35. TLA || Bunga mawar

7 5 0
                                    

"Di apartemen, gue ngak masak apa-apa, kalau mau makan nanti pesen aja," ucap Alex kepada Mark sambil melangkahkan kakinya menuju kamar miliknya. Dari kejauhan matanya menyipit saat ada benda yang terletak di depan pintu apartemennya.

"Gampang itu mah. Tapi... Kok lari sih," ucap Mark saat gadis yang disebelahnya lari terlebih dahulu menuju ke kamar apartemennya.

Sesampainya di depan pintu apartemen miliknya, Alex menatap bucket bunga mawar tua lalu mengambilnya. Dia membolak baliknya tidak ada nama sang pengirim. Matanya menelusuri bunga tersebut. Ada kertas yang menyumpal disana lalu dia mengambilnya sebelum Mark datang dan memasukkannya ke dalam sling bag miliknya.

"Kok gue ditinggal sih," kesal Mark pada Alex. Matanya berpindah ke arah bucket bunga mawar merah tua yang ada di tangan kekasihnya itu.

"Bunga dari siapa ini?" tanya Mark sambil mengambil alih bucket bunga mawar merah tua dari tangan Alex.

Alex menggedikkan bahunya tanda tak tahu. Selama ini, hanya Mark yang selalu mengirimnya bunga. Selain Mark, tidak ada yang pernah mengiriminya bunga.

"Gue ngak tau. Ngak usah dipikirin. Bawa masuk aja bunganya," ucap Alex sambil membuka pintu apartemennya.

"Lo ngak curiga gitu? Siapa tau di dalemnya ada bom atom atau tiba-tiba ada piso keluar," celetuk Mark begitu saja sambil menelisiki bunga tersebut.

"Mana ada bom atom di dalemnya. Jangan aneh-aneh deh. Kalau mau buka bucketnya di dalem aja. Beratakan tuh kelopaknya di bawah. Lo mau nyapu?" tanya Alex yang sudah di dalam sambil berkacak pinggang.

Mark melihat ke arah bawah lantai yang banyak kelopak bunga mawar itu. Dia menyengir lalu masuk begitu saja ke dalam apartemen Alex. Dengan malas, Alex harus mengambil beberapa kelopak yang berjatuhan itu. Sedangkan Mark langsung duduk di sofa dan mengeksekusi bunga yang entah di berikan oleh siapa. Dia langsung menata untuk melihat satu persatu bunga tersebut.

"Mawar merah tua? Artinya apa ya?" monolog Mark sambil memperhatikan setiap tangkai bunga tersebut. Tidak ada yang aneh.

Tak lama kemudian Alex masuk lalu menaruh sling bag nya di dekat sofa yang akan dia duduki.

"Udah nemu bom atomnya?" tanya Alex sambil duduk di hadapan Mark dan menyenderkan punggungnya di sofa.

"Ngak ada sih,"ucap Mark polos sambil tersenyum lebar menampakkan deretan giginya.

Alex memijat pelipisnya pelan. Dia sudah tidak heran lagi dengan tingkah Mark.

"Gue di kulkas coman stok daging, nuget, sayuran, sama sosis. Di lemari ada mie instan. Lo mau gue masakin apa beli aja?" tanya Alex lalu membenarkan ikatan rambutnya.

"Gue ibaratkan ini kita simulasi pra nikah. Kita tinggal seatap, lo masakin gue, gue duduk anteng," ucap Mark sambil bersedekap. Ucapanya tadi begitu enteng. Seolah tanpa beban.

Lemparan bantal sofa pun mendarat di wajah Mark begitu cepat sehingga membuat wajahnya terasa perih karena lemparan itu.

"Sakit Lex," dengus Mark sambil mengusap wajahnya.

"Seenak jidat lo ngomong kayak gitu. Simulasi-simulasi pra nikah segala. Ngak sudi gue," kesal Alex lalu pergi menuju dapur untuk membuat makanan.

"Good bye baby. Gue keluar bentar ya," ucap Mark lalu kembali bangkit dari duduknya dan keluar menuju pintu apartemen Alex. Tujuannya adalah menuju ke ruang operator untuk melihat rekaman cctv yang ada di apartemen ini.

Alex mengerutkan keningnya saat Mark keluar. Mau kemana dia? Tapi ada untungnya juga. Jadi Alex bisa membaca apa isi surat yang terselip tadi.

***
"Pak saya mohon ya boleh liat rekaman cctv," ucap Mark sambil memohon pada seorag pria paruh baya yang menjaga ruang operator.

To Láthos Átomo [Spin-off QOTD](END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang