03

1.3K 82 0
                                    

Mata cantik milik Dewi perlahan-lahan mulai bergerak. Sedikit menggerakan badannya yang sedikit terasa pegal. Tak lama, dia mengernyit ketika merasakan pinggangnya tertimpa sesuatu. Dalam keadaan mata yang masih terpejam, dia berusaha meraba apa yang menimpanya. 

Apa ini? Batinnya. 

Tangan mungilnya berusaha merabanya. Spontan dia membuka matanya dan melirik ke bawah. "Argghh....apa ini!?" pekiknya lirih. 

Jantungnya berdegup kencang ketika matanya yang sudah terbuka sempurna melihat objek yang melilit pinggangnya. Sebuah lengan kekar yang dengan santainya bertengger disana. Napas Dewi sudah tersengal tak beraturan seiring jantungnya yang bertalu - talu. Tebakannya adalah seorang laki - laki. Terasa saat tangannya menyentuhnya. 

Bukan hanya itu saja, leher belakangnya merasakan sebuah hembusan napas yang membuatnya merinding. Tubuhnya kaku seketika. Dewi baru menyadarinya. Oh astaga, ada apa ini? Apa dia diculik oleh seseorang? 

Dewi yang tidak tahan dengan keadaannya pun mulai memberanikan diri untuk menengok ke belakang. Dia menghitung mundur di dalam hati.  1, 2, 3... dan benar saja. Itu benar - benar seorang lelaki. 

Dewi mengggigit bibirnya karena menahan pekikan lagi. Tangan lainnya yang bebas dia gunakan untuk membekap mulutnya sendiri. Dia takut, saat dia membukanya akan mengganggu tidur lelaki itu. Bisa berakhir yang tidak - tidak jika dia sampai bersuara. Saking kakunya, badannya pun semakin menegang. 

Dewi tidak begitu jelas melihat wajah lelaki itu, karena jika dia memaksakan untuk melihat ke belakang, dapat dipastikan wajahnya akan berhadapan langsung dengan wajah lelaki asing itu. Dewi tidak mau, itu akan semakin membuat jantungnya berdetak tak karuan. 

Selama bermenit - menit berlalu, yang dilakukannya hanya diam tak bergerak. Diam - diam, Dewi melihat - lihat apa yang ada disekitarnya. Satu pikirannya yang terlintas adalah ruangan ini terlihat seperti ruangan kamar pribadi. Cukup luas dengan tatanan rapi, pernak pernik mewah, dan furniture mahal yang mencolok. Jangan lupakan warna ruangan ini di dominasi dengan warna maskulin, hitam, putih, abu - abu dan hitam. 

Dan yang baru Dewi sadari juga, ranjang yang dia tiduri juga termasuk ke dalam jajaran benda yang mahal. Bed cover yang tebal dan lembut, kasur yang nyaman dengan ukuran king size. Dia menghela napas pelan, bagaimana ceritanya dia bisa berakhir disini? Seingatnya, dia berada di perpustakaan menjalankan hukuman atas keterlambatannya. 

"Duh, gimana ini? Dewi mau bergerak, tapi kok takut ya..." Gumamnya lirih.

Dia benar-benar kebingungan. Sebenarnya, dia sudah menahan sesuatu yang akan keluar dari dirinya. Dewi Fortuna sepertinya sedang tidak bisa diajak kompromi dalam hal seperti ini.

"Huft, huh, huft, huh...tarik napas, lepaskan. Tarik napas, lepaskan. Oke, Dewi pasti bisa." Semoga saja. Lanjutnya dalam hati.

Karena sudah tidak bisa menahannya, mau tidak mau dia harus bergerak. Dia butuh ruangan itu untuk mengeluarkan sesuatu dari dalam tubuhnya. Oh tidak! Dia sudah tidak tahan.

Badannya dia gerakkan perlahan dengan bantuan tangannya yang menyingkirkan lengan lelaki yang entah milik siapa tengah memeluknya. Cukup berat karean lengan itu berotot. Butuh perjuangan hingga akhirnya bisa lepas dari lilitan tangan itu.

"Huh, akhirnya. Sekarang..." Matanya melirik ke bagian bawah tubuhnya yang baru dia sadari ada kaki yang menimpa. "Ya ampun! Kenapa harus ditindih sih badannya Dewi? Kan susah!" Dumelnya kesal. Bibir itu mencebik sambil terus mendumel tidak jelas. 

Saat akan memindahkan kaki itu, sebuah suara menginterupsinya.

"Diam."

Badan Dewi menegang kaku. Sekejap dia tidak bergerak barang beberapa detik. Setelahnya, dia kembali melanjutkan aksinya. Karena dia pikir, itu hanya suara haluannya.

Dewa dan Dewi (Hiatus-On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang