36

132 28 2
                                    





Hari-hari selanjutnya tak tertolong.



Bagai perjanjian tak resmi agar tak perlu menanggapi. Mark dan Aya betulan jadi orang asing. Tak ada berangkat pagi bersama dari minimarket ke sekolah, tak ada lagi sekedar obrolan ringan layaknya teman dekat, bahkan sekedar tegur sapa saja hilang tak bersisa. Tali hubung keduanya diputus dua pihak langsung.

Ethan yang menyadari itu akhirnya bertanya saat pelajaran terakhir di hari Jum'at. Kalau sekali dua kali nampaknya masih bisa dimaklumi, tapi kali ini hampir seminggu dan mereka nampak tak mengenal satu sama lain. Lelaki itu tidak akan sebegitu ingin tahu lebih dalam seandainya teman baiknya dan gadis yang suka berselisih dengannya itu tidak dekat akhir-akhir ini.

"Apa ada masalah?" tanyanya Jum'at itu. Ethan berbisik pelan menghampiri Mark di meja yang masih sibuk menata buku sebelum pulang. Suasana kelas sudah agak sepi, nampaknya Mark memang sengaja melambankan diri. "Maksudku kau dan gadis aneh dengan hobi berpikir itu."

"Kenapa?"

"Biasanya kalian tidak begini?"

"Biasanya kami bagaimana?" Mark kini sudah selesai beres-beres, bersiap menggendong tas.

"Ya ... akrab?"

Yang ditanyai menghela napas, berdecak. "Sesuatu terjadi," ungkap Mark. "Tapi aku bisa menanganinya. Tak usah khawatir."

"Apa yang terjadi?"

Mark menoleh penuh, diam sejenak sebelum melangkah keluar dari bangku. "Aku hanya sedikit egois."

"Kau tidak mau bercerita ya?"

Lelaki itu tersadar dari lamunan dan bergidik. Dia tengah diam sendirian di halaman belakang dan mengulas waktu beberapa hari lalu, sedang tak ingin diganggu memikirkan keputusan apa yang harus diambil demi menentukan nasib. 

Tapi kalimat tanya Ethan kemarin siang seakan nyata dengan suara yang berbeda.

"Kau tidak mau bercerita ya?"

Mark mengerjap saat seseorang dengan pertanyaan Ethan itu menekankan kembali bahan obrolan sembari duduk di kursi kirinya yang berbatas meja kayu. Dia kemudian meneguk ludah, kembali menatap depan ke langit malam yang ramai bintang. Melanjutkan pikiran yang sudah rumit membeberkan beberapa keputusan berikut dampak baik dan buruknya.

"Apa perlu kupanggilkan Gara?"

Lirikan sengit itu segera Gale dapatkan. Pria lajang berbadan paling atletis di antara yang lain itu jadi terkekeh, menyamankan posisi duduk sebelum ikut menatap langit yang sedang Mark amati. Seandainya ada list paling tidak akrab di rumah ini antara si Bungsu dan kakak-kakaknya, maka Mark dan Gale yang akan menempati posisi pertama. 

Yang paling akrab? Jelas Mark dengan Aln walau pada dasarnya Gara-lah yang memiliki hubungan darah. Meski kakak dan adik kandung itu memang berakhir baik saat beranjak dewasa, keduanya tidak langsung dekat dengan saling bertukar cerita dan pribadi masing-masing.

Ya ... dekat saja dalam artian mau menerima satu sama lain.

Awal-awal membaiknya hubungan mereka, Mark memberanikan diri bercerita tentang apapun kepada Gara. Tapi entah dari sana atau bagaimana, Gara sering menanggapinya dengan tanggapan singkat dan terkesan memihak. Seperti apa-apa yang dilakukan Mark itu salah dan salah. Lantas hari berikutnya Gara akan lebih awas dan memberi batasan.

dimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang