sambil melirik arloji yang terpasang di tangan kirinya. Sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan kakaknya belum juga keluar dari kamar.

Tangannya terulur untuk membuka knop pintu kamar kakaknya. Pintu terbuka sedikit setelah Ethan menekan knop pintu kebawah. Ternyata kamar kakaknya sama sekali tidak di kunci. Tumben sekali.

Ethan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar kakaknya. Dia menghampiri Mark yang masih tertidur pulas sambil memeluk guling dan bereglung selimut.

Ethan mengangkat tangannya untuk menguncangkan bahu kakaknya. Tujuannya adalah membangunkan kakaknya.

"Bang... udah jam 7. Ayo bangun," ucap Ethan pelan sambil mengguncangkan tubuh Mark pelan.

Mark terusik dari tidurnya. "Eugh, ngak mau Than. Dingin ini," racau Mark sambil kembalik menarik selimutnya hingga leher.

Telapak tangan Ethan meraba kening Mark. Kening kakaknya terasa hangat. Mungkin karena Mark stress saat kemarin dan otaknya terus berpikir itu membuat kakaknya demam.

"Gue ambilin obat ya bang," ucap Ethan pada kakaknya.

"Ngak usah. Matiin ac nya aja Than," pinta Mark pada adiknya.

Ethan mengangguk lalu mengambil remote ac yang terletak di atas nakas yang berada di sebelah Mark. Ethan membuka beberapa laci yang ada di nakas tersebut untuk mencari stok bye bye fever milik kakaknya. Jika kakaknya demam, dia tidak pernah mau meminun obat dan memilih memakai bye bye fever dan manja pada ibunya.

Setelah menemukan benda yang dia cari, Ethan langsung membukanya dan menempelkannya pada kening kakaknya.

"Nanti gue bilang ke bang Brian kalau lo ngak masuk. Gue bilang ke bunda kalau lo demam dan bunda bakal batal ke kantor hari ini. Gue keluar ya bang," ucap Ethan berpamitan pada kakaknya. Mark hanya berdeham pelan dan kembali menutup matanya yang berat dan kepalanya yang seperti ingin meledak karena banyak pikiran.

Setelah Ethan keluar dari kamar kakaknya, dia mencari ibunya yang sedang menyiapkan makan dan bekal untuknya di meja makan. Saat ingin menemui ibunya, dia melihat ayahnya sudah lengkap dengan setelan jas kantor dan ibunya pun yang sudah terlihat rapih.

"Markonah mana?" tanya ayahnya pada anak keduanya itu sambil celingak-celinguk mencari keberadaan Mark yang tidak ada di belakang Ethan.

"Abang kayaknya demam gara-gara banyak pikiran. Dia kalau lagi stres kan kayak gitu," jelas Ethan pada ayahnya sambil duduk di kursinya dan mengambil lembaran roti yang telah dioleskan selai oleh ibunya.

Ibunya yang mendengar penuturan Ethan tadi sedikit terkejut. "Dia demam tinggi ngak? Bunda bakal batal ngantor hari ini dan biarin ayah kamu yang pergi," tanya ibunya dengan raut wajah khawatir. Dia tau jika anak pertamanya sedang demam akan terus mencarinya. Dia hanya tidak ingin anaknya itu keluar dari rumah saat demam dan mencarinya ke kantor.

"Lumayan. Ethan udah pakein dia bye bye fever. Bunda nanti ke kamar abang aja," jelas Ethan sambil bangkit dari duduknya."Ethan pamit dulu," lanjutnya sambil menyalami tangan kedua orang tuanya.

"Gue juga nyusul Ethan. Lo tenang aja, semua berkas bakal gue beresin semua hari ini. Jagain Mark aja di rumah. Jangan sampai itu anak malah kelayapan," pamit sang suami pada istrinya.

Setelah semua orang meninggalkannya, kini ibu Ethan dan Mark kembali ke dapur untuk membuat bubur kacang hijau kesukaan Mark jika sedang demam dan juga membawakan air untuk putra kesayangannya itu.

***
Ceklek!
Pintu terbuka dan menampakan seorang ibu yang khawatir akan anak pertamanya. Dia langsung memasuki kamar anaknya dan menaruh nampan yang diatasnya terdapat semangkuk bubur hangat dan segelas air hangat lalu meletakannya di atas nakas.

Tangannya terulur untuk meraba kening anaknya yang masih hangat. Dia menguncangkan bahu Mark pelan untuk membangunkan anaknya itu.

"Mark, bangun dulu. Bunda bawain bubur kacang hijau kesukaan kamu," ucap ibunya lembut.

Mark yang merasa terganggu pun membuka matanya secara perlahan meskipun masih terasa berat. Dia menyibakkan selimutnya dan menyenderkan punggunya di tepi ranjang.

"Minum dulu terus makan buburnya ya," pinta ibunya sambil menyodorkan segelas air hangat pada Mark. Mark menerima gelas tersebut lalu meminum air yang ada di dalamnya hingga habis.

Tangan ibunya meraba kening Mark, badan anaknya masih terasa hangat.

"Kamu makan dulu ya. Bunda ambilin paracetamol di kamar adik kamu dulu," ucap ibunya lalu bangkit dari duduknya. Namun Mark mencekal tangan ibunya dan menariknya kembali duduk.

"Bentar aja kok Mark. Bunda ngak akan ke kantor," ucap ibunya pada Mark.

Mark menggelengkan kepalanya pelan. "Bunda duduk lagi. Mark pengen peluk bunda," ucap Mark manja pada ibunya.

Ibunya tersenyum hangat lalu kembali duduk dan memeluk anaknya sambil mengusap punggung Mark.

"Bunda, Mark mau nanya," bisik Mark pada ibunya.

Ibunya melepaskan pelukan Mark dan membiarkan anaknya berbaring di atas pahanya.

"Mau nanya apa?" tanya ibunya lembut sambil mengusap halus rambut Mark.

"Apa Mark bisa lanjutin hubungan Mark sama Alex?" tanya Mark penuh harap pada ibunya.

Ibunya menarik napasnya dalam-dalam, "kamu boleh buat pacaran sama dia. Bunda sama ayah kan ngak larang. Tapi, kita ngak tau apa yang bakal terjadi ke depan nanti. Kalau kamu seneng, kita juga seneng. Ngak usah khawatirin ayah, bunda, sama Ethan. Kita bisa jaga diri kok," jelas ibunya.

Mark menutup matanya. Dia masih bingung. Ada kemungkinan jika Alex memiliki dendam pada keluarganya. Dia juga tidak ingin melukai keluarganya.

"Tapi inget, kalau kamu di tanya marga jangan pernah sebutin. Kalau di ajak ke rumah Alex dan ketemu ibunya jangan sebutin marga!" peringat ibunya pada Mark.

"Mark tau bund. Tapi Mark boleh kan ada hubungan sama Alex?" tanya Mark memastikan kembali.

"Boleh sayang. Tapi inget pesen bunda tadi," ucap ibunya.

***
Tbc!
Jangan lupa vote, share, comment yaw. Ramaikan lapaknya kawan.

See you next part.

To Láthos Átomo [Spin-off QOTD](END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang